Ting…Tong… suara bel di rumah Nadya berkumandang. Dengan langkah gontai Nadya keluar dan membuka pintu.
SRETT….

“Pagi, Neng ? Pagi pagi gini kok masih tidur sih Neng?” Seorang tukang pos memberikan surat kepada Nadya. Tanpa menggubris pertanyaan pak pos Nadya langsung kembali masuk.
Matanya yang masih setengah terpejam memilah milah surat yang ditangannya. Tangannya yang lincah terhenti ketika ada surat yang ditujukan kepadanya. “Heh… dari siapa nih ? Kok, nggak ada namanya.” Nadya bergumam dalam hati.
SREET… SREET… Nadya merobek amplopnya dan mulai membaca suratnya.

Dear Nadya,
Seandainya kita akan selalu bersama.

Nadya membolak balik suratnya, “Hanya dua baris ?” Nadya mengernyitkan alisnya. “Dasar usil, apa nggak ada pekerjaan lain? ” Pagi hari ini Nadya kesal dengan kedatangan surat kaleng dengan mengirim kata yang tak dimengerti.
Hampir tujuh hari, Nadya selalu mendapat surat kaleng dengan isi yang sama. Nadya tidak ngerti apa maunya si pengirim surat ini.
Ting… Tong… Nadya membukakan pintu tapi Nadya tidak melihat seorangpun tapi dia melihat sesuatu dibawah, Sebuah surat. Dengan kesal Nadya merobek amplopnya dan mulai membaca.

Dear Nadya,
Kita harus bicara, kutunggu di lapangan hijau jam tujuh malam.

Nadya mengernyitkan alisnya dan mulai ragu dengan permintaan yang tertera disurat itu. “Apa yang harus kulakukan?”
Ketika hari mulai sore Nadya semakin gusar apakah dirinya harus menuruti kemauan si pengirim surat tersebut? “Ahh… jika aku tidak datang nanti dia akan menerorku terus jadi biar cepat selesai aku akan datang.”
Ketika jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam, “Ma… Nadya mau keluar sebentar yaa…?” Nadya berpamitan dengan ibunya. “Memangnya malam malam begini mau kemana, Nad ?” Nadya mau ketemu sama teman, Ma. Nggak lama kok paling setengah jam nanti langsung pulang.” Setelah diberi ijin oleh Mamanya Nadya langsung menuju ke lapangan hijau.

Saat jam menunjukkan pukul tujuh malam, Nadya berdiri seorang diri ditemani oleh lampu yang menyinarinya.
“Aku nggak nyangka kalau kamu menepati janji.” Nadya menoleh menuju kearah suara misterius.
“Si…Siapa kamu ?” Nadya berusaha menjaga suaranya. “Kamu sudah melupakanku, Nad.” Suaranya yang kecil terbawa oleh angin malam. “Aku adalah sahabatmu yang kau hempaskan ketika kita sedang piknik, kamu lupa ? ” Suaranya berubah menjadi dingin.
Nadya melangkah maju mendekati si pemilik suara dan… tiba tiba Nadya tersentak.
“Ka… Kamu…. Ti… Tidak mungkin, Ka… Kamu’kan… Su… Su…” Nadya tidak dapat melanjutkan kata katanya.
“Maksudmu sudah mati kan. Ha…Ha… tidak…Nad. Kamu pernah bilang kalau kita akan menjadi sahabat selamanya dan sekarang aku menagih janjimu, Nad.”
“Siska… apa maksudmu?” timbul perasaan takut dalam diri Nadya. “Maksudku adalah ini.”

Siska mengeluarkan pistol dari jaketnya. “Aku sendirian, Nad. Aku butuh teman.”
“Ja…Jang…” DORR….DORR….

Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Siska sudah menembak Nadya tepat dibagian dada sebelah kiri.
“Heh… Akhirnya aku tidak sendirian lagi.” Tubuh Siska mulai memendar perlahan lahan dengan senyuman bahagia yang tersungging dibibirnya.

Keesokan harinya, mobil ambulans dan mobil polisi meraung raung di lapangan hijau.

========================================
Pengirim : desain
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *