Benarkah Kau mengerti kembalinya bulan jingga ?
Di bawah pengertian malam yang suram tiada cakap ria,
Aku berdiri di atas awan yang goyah.
Di tengah galaksi yang menawan aku gundah.
Tentu saja, aku menjadi ngeri dengan hampa,
Seorang diri menantang dewa kematian di tengah telaga.

Lalu aku terbang ke arah timur,
Menjemput purnama yang tertatih menerjang mega.
Purnama, mengapa kau pucat pasi setelah bermil mil pulas tertidur ?
Kita telah mengerti perjalanan ini bukan kehendak kita.
Kebodohan adalah perjalanan kita,
mengarungi tobat yang sia sia.

Bukan karena cinta kau bersamaku dalam maut
Kau kebetulan hadir menjemput,
pada saat aku meremang di sudut batin.
Getaran yang Kau abdikan kepadaku itu adalah cinta ibuku.
Sayang, aku telah kabur dengan cinta kawan.
Siapa Dia, aku tidak tahu.
Mungkin, Dia juga hanya kebetulan bersamaku.
Dan Kau tak peduli ketikaku melupakannya semusim lalu.

Ya, kau bilang kini aku telah murtad.
Kau begitu yakin aku telah gila,
padahal aku bisa saja menuduhmu lebih gila.
Sementara aku menarik benang yang ruwet, kau hanya tersenyum kesumba.
Jangan jangan kita selama ini terlalu gigih mempertahankan makna hidup bersama,
sehingga ketika aku suka menyendiri memainkan melodi kehidupanku di bawah palma kau tersenyum sinis, mengataiku Gila, murtad.

Ya, Kau bisa bilang aku gila, tapi aku tak peduli,
mungkin aku menikmati kegilaanmu,
yang senyatanya adalah buah pengetahuan yang sedang aku rengkuh.
Aku tak mau sudi mendengarkan kata katamu yang tak berujung,
Mengeja tetek bengek ajaran guru tanpa peduli dengan Mbah Sukri.

Ya, Mbah Sukri yang itu, lho
Tergesa menyeret anaknya yang masih perawan pergi ke pasar,
tak peduli dengan kebijaksanaan yang Kau cecar
menjaring hidup yang kadang nanar,
karena perjalanannya adalah perjalananku yang tak peduli dengan akhir.

Malang, 291102

========================================
Pengirim : Gendhotwukir
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *