Ada satu ajaran dalam lingkungan pesantren yang cukup menarik untuk diapresiasi. Tepatnya dalam kitab talim mutaallim, yang berisikan: “Aku adalah hamba dari orang yang mengajariku, walau hanya satu (ayat) katapun.”

Literatur sejarah Islam menyebutkan, “ayat” tersebut berasal dari perkataan Sayyidina Ali bin Abu Thalib ra.

Bila dipahami secara negatif, ayat tersebut bisa mengakibatkan terbentuknya pola hubungan ketertundukan yang bersifat total dari kalangan santri secara berlebihan pada kiai. Ini biasanya terjadi di lingkungan pesantren walaupun tidak secara keseluruhan.

Padahal, banyak hadis yang menyebutkan adanya proses terjadinya tanya jawab (dialog) antara sahabat dengan Rasulullah SAW tentang sesuatu hal. Misalnya begini, “…Sahabat bertanya, Rasulullah menjawab…”. Yang ini bisa dipahami bahwa sebenarnya Rasulullah mengajarkan pola hubungan, dialog yang sangat demokratis, dua arah. Bukan monolog Artinya, salah besar bila dalam pola interaksi kita sehari hari, ada seorang kiai, guru, ustad tidak mau dan “mengharamkan” untuk diajak berdialog.

Di sisi yang lain, bila dipahami secara positif, maka ayat di atas akan menjadikan kita sebagai manusia yang toleran, tidak tinggi hati, tidak merasa yang paling berilmu dan akan selalu menjaga langgengnya nilai persahabatan.

Dalam usaha memahami “pemahaman positif” dari ayat di atas, maka bisa saya umpamakan dalam ilustrasi begini:

Latar belakang diskusi di millist Wikusama. Misalnya Hilal, Zakki, Anam memosting tentang wawasan keislaman, tentang gerakan Islam Taliban. Kebetulan saya belum mengetahui itu sebelumnya. Maka bisa dikatakan Hilal dkk itu adalah guru saya.

Contoh yang lain, misalnya Arisandi, Noka, Dodik dll membahas soal sistem Unix/Linux, dan teman teman enjoy mengikutinya, artinya: Arisandi dkk itu adalah guru dari teman teman yang belum tahu dan menikmati pengetahuan itu.

Bila Hari Dawet, Supri, Hendro dll posting tentang jadwal tayangan siaran sepakbola Piala Dunia 2002 dan kita mengambil manfaatnya, maka Dawet dkk itu adalah juga guru kita. Dan begitu seterusnya.

Intinya, seseorang yang bisa bermanfaat secara ilmu apapun itu bentuknya bagi orang lain, menurut saya dalam memahami pengertian dan maksud ayat di atas, maka orang itu boleh dianggap sebagai guru. Karenanya, Wikusama, di samping sebagai forum silaturahmi alumni walaupun secara virtual, bisa juga dijadikan sebagai ajang diskusi antara santri (murid) dan guru.

Semua bisa berpeluang untuk menjadi santri, dan punya hak yang sama pula untuk bisa menjadi guru. Jadi, mari kita jadikan Wikusama sebagai sahabat, sekaligus guru kita. Bravo Wikusama

[c] aGus John al Lamongany, 17 Jan 02

========================================
Pengirim : Gus John
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *