Boleh Pilih Perempuan
Jika Tak Ada Calon Laki laki

Sebenarnya pendapat para ulama tentang presiden perempuan tidak ada yang aneh. Normal dan berlandasan. Tetapi karena menjadi polemik, akhirnya muncul beberapa bias. Sehingga reaksi keras berupa kecaman dari Hasyim Muzadi cukup disesalkan.

COBA kita simak pendapat KH Abdullah Faqih dari Pondok Pesantren Langitan, yang juga hadir dalam pertemuan para kiai khos NU di Pondok Pesantren Raudlotul Ulum, Besuk, Pasuruan, Jawa Timur, Kamis pekan lalu. Dikatakan Kiai Faqih, bahwa jika masih ada calon laki laki di antara calon wanita, sebagai ikhtiar umat Islam harus memilih yang laki laki.
�Namun, jika nanti calon laki laki tidak terpilih dan yang terpilih adalah Megawati, secara moral, kita harus mendukungnya. Karena kita memang harus mendukung pemerintahan yang sah, apalagi dihasilkan melalui pemilu yang disepakati rakyat kebanyakan. Tetapi, dalam ikhtiar ini, kita harus memilih yang laki laki,� tandasnya. Cukup jelas maknanya.
Karena itu, sang tuan rumah dalam pertemuan itu, KH Muhammad Subadar, mengatakan, karena ikhtiar itulah, maka muncul wacana bahwa presiden perempuan tidak boleh dipilih, khususnya bagi warga nahdliyin. Apalagi, PKB, yang notabene partai yang lahirnya difasilitasi PBNU, telah menetapkan KH Ir Salahuddin Wahid bin Wachid Hasyim, yang tak lain adalah adik kandung Gus Dur untuk maju sebagai Calon Wakil Presiden, bersama Capres Wiranto.
Pertemuan itu sendiri bukan main main. Karena dihadiri sejumlah kiai berpengaruh di Jawa Timur, yang juga ahli hukum fiqh. Para kiai itu adalah KH Abdullah Faqih (Langitan), KH Anwar Iskandar (Dewan Syuro DPW PKB Jatim), KH Khotib Umar (Jember), KH Sholeh Kosim (Wakil Syuriah PWNU), KH Lutfi Abdul Hadi (Wakil Dewan Syuro DPW PKB Jatim), KH Idris Hamid (Pasuruan), KH Abdul Hak (Probolinggo), KH Munib Jazuli (Kediri), KH Nur Huda (Kediri), KH Muafah Asyari (Tulungagung), KH Jafar Yusuf (Surabaya), KH Basyir (Probolinggo), dan KH Ubaidillah Abdullah Faqih (Tuban).
Selain itu, hadir juga beberapa nama kiai terkemuka lainnya, yaitu, KH Nawawi Abdul Jalil (Pasuruan), KH Abdul Alim (Pasuruan), KH Abdullah Schal (Bangkalan), Habib Muhammad (Probolinggo), Habib Jafar (Probolinggo), KH Hasan Abdul Wafi (Bondowoso), KH Hamid Manan (Probolinggo), KH Kholil Asad (Situbondo), KH Sufyan (Situbondo), dan KH Abdul Wahid Zaini (Probolinggo) serta tuan rumah KH Muhammad Subadar (Pasuruan).
Setelah menggelar pertemuan tertutup tertutup sekitar 2 jam, para kiai NU tersebut merumuskan lima keputusan. Dalam poin pertama, mereka menyatakan mendukung sepenuhnya keputusan DPP PKB yang mencalonkan Gus Solah sebagai cawapres yang berpasangan dengan Capres Wiranto.
Karena hal itu adalah sebuah ikhtiar, maka munculah wacana bahwa memilih capres wanita hukumnya haram. Para kiai tersebut berpendapat, secara sari (hukum Islam), kecuali dalam kondisi darurat, memilih presiden perempuan hukumnya haram.
Kendati demikian, Kiai Subadar menegaskan bahwa wacana itu bukan dimaksudkan untuk capres PDIP Megawati yang berpasangan dengan Ketua Umum PBNU (nonaktif) Hasyim Muzadi. Dia menandaskan, seandainya Gus Solah saat ini digandeng Megawati, para kiai tetap akan mengeluarkan sikap yang sama. “Ini sudah ketentuan sari. Bukan penilaian antarperson. Nggak ada urusan siapa digandeng siapa. Presiden wanita secara sari tidak diperbolehkan, kecuali keadaan darurat,” paparnya.
Salah satu kiai khos asal Pasuruan itu menegaskan, sikap para kiai tersebut didasarkan pada ajaran ahli sunah waljamah ala madzahibil arbaah, yang mengacu kepada empat mazhab, yaitu Syafii, Maliki, Hanafi, dan Hambali. Yang menyatakan bahwa seorang presiden tidak boleh berasal dari perempuan. Disebutkan, seorang wanita diperbolehkan jadi presiden bila dalam kondisi darurat.
Nah, dalam Pemilu Presiden 5 Juli mendatang, ada dua pertimbangan yang memperkuat pendapat para kiai tersebut. Pertama, ada empat calon presiden laki laki. Kedua, PKB telah menetapkan Gus Solah dan Wiranto, sebagai pasangan yang harus diperjuangkan. �Dari situ sudah jelas, bahwa keadaan sekarang sama sekali tidak darurat,� tandas Kiai Subadar, panggilan akbrabnya, seraya mengatakan, bila ada sebagian kiai NU yang membolehkan wanita jadi presiden, itu dipulangkan ke pribadi masing masing.
Keputusan lain yang dihasilkan sebagai Tausiyah adalah imbauan kepada umat Islam dan seluruh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih untuk menggunakan hal pilihnya dengan baik. Mengimbau kepada seluruh warga negara Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Timur, untuk menjaga ketenangan, ketertiban, serta persatuan dan kesatuan bangsa.

Bentuk Keprihatinan
Sementara itu, Ketua DPW PKB Jawa Timur, Drs H Choirul Anam menilai keputusan pertemuan kiai di Ponpes Roudhlatul Ulum Pasuruan bukanlah keputusan yang bermuatan politis. Keputusan tersebut merupakan bentuk keprihatinan kiai terhadap NU. �Fatwa kiai yang mengharamkan perempuan bukan bermuatan politis, namun keputusan tersebut merupakan bentuk keprihatinan kiai terhadap NU,� kata Cak Anam, Jumat (4/6).
Dikatakan beberapa kiai NU yang hadir saat itu seperti KH Abdullah Faqih, KH Chotib Umar, KH Muhammad Subadar dan beberapa kiai lainnya prihatin terhadap NU yang lebih memilih ke jalur politik praktis. NU hanya digunakan sebagai kendaraan politik untuk memuluskan kekuasaan.
�Kiai tersebut benar benar prihatin akan NU, yang seharusnya digunakan untuk organisasi keagamaan. Oleh karena itu segala penilaian sehari hari selalu didasarkan pada pandangan keagamaan dan bukan pandangan politik,� katanya.
Masih menurut Cak Anam, keputusan kiai tersebut juga merujuk pandangan Agama Kitabul Fiqh Empat Madzab, yang mengartikan Islam tidak memperbolehkan wanita memimpin Negara jika keadaannya tidak darurat.
�Dengan pandangan agama tersebut, kiai hanya memberikan penjelasan dari sudut pandang agama, dan bukan bermuatan politis. Perkara fatwa kiai ini tidak diturut oleh warga NU, itu terserah masyarakat. Tugas kiai hanya memberikan nasehat berdasarkan agama,� katanya.
Perihal diskursus yang berkembang, yang menyatakan keputusan Munas Alim Ulama di Lombok bertentangan dengan pendapat Ulama di Pasuruan, Cak Anam mengatakan keputusan para Ulama NU di Ponpes Qomaruddin Bagu Lombok Tengah November 1999 silam itu tidak membahas masalah presiden Wanita, namun kedudukan wanita. Para ulama menegaskan kedudukan Wanita sangat dimuliakan betul oleh Islam, hingga menyebutkan bahwa sorga di telapak kaki ibu.

Tanda Demokrasi
Bagaimana komentar Gus Dur? Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB KH Abdurrahman Wahid menilai pendapat para kiai di Jawa Timur tidak akan mematikan iklim demokrasi di Indonesia. Justru munculnya pandangan itu menunjukkan adanya sebuah demokrasi. Meski Gus Dur sendiri, secara pribadi tidak tertarik dengan hal hal semacam itu.
�Justru dengan adanya pendapat yang berbeda beda itulah demokrasi. Kalau uniform (seragam, red) ya Pak Harto lagi,� kata Gus Dur kepada wartawan di VIP bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Jumat (4/6), sebelum berangkat ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan Umrah bersama Marwah Daud Ibrahim dan rombongan.
Dalam tubuh NU, kata Gus Dur, biasa ada perbedaan pendapat. �Biasa orang berbeda pandangan. Tetapi saya tetap menghormati KH Abdullah Faqih.� Sekarang terpulang kepada pribadi masing masing. Apakah warga nahdliyin masih mendengar nasehat para kiai atau tidak?
Yang pasti, di luar mainstream NU, sejumlah aktivis dan analis memang menilai raport Megawati jelek. Gaya kepemimpinan dan program pemerintahannya dianggap jauh dari harapan rakyat. Karena itu, Koordinator Pokja Perempuan Mahardika, Vivi Widyawati, berharap fatwa para kiai itu dikeluarkan bukan karena Megawati perempuan, tapi karena memang program kerja Megawati tidak bagus.
Pokja Perempuan Mahardika melihat, Megawati adalah rezim sipil yang berwatak militeristik. Megawati telah gagal dalam berbagai hal. “Tidak satu pun pelanggar HAM yang dibawa ke pengadilan, terjadi penggusuran yang tidak manusiawi, mengesahkan UU yang tidak berpihak pada orang miskin. Pemerintahannya juga tidak membawa kemajuan bagi dunia perempuan,” kata Vivi.(ss)

========================================
Pengirim : SS
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *