Hari Minggu sore kupergunakan untuk berjalan jalan ke Taman Ria. Letaknya
tidak jauh dari Senayan yang terkenal itu. Aku akan mencoba “kereta kilat” atau
jet coaster yang ada di sana. Aku sudah bertekad bulat.
Kalian heran, bukan? Naik kereta saja pakai bertekad segala… Baiklah
sebelumnya kuterangkan serba sedikit.
dannbsp;Karena kilat tidak sama dengan kereta biasa. Ia dapat meluncur cepat
sekali. Meluncurnya tidak lurus, melainkan berkelok kelok tajam, ditambah lagi
dengan tanjakan dan turunan yang curamnya bukan main.
Di sini kecepatannya dapat mencapai 150 km/jam.dannbsp;Kereta kilat itu meluncur
di atas “sebuah” rel panjang, yang terletak tinggi di atas tanah.dannbsp;
Ditunjang oleh tiang tiang besi yang tinggi rendahnya sudah diatur sedemikian
rupa, sehingga rel itu membentuk lekukan dan belokan. Panjangnya adalah 900
meter. Bagian tertinggi mencapai 17 meter.
Setelah membeli karcis, aku segera masuk ke gerbong paling muka. Seluruhnya ada
tiga gerbong. Setiap gerbong dapat memuat empat orang penumpang.
Seorang petugas segera mengikat pinggangku dengan ikat pinggang khusus yang
sudah tersedia di situ. Sempat kubaca di papan perhatian, supaya membuka
kacamata dan tidak membawa barang barang…
Aku yang pertama naik. Tidak lama seorang pemuda gagah juga naik dan duduk di
sampingku. Rupanya ia seorang periang, karena kulihat bibirnya selalu tersenyum.
Sementara itu gerbong gerbong lain di belakangku akhirnya diisi juga oleh
beberapa anak kecil dan orang dewasa. He… anak kecil berani juga, ya? Aku
heran.
Setelah siap semua, mulailah kereta itu bergerak. Perlahan lahan. Ia mendaki
sebuah tanjakan yang amat tinggi… baru kemudian dengan cepatnya meluncur
turun dan berhenti di tempatnya semula, setelah menyelesaikan perjalanannya
bekeliling melalui belokan belokan dan tanjakan tanjakan yang telah kuceritakan
tadi.
Aku mulai merasa ngeri. Kulirik pemuda gagah di sampingku. Ah… hebat dia.
Wajahnya masih saja tersenyum. Lebih hebat lagi anak anak kecil di belakangku.
Tidak hentinya mereka tertawa dan bercanda. Aku pun berusaha tersenyum, tetapi
susahnya….
Sementara kereta makin mendekati akhir tanjakan dan akhirnya sampai tepat di
atasnya.
Kulihat ke depan… ampun… relnya menurun curam sekali… 45 derajat Aku
tidak sempat berpikir lagi. Pegangan di gerbong kugenggam erat erat.
Kereta pun meluncur dengan derasnya, tidak mengenal ampun. Ujung turunan
mendekat dengan cepat sekali… dan mendaki kulihat di bawah sebuah terowongan
menganga, siap menelan Hur… kereta meluncur dengan derasnya masuk ke dalam
terowongan. Aku memejamkan mata. Sebelum sadar, kereta telah berada di sisi
yang lain, mendaki dan siap meluncur ke awah.
Rupanya belum cukup penderitaanku. Di bawah sebuah kolam air menanti… kereta
melaju cepat sekali… kupejamkan lagi mataku.
Angin berhembus dengan derasnya, berdesing desing di telinga. Sebuah turunan
yang terjal… sebuah belokan lagi yang dahsyat… dan akhirnya berhentilah
kereta kami di tempat semula, dengan mendadak sekali. Kepalaku seolah olah
terlempar ke muka.
Setengah sadar aku keluar dari gerbong. Teringat aku akan anak anak kecil tadi.
Kulihat… bukan main
Mereka tertawa tawa dengan gembiranya. Aku mengaku kalah, dan segera melangkah
pergi.
Beberapa langkah aku berjalan,… he, di manakah pemuda gagah yang tadi duduk
di sampingku?
Aku berhenti dan menoleh. Aduh, kasihan dia Dengan dibantu oleh beberapa
petugas, pemuda yang gagah itu perlahan lahan berdiri dan keluar dari gerbong
kereta “maut” itu. Jalannya terhuyung huyung. Senyumnya berubah seperti akan
menangis…
Coba saja kalian bayangkan, 900 meter ditempuh dalam waktu beberapa detik saja.
Luar biasa sekali, bukan?
Aku gembira, karena dapat menyelesaikannya dengan baik.

========================================
Pengirim : Conan
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *