Apakah Aku Masih Warga Indonesia?
Dua belas tahun lebih aku sudah aku bekerja di Hong Kong sebagai seorang TKW, konkretnya sebagai pembantu rumah tangga.
AKU tidak pernah memandang pekerjaan yang memberikan penghasilan kepada diri dan keluargaku sebagai sesuatu yang hina. Karena aku memandang kerja itu mulia dan aku hidup dari buah kerjaku, bersandar pada dua tangan perempuanku yang bekerja tanpa menadah belas kasihan. Kerja membentuk manusia.
Sementara tanah air sendiri tidak memberikan jalan keluar apapun kepada jutaan anak bangsa dan negeri serta warga republik yang didesak kesulitan kepapaan, sehingga ribuan dan ratusan ribu, bahkan jutaan mereka, termasuk diriku, harus mengadu nasib di rantau orang.
Tentu saja pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga bukanlah jenis pekerjaan ideal, apalagi bagiku yang pernah mempunyai latarbelakang pendidikan universitas, sekalipun drop out Tapi coba hitung, hitung dengan teliti, berapa drop out yang menjadi penganggur, berapa lulusan universitas yang menjadi penganggur, dan berapa panjang barisan pengangguran di negeri kita. Siapa yang memberi mereka jalan kehidupan. Pemerintah, Republik?
Anda barangkali, Anda yang memandangku dengan sebelah mata, Anda yang mencegatku di bandara sebagai sasaran rampokan dan perkosaan? Benarkah pemerintah dan Republik memecahkan masalah ini. Benarkah Republik membela dan melindungi warganya?
Kenyataan yang terjadi sampai sekarang adalah para warga yang lebih peduli kepada Republik daripada Republik kepada warganya. Apalagi para pejabat yang sibuk dengan urusan KKN. Mereka lebih peduli pada kedudukan mereka dan kenyamanan kedudukan mereka. Karena itu aku bangga para diriku. Bangga baik sebagai anak bangsa dan negeri maupun sebagai warga Republik yang di samping bisa menghidupi diri juga bisa menghidupi keluarga dan kongkretnya menumbang Republik.
Melalui pekerjaanku sebagai pembantu rumah tangga aku menghargai diri sebagai anak manusia, perempuan, anak bangsa dan negeri serta warga Republik. Lepas dari jumlahnya, aku telah memberikan sumbangan devisa kepada Indonesia. Sementara yang lain menggeroti bangsa, negeri dan Republik.
Kalau berbicara soal hukum dan perlindungan hukum yang kami dapatkan sebagai TKI/TKW di Asia sebagai pembantu rumah tangga di sini semuanya adalah hasil perjuangan kami sebagai TKI/TKW. Bukan karena Republik. Dari segi ini, kami sesungguhnya lebih Indonesia dari Republik Indonesia dan pemegang kekuasaan politik Republik Indonesia sendiri. Melalui tindakan dan aksi konkret, kami membela bangsa dan negeri serta Republik.
Tetapi apa yang terjadi di tanah air. Yang aku khawatirkan benar benar terjadi. Dari mana pun datangnya, ada pihak tertentu yang menjual penderitaan kami demi kepentingan diri. Menjual darah daging dan keringat kami demi diri mereka.
Dari keadaan demikian, aku bertanya pada diri sendiri; apakah aku masih warga Republik dan Indonesia? Jika masih warga Republik Indonesia, mengapa para pejabat Republik serta perwakilannya memperlakukan TKI/TKW secara tidak manusiawi? Dibandingkan dengan Philipina yang gigih dan membela warganya yang bekerja di luar negeri, Indonesia sebagai negara dan Republik, sangat jauh tertinggal.
Karena itu aku bertanya dengan menegakkan kepala mata tajam: Apakah aku masih warga Republik dan Indonesia? dan di mana Republik dan Indonesia?
Hong Kong, Juni 2004
Mega Vristian
========================================
Pengirim : SS
========================================