Komik ini dulu sering saya baca di majalah HUMOR, tidak lucu tapi menggelikan,
menggelikan karena menggambarkan kebodohan kita sendiri.
Bayangkan jika sambil tertawa kita juga dapat bicara tentang
kebenaran. Itulah semboyan yang terdapat di atas gambar cap
maskot wajah si Legenda Sawung Kampret di antara gambar kelinci
tapi mirip tikus. Terserah pembaca menafsirkannya. Perihal
pendekar komik si Sawung Kampret ini, apakah secerdik kancil atau
selihai tikus ? Tapi bagaimana karakter unik itu dipadukan, kita
bisa saja menafsirkan Sawung Kampret itu adalah pendekar yang
pintar pintar bodoh atau sebenarnya dia pintar tapi dia tidak
tahu, atau dia memang tidak mau terlihat pintar.
Sawung Kampret seperti gambaran bangsa kita. Bangsa yang kaya
dengan karakter dan pribadi yang unik. Yang sebenarnya kaya
dengan pengetahuan tapi tidak pernah kita sadari kekuatannya jika
dipadukan. Seperti Sawung Kampret, dalam darah, hati dan
pikirannya mengalir perpaduan keturunan segala suku bangsa. Aceh,
Bugis, Padang, Batak, Madura, Ponorogo dan entah apa lagi, namun
karena lahir di daerah Ujunggaluh (Surabaya) maka ia dikenal
dengan nama Sawung Kampret.
Keturunan legenda Panji Koming yang mendapat hadiah kering Sawung
Kampret dari Raja Wikramawardhana. Nama keris pusaka turun
temurun Sawung Kampret (kampret artinya kelelawar) dijadikan nama
anak dari Sawung Nogo seorang pendekar awal abad 17 di
Ujunggaluh. Riwayat hidup Sawung Kampret sangatlah unik.
Sesungguhnya letak keberhasilan Sawung Kampret dalam setiap
misinya adalah pada penguasaan bahasa asing dan banyak bahasa
suku Indonesia dan keterampilan silatnya yang dikembangkannya
dari bentuk aslinya. Penguasaan bahasa dan keterampilan silatnya
didukung dengan strategi pertahanan diri yang unik dari musuh dan
keterbukaannya untuk belajar kepada alam atau bahkan kepada sosok
Belanda dan Cina sekalipun.
Maka jadilah Sawung Kampret berguru dengan Doktor Van Klompen
yang mengharapkan ia menjadi seorang ilmuwan dan menjadi kakek
angkat. Berguru silat dengan Aki Badakngajentul yang
mengharapkannya menjadi pendekar. Tan Ping San, pedagang Cina
yang mengajari arti kerja keras, waktu dan nilai setiap tetes
keringat, menjadi kakak angkatnya, mengurus dan melindungi Sawung
Kampret sejak kecil bersama dengan Bang Aum kakak angkat pribumi
yang mengharapkan Sawung Kampret menjadi petani seperti dirinya.
Bayangkan jika ia bukanlah tokoh rekaan komik. Tentunya dia
adalah sosok yang memiliki riwayat hidup yang unik dan mungkin
menjadi harapan yang nyaris ideal seorang manusia Indonesia baru
yang cerdik, terampil, pekerja keras, dan bertahan dalam segala
kondisi.
Adalah Dwi Koendoro, pribadi yang spontanitas dan ekspresif. Ia
menciptakan ide imajinasi yang berhasil direkonstruksikan oleh
pikiran dan keterampilan teknis visual yang menghasilkan imej
akan gambaran sosok pendekar Sawung Kampret yang dikondisikan
tidak merasa dirinya pendekar itu dalam bentuk komik laga canda,
Roman Hwarakadah Zaman VOC Abad 17, yang merupakan legenda
keturunan Panji Koming, yaitu Legenda Sawung Kampret I dan II.
Selanjutnya ada puluhan kisah kisah legenda Sawung Kampret
lainnya yang diterbitkan untuk menjawab tantangan dunia ide
penciptaan Indonesia baru, khususnya dunia komik dan dongeng
segala usia. Sawung Kampret pendekar yang unik dan tidak bisa
tidak untuk tidak disayangi oleh tokoh tokoh yang dekat dengannya
dalam cerita dan pembaca yang setia mengikuti kisah kisahnya
sebelumnya di majalah Humor dan di serial televisi swasta
beberapa tahun yang lalu. Sawung Kampret, pendekar yang bisa
nakal, konyol, tahan dalam kondisi apa pun ini juga bisa
menangis. Pendekar komik yang humanis dan sederhana saja
kemauannya, yaitu tentang bagaimana berbuat baik dan berguna
untuk lingkungannya. Pada akhirnya kesederhanaan kemauannya itu
merupakan proses lain dari kecintaannya pada sejarah dan tanah
leluhurnya. Indonesia.

========================================
Pengirim : loper
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *