Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang.
Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon pohon lain di sekitarnya.

Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang batangnya. Burung burung itu membuat lubang, dan mengerami telur telur mereka dalam
kebesaran pohon itu. Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hari harinya yang panjang.

Orang orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap
singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang orang itu sering
duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan dahan. “Pohon yang sangat berguna,” begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi.

Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit sakitan.
Daun daunnya rontok, ranting rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu di milikinya.
Burung burung pun mulai enggan bersarang disana. Orang yang lewat, tak lagi
mau mampir dan singgah untuk berteduh.

Sang pohon pun bersedih. “Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau
berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?” begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. “Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini?” Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering.

Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang.

“Cittt…cericirit…cittt” Ah suara apa itu?
Ternyata, ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya.
“Cittt…cericirit…cittt,” suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak
burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran
burung burung baru. Satu… dua… tiga… dan empat anak burung lahir ke
dunia. “Ah, doaku di jawab Nya,” begitu seru sang pohon.

Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka,
akan membuat sarang sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau bersarang disana. Burung burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering, ketimbang sebelumnya. Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. “Ah, kini hariku makin cerah bersama burung burung ini”, gumam sang pohon dengan berbinar.

Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya
kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya.
Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, airmata sang pohon tua itu,
membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam.

Malang, 09.11.2004 : memang sudah nasib :

========================================
Pengirim : loper
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *