�Kamu masih ulat, serakahlah �.

Aku terhenyak. Ulat, sebuah kosa kata baru bagiku jika dikaitkan dengan keserakahan. Mungkin aku yang terlalu na�f, atau barangkali aku sekedar pura � pura.

Tapi, kemudian memang aku tidak pernah berhenti memikirkannya. Ulat dan serakah. Seharusnya aku sudah tahu dari dulu, bahwa ulat memang serakah. Anakku yang belum genap lima tahun usianya pun tahu, ulat serakah, pemangsa, perusak dan puluhan kata buruk lainnya.

Pikiranku melompat ketika aku dan anakku bermain di halaman depan rumah. Aku tengah memandangi kolam kecilku, ketika anakku beteriak,

�Pa, bunuh ulat itu, habis pohon kita nanti.�

Aku tersenyum dan menjawab,

�Kakak suka kupu?� (Aku memanggilnya Kakak untuk Adiknya.

�Suka.�

�Kupu � kupu yang cantik itu berasal dari ulat.�

Kami lantas larut dalam metamorfosis kupu, hingga akhirnya, kutanyakan sebuah hal pada anakku,

�Masih mau dibunuh ulat itu ?�

Dia tersenyum dan menggeleng.

Dia mungkin tidak paham benar, namun dia mengerti, bahwa kupu � kupu yang indah itu justru terlahir dari ulat yang menjijikkan dan cenderung merusak. Dan dia tidak mau kehilangan itu.

�Kamu masih ulat, serakahlah �.

Kembali kepada ulat dan keserakahan, aku lantas tersenyum. Manusia memang tidak berbeda dari ulat. Dia melewati tahapan � tahapan metamorfosis yang membuatnya berbeda dari waktu ke waktu. Tapi, buat memilih jadi ulat aku tidak berani. Takut ketentho, terbawa � bawa dan akhirnya aku bahkan takut lupa untuk menjadi kupu � kupu. Jadi ?

========================================
Pengirim : moumtaza
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *