Mas Kewah

May 5, 2004

Mas Kewah (Masyarakat Kelas Bawah) berfikir, dengan jatuhnya presiden yang telah memerintah berpuluh tahun itu dari jabatannya, kemakmuran dan perbaikan hidupnya, seakan terpampang dimatanya.

Maka munculah nama seorang yang menurut kebanyakan orang adalah orang terpintar di Indonesia untuk menjadi presiden ke tiga di Indonesia. Namun masa jabatan presiden yang sangat singkat itu, membekaskan nama buruk bagi aparat hukum Indonesia dalam bidang HAM, karena terjadinya tragedi Timor Timur dalam masa pemilihan untuk tetap dalam NKRI atau memilih merdeka.
Bukan berarti presiden itu yang bersalah, tapi boleh di katakan akibat dari keputusannya yang tentunya setelah hasil rapat dengan pejabat pejabat lainnya di Indonesia itulah maka semuanya terjadi.
Sedangkan harapan Mas Kewah, masih sebatas harapan saja.

Kemudian partai yang dimasa itu menjanjikan dan memberikan harapan, bahkan seolah berdiri di pihak
Mas Kewah memperoleh suara terbanyak. Mas Kewah sangat senang, harapan semakin besar. Impian dan hayalan Mas kewah membumbung tinggi. Namun kemudian Indonesia di pimpin oleh seorang lain yang bukan dari partai yang menang itu. Namun tak apa, karena sosok orang yang Mas Kewah kagumi masih menjadi orang terpenting di Indonesia juga.
Tapi harapan tinggal tetap harapan, dan segala hayalan masih belum terpenuhi, bahkan koran koran dan televisi memberitakan segala macam protes dan kehidupan masih terus seperti yang dulu, keributan disana sini, langit Nusantara masih sering kehitaman oleh asap yang keluar dari gedung gedung yang terbakar di berbagai daerah. Tanah persada masih suka memerah oleh darah putri pertiwi yang masih suka bertikai.

Sampai suatu ketika, sosok yang jadi idaman Mas Kewah, menjadi orang nomor satu di Indonesia. Mas Kewah bahagia, Mas Kewah senang, rasanya harapan dan hayalan akan segera terwujud. Namun setelah sekian lama menunggu, yang ada bukan membaik, malah bertambah buruk. Korupsi semakin merajalela,
Yang lama belum tercuci habis, yang baru timbul dengan bangganya.
Mas Kewah putus asa, sedih dan berang hatinya. Siapa lagi yang bisa diharapkan.
Kalau yang dibanggakan dulu itu, dengan gencar menjanjikan perubahan hidup untuk keluarga Mas Kewah, tidak bisa lagi diharapkan.

Kenyataan yang dihadapi Mas Kewah adalah, yang buruk semakin buruk, yang baikpun menjadi buruk.
Peraturan lalu lintas yang tidak lagi dipatuhi oleh pengguna jalan, begitu pula aparat yang seharusnya menertibkan seakan buang muka, enath karena enggan menindak, dikarenakan percuma menindak karena toh masyarakat tidak punya uang untuk membeli surat tilang. Atau karena kini negara Indonesia sudah menjadi kekuatan rakyat dengan wadah Reformasi.

Jalan jalan bertambah macet, dengan ketidak sabaran para pengemudi dan kesombongan para pengemudi yang tidak memberikan jalan pada pengemudi lainnya, seakan merasa hebat, bila bisa maju lebih dulu, walaupun bukan waktunya.

Begitu banyaknya taksi yang beroperasi di Jakarta, walaupun menurut hukum, tidak boleh lagi di keluarkan ijin pertaksian di Jakarta, namun para pengusaha dan pejabat terkait, memberikan ijin di luar Jakarta, namun tetap saja per operasiannya di Jakarta.

Para pengemudi angkutan umum yang dengan se enaknya mengangkut dan menurunkan penumpang dimana saja mereka suka. Semakin banyaknya anak anak usia sekolah bahkan boleh di bilang Balita, berkeliaran di simpang simpang jalan, untuk menanti belas kasihan orang.

Mas Kewah sempat juga tertawa, ketika meliwati beberapa rumah di berbagai wilayah kota Jakarta yang mirip dengan sangkar burung, karena rumah mereka di lingkari dengan besi besi pengaman. Tidak bedanya dengan sangkar burung. Seakan penghuninya merasa tidak aman tinggal di negara sendiri. Padahal hal semacam itu tidak pernah terlihat di jaman pemerintahan yang banyak di sebut orang masa korupsi.

Penggusuran dimana mana, pemberhentian pegawai di mana mana, banjir di mana mana, pengangguran bertambah.
Mas Kewah ingat pada jaman pemerintahan yang sangat tidak disukai oleh rakyat, Mas Kewah takut sekali membawa senjata tajam walau dengan alasan apapun, karena bila tertangkap aparat, akan besar biaya yang harus dikeluarkan bila ingin bebas. Namun setelah orang nomor satu itu jatuh, ada sekelompok orang yang dengan bebasnya memamerkan kekuatannya dengan membawa pedang panjang, bahkan berpawai disakssikan oleh aparat yang seakan sudah tidak punya lagi kekuatan dibalik baju tugas yang didapat dari keringat rakyat itu.

Pengendara roda duapun kini, tidak lagi merasa menggunakan helem diperlukan, sehingga mereka bebas berkeliaran tanpa helmet. Mas Kewah hanya dapat menggelengkan kepala saja menghadapi semua itu.

Timbul dalam hati Mas Kewah untuk tidak lagi memilih partai yang dulu dibanggakannya. Maka pada pemilu yang lalu Mas Kewah tidak memilih satu partaipun. Ketika istri Mas Kewah bertanya kenapa tidak memilih salah satu, Mas Kewah tidak menjawab sepatah katapun.
Namun dalam hati Mas Kewah, serba salah. Memilih partai yang dulu dibanggakannya, ternyata hanya memberikan harapan, sedangkan untuk memilih yang dulu di bencinya, masih belum percaya. Tapi apabila memilih partai partai baru, yang penuh janji, Mas Kewah merasa terlalu dilambungkan sehingga perutnya mual.

Mas Kewah, duduk di kursi usangnya dikarenakan sering terendam banjir. Sambil berfikir. Dalam pikirannya itu timbul pertanyaan. Dulu ketika jaman dimana partai yang dibencinya itu berkuasa.
Hidup Mas Kewah tidaklah terlalu susah seperti sekarang ini. Memang terdengar nyaring, bahwa korupsi dimana mana, namun negara ini aman, dan dihormati oleh bangsa lain. Tidak pernah terdengar ada gelegar kematian seperti yang terdengar di Bali, Jakarta dan beberapa kota lain.

Kini, setelah yang berkuasa justru orang yang diharapkan, malah sering terdengar gelegar dimana mana.
Apalagi saat saat setelah kejatuhan orang nomor satu dulu itu, penjarahan dimana mana, kaum etnis di rusak tokonya, di jarah, diperkosa anak anak wanitanya, dipukuli kaum prianya. Sehingga golongan minoritas itu hijrah keluar negeri dengan membawa seluruh harta kekayaan nya yang tersisa. Menutup pabriknya, tokonya, sehingga semakin banyak pengangguran. Mas Kewah merasa rugi, karena kaum minorits itu membawa semua kekayaannya keluar negeri dan membangun usaha di uar negeri dimana mereka tinggal sekarang.

Mas Kewah, merasa dibohongi oleh orang orang kelas atas. Dengan dalih bahwa jaman pemerintahan dulu adalah penuh korupsi, namun bila di ingat oleh Mas Kewah, dirinya tidak merasa dirugikan. Justru orang orang kelas ataslah yang merasa iri dengan semua itu, sehingga menghasut teman teman Mas Kewah agar menggulingkan pemerintahan lama itu. Kini setelah terpilih, orang orang yang menghasut itu justru bungkam, bahkan melakukan hal yang sama, bahkan lebih lagi. Korupsi dan korupsi.
Dan justru korupsi kali ini, terasa dampaknya oleh Mas Kewah.

Mas Kewah bertanya haruskah negeri ini dipimpin oleh sipil lagi? Sedangkan telah berapa kali negeri Mas Kewah di pimpin oleh sipil, bukannya bertambah baik, dalam segi ke amanan, ketertiban dan kemanusiaan, malah justru bertambah buruk dimata sesama warga maupun dimata orang asing.

Mas Kewah kini tidak sabar untuk datangnya pemilihan presiden pada Juli nanti.
Sambil menarik dalam hisapan rokok nya, Mas Kewah melayangkan harapan dan hayalan diantara kepulan asap rokoknya yang tinggal sebatang itu.

Semoga harapan dan hayalan mu terwujud yah Mas Kewah.

========================================
Pengirim : Jacky Alcatras
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *