Khitbah

Aug 2, 2004

Cinta memang indah dirasa, tanpa kata � kata yang mampu menggantikan kedudukannya. Bunga tidak jua tapi janganlah engkau coba � coba meracuninya dengan aktivitas yang tercela.�Baiklah sampai disini pertemuan kita kali ini, assalamu�alaikum warohamtullahi wabarokatuhu�. Dinda menarik nafasnya dalam � dalam, diliriknya arloji yang dari tadi menunggu setia dipergelangan tanganya.�Huh� � Dinda menghempaskan nafasnya perlahan lahan �Sudah jam 5.� Gumamnya dalam hati.Para peserta menthoring yang sedari tadi asyik ngobrol dengan temannya sudah mulai menghilang satu demi satu. Ketika Dinda hendak beranjak dari tempat duduknya, tiba � tiba kedua bola matanya menangkap sesuatu yang mengherankan.�He, buku siapa ini�?� tanyanya dalam kebingungan.Tak seorangpun dari peserta menthoringnya yang tahu tentang buku yang dimaksud oleh Dinda. Buku itu terletak dibawah alamari tempat menyimpan mukena yang tak pernah dipindahkan, Dinda pun mencoba untuk meraihnya, tapi usaha untuk meraihnya hanya pengorbanan yang sia � sia.�Ada yang bisa membantuku?� pintanya pada yang lain; yang sedari tadi hanya berdiri mengitari Dinda tanpa membantu sedikitpun.�Baiklah.� Dengan serentak mereka menjawab dan serta merta mereka mengangkat dan menggeser alamari itu. Dengan mudah akhirnya Dinda dapat mengambil buku tersebut, stelah buku itu terambil, tanpa komandopun; almari itu ditempatkan kembali seperti semula. �Terima kasih semuanya.� Dinda tersenyum manis pada semua teman yang telah membantunya untuk mengambil buku tersebut. �Sama � sama.� Terdengar koor serentak jawaban dari semua teman � teman Dinda, seolah ingin menyanyikan sebuah lagu. Dibersihkannya debu yang menempel pada buku yang baru saja ditemukannya. Disana terlihat dengan jelas judul buku yang tepampang besar �Sistem Pergaulan dalam Islam� tapi nama pengarang buku tersebut yang terletak diatas judul sudah tidak bisa dibaca dengan jelas. Dindapun akirnya terdiam sejenak, Dinda terus mengulang kata � kata itu dalam hatinya; sambil pikirannya menerawang jauh mencoba membuka file �file yang ada dalam kepalanya. Diliriknya sejenak arloji yang mengkilap keemasan hadiah dari abah yang sanggat Dinda sayangginya. Ternyata sang waktu tak mau diajaknya untuk berkomromi, sang jarum sudah menunjukkan pukul lima lebih tiga puluh menit.�Wah gawat � Dinda pun tercekat kaget, segala file yang telah dibukanya, mendadak buyar dengan seketika. Dinda dengan segera memberskan semua barang barang yang dimilikinya dan tak lupa Dinda pun membawa buku yang telah dia temukan untuk diselidiki siapa gerangan yang pemilik buku tersebut.Terdengar suara sepatu saling beradu dengan jalanan di sepanjang kampus, meninggalkan musola tempat Dinda mengisi menthoring untuk anak � anak semester genap sore itu. Langkah Dinda terdengar semakin ringan menghampiri area peristirahatan, dimana diletakkannya mobil kijang yang sedari tadi dibawa untuk menemaninya ke kampus. Terdengar deruan khas mobil yang dipaksakan untuk segera meluncur meninggalkan arena parkir tersebut, suara adzan maghrib serasa mengiringi suasana arus lalu lintas yang sedang terjadi. Deru debu berterbangan kesana kemari bercampur dengan asap kendaraan, menari � nari, melenggak � lenggok seolah � olah menikmati pesta di sore hari. Tak terasa sebelum iqomah selesai dilantunkan; Dinda sudah menginjakkan kaki didepan rumahnnya. �Assalamu�alaikum.� Seperti biasa Dinda selalu mengucap salam setiap akan masuk kerumahnya. Didalam rumah terlihat sepi � sepi saja, tapi Dinda tak khawatir; karena Dinda tahu pasti keluarganya sedang menunaikan shalat maghrib berjamaah di musola belakang. Tanpa pikir panjang Dinda melanjutkan langkahnnya ke kamar mandi guna mngambil air wudlu, dan segera menempati shof yang masih kosong. Selesai shalat; sudah menjadi tradisi keluarga Dinda bahwa acara selanjutnya adalah tadarus Al � Qur�an bersama � sama, hingga adzan isyak dikumandangkan. �Ayo kita makan bersama, perut abah udah keroncongan nih� ajakan abah yang serentak diamini oleh seluruh anggota keluarga setelah shalat isyak berjama�ah. �Abah, umi, Dinda sudah selesai makannya, Dinda ke kamar dulul ya.� Dinda segera beranjak dari tempat duduknya. �Assalamu�alaikum.� Seraya mengecup pipi kedua orang tuanya.Terdengar jeritan sang pintu; tanda sang pintu mersa kesakitan, karena dipaksa unutk membuka dirinya. Sistem pergaulan dalam islam, kayaknya Dinda pernah kenal.� Gumam Dinda dalam hati. �Tapi dimana yah? � dilanjutkannya membuka file � file yang telah terbuka tadi sore, agar lebih cepat menemukan jawabannya. Tanpa sadar ketika Dinda sedang asyik membuka � buka lembaran buku tersebut, tiba � tiba Dinda dikejutkan dengan selembar kertas yang meluncur deras dari dalam buku; ternyata sebuah kartu nama yang kira � kira digunakan sebagai pembatas buku tersebut. �Kak Hanif, mahasiswa fakultas keguruan dan ilmu pendidikan angkatan 2000/2001� dari mulutnya seraya membaca tulisan yang ada di tanda pengenal itu. �Sudah wisuda atau belum yah?� tanyanya. �dok,dok,dok� suara pintu digedor. �Assalamu�alaikum, kak Dinda� Dinda hampir kaget mendengar gedoran pintu yang agak keras dari adiknya. �Wa alaikumussalam� jawab Dinda sambil merapikan khamar yang dipakainya, Dinda segera menuju pintu dan membukakan pintu kamarnya. �Kak� sapa Pipit, adik semata wayangnya. �Adik, mau curhat sama kakak, boleh nggak?� suara Pipit terdengar menggantung karena menunggu jawaban �boleh� dari kakak tercintanya. �Em�, soal apa?� Dinda menjawab dengan ragu. �Soal kajian, kak.� Dengan senyum manisnya Pipit berusaha merayu kakaknya. �Kalo kajian boleh deh.� Tanpa berpikir panjang Dinda langsung mengiyakan perkataan adiknya. Pipit terlihat sangat kegirangan dengan segera Pipit meloncat ke atas tempat tidur dinda, bagaikan rombongan tentara yang menyerbu masuk kedalam sebuah rumah guna menangkap penjahat; Pipit pun duduk dipinggir tempat tidur Dinda. �Kak, ajari Pipit pakai khimar dong � rengeknya. �Tumben� dengan mimik wajah serius dan keheranan. �Yah kakak, orang udah mau tobat masih aja dicurigain � dengan nada kesal akhirnya Pipit ngambek juga. Melihat adiknya seperti itu, dengan segera Dinda mencubit pipi adik kesayangannya itu. �iya deh, kakak salah, eh ngomong � ngomong siapa yang mengajarkan adik hingga mau pakai khimar? Biasanya kakak yang ngomel � ngomel terus nggak pernah digubris.� Dengan senyum menggoda Pipit menjawab pertanyaan kakaknya sambil cengar � cengir sendiri. �ada deh.� �Wah adayang nggak beres nih? � Timpal Dinda. �pasti karena ajakan orang yang istimewa nih; hem� bisa gawat nih, jangan � jangan adik udah kena sindrom� Dinda cengar � cengir memandangi wajah adik manisnya yang merah padam. �ye�kakak jangan salah paham dulu dong.� Menutupi wajah malunya.�Dia kan bukan pacar adek tapi pacar kakak adek.� �Dia siapa? Kakak?� Dinda tambah bingung. �hi hi hi�� melihat Dinda bingung, Pipit malah tertawa cekikikan. �Kok malah tertawa � gertak Dinda pada adeknya. �Dia itu namanya kak Kak Hanif , orangnya baik deh, truss�.� Kalimat Pipit terdengar menggantung. �Truss kenapa?� tanya Dinda seolah ingin tahu kelanjutannya.�Truss adek tanya deh ama Kak Hanif, apa kak Kak Hanif udah punya istri? Eh��diam beberapa saat; Dinda makin pusing dibuatnya. �eh�eh��, dianya belum punya istri, kesempatan deh.��Kesempatan gimana maksud adek?� �Oh�tahu nih, adik mau jadi calon istrinya ya?� terlihat senyum menggoda pada wajah Dinda.�Eh�enak aja; adik kan masih sekolah�, SMU aja belum kelar; mikirin acara nikah segala.� �Lha� kalo gitu maksud adek
k
esempatan gimana?� �Dengerin nih kak.� �Kak Hanif kan belum punya istri, dan sedang mencari istri; kebetulan kak Dinda belum punya suami dan sedang mencari suami, kesempatan kan jadinya.� �Eh, enak aja � nada pembicaran Dinda terdengar agak sewot. Dinda pun seketika melemparkan bantal kearah muka adiknya; terdengar tawa yang tak terbendung dari Pipit. �Eh�, emangnya Kak Hanif itu siapa sih?� �Ye�tadi pura � pura nggak mau lagi, kak Kak Hanif itu guru adek; dia tadinya kuliah sama dengan kakak.� Dengan sabar Pipit menjelaskan perihal tentang Kak Hanif satu � persatu. �Em�yang ini ya orangnya?� sambil menunjukkan kartu identitas yang barusan tadi ditemukan Dinda beserta bukunya. �Eh, kakak kok punya kartu mahasiswanya?� Pipit bertanya menyelidik seolah bagaikan seorang detektif yang sedang menjerat mangsanya. �siapa dulu�, kakak.� Dinda melontarkan senyum kemenangan. �Adik tahu, kakak sudah pacaran ya ama Kak Hanif.� Kata Pipit menebak � nebak. �Ye�enak aja, mana ada kativis dakwah seperti kakak dan Kak Hanif pacaran, itu namanya dosa dek; najis munggoladoh, tahu nggak adek ama najis munggoladoh?� tanya Dinda terhadap adik semata wayangnya, yang ditanya pun hanya menggeleng � gelengkan kepala tanda tak mengerti sama sekali. �Makanya ikutan ngaji biar trendy, nggak ngaji nggak trendy.� Senyum Dinda menggoda. Tiba � tiba Pipit meloncat dari atas tempat tidur sambil berteriak kegirangan. �asik�asik�asik, punya Kak Hanif; asik�asik�asik�kakak setuju; asik�asik�� ketika Dinda memanggil � manggil Pipit, eh; yang dipanggil malah kabur ke tempat tidurnya sendiri. �Aduh bagaimana ini kalo adek cerita ama Kak Hanif, bisa gawat nih.� geram Dinda dalam hati; Seketika terbersitkan ide cemerlang dari dalam benak Dinda. Dinda akan berusaha mengenal Kak Hanif tanpa harus bertemu satu sama lain, tetapi hanya dengan media tulisan untuk saling menjelaskan semuanya.Satu tahun telah berlalu, hubungan mereka sudah akrab melalui surat dan via SMS. Kecanggihan teknologi saat ini ternyata sangat menguntungkan di satu sisi. Bila malam tiba dan menyapa menuju fajar, disela � sela kesibukan angin malam ternyata masih ada umat manusia yang sibuk untuk mengingatkan saudaranya untuk bangun dan melakukan qiyamullail. Merekalah Dinda dan Kak Hanif yang selalu mengingatkan satu sama lain. Hujan rirntik yang sedari sore hingga menjelang fajar menambah suasana tentram pada hati yang sedang dirundung cinta. Dinda yang sedang asyik melantunkan ayat � ayat suci al �Quran tiba � tiba dikejutkan oleh dering merdu dari ponselnya tanda ada satu pesan masuk. Setelah mengakhiri tilawahnya, Dinda bergegas menuju ke kamar tidur guna mengambil ponsel dan membaca pesan yang tersimpan di dalamnya �Assalamu�alaikum ya ukhti, izinkanlah ana bertamu kerumah ukhti, Insya Allah ana akan mengkhitbah ukhti. Assalamu�alaikum� �Masya Allah� perasaan kaget dan senang bercampur menjadi satu mewarnai perasaan Dinda. Dinda pun dengan serta merta menekan huruf demi huruf untuk dirangkai menjadi sebuah kata hingga membentuk sebuah kalimat sebagai jawaban yang ditujukan kepada Kak Hanif. �Wa�alaikumussalam, ya akhi apakah keputusan akhi sudah dipikirkan dengan sungguh � sungguh? Ass.� Terdengar bunyi ponsel lagi untuk yang kedua kalinya di pagi buta seperti ini. �Alhamdulillah.� Sependek itulah jawaban yang terdapat pada ponsel Dinda yang merupakan jawaban dari Kak Hanif. �Afwan, apakah akhi bisa datang pagi ini sekitar jam 09.00 WIB?� �Insya Allah.� Begitulah percakapan singkat dari kemajuan tekhnologi yang ada. Dinda kemudian menatap kearah matahari pagi yang tampak menggantikan awan yang menyelimuti bumi. Matahri pagi bersinar cerah secerah hati Dinda saat ini. Bergegas Dinda mengabari kedua orang tuanya dan adik tersayangnya perihal yang berkaitan dengan khitbah. Abah, Umi dan Pipit menyambut gembira kabar tersebut; bergegas mereka mempersiapkan segala sesuatunya. Waktu telah menunjukkan pukul 08.30 menit, sebentar lagi tamu yang dinanti nanti akan segera datang. �Assalamu�alaikum.� Bunyi salam yang baru saja terlontar dari balik pintu menambah getaran yang hebat pada hati Dinda. �Wa�alaikumussalam warohmatullah.� Serempak seluruh anggota keluarga menjawab salam tersebut. Pipit segera berlari ke sumber suara yang didengarnya untuk membukakan pintu calon kakak iparnya. Terlihat disana Kak Hanif hanya sendirian tanpa di temani oleh kedua orang tuanya karena mereka sedang berada diluar kota. �eh, Kak Hanif, silahkan masuk kak; udah ditunggu.� Dengan senyum ramahnya seolah sedang berbasa basi. �Makasih, gimana kabar adik dan keluarga adik?� �Alhamdulillah kak, semua baik � baik aja.� Sambil berjalan menuju keruang dimana Abah, Umi dan Dinda menunggu. Pipit sempatkan untuk ngobrol sebentar dengan Kak Hanif. Bergegas Hanif menuju ruang tamu beserta arahan dari Pipit. Sessampai disana Hanif besalaman dengan Abah Dinda dan mencium tangannya sebagai tanda hormat. Seketika itu terjadi getaran � getaran hebat pada hati abah Dinda. �Oh, silahkan duduk Nak Hanif, kenapa hanya sendirian?� Hanif segera mengambil tempat duduk dengan posisi yangnyaman dirasa, kemudian menjelaskan keberadaan keluarga yang ditanyakan oleh Abah Dinda. Pelan tapi pasti Hanif mulai menjelaskan perihal maksud tentang kedatangannya. �Apa yang anda jadikan modal untuk meminang putri saya?� tanya abah dinda mengejutkan Hanif. �Hanya dengan iman kepada Allahlah modal saya.� �Apa anda rasa itu semua cukup?� �Apa lagi yang anda harapkan dari saya?, anda dan putri anda sudah tahu bahwa saya berasal dari orang yang tak punya, pekerjaan saya hanyalah jadi seorang guru biasa.� Diam sebentar �Dan kegiatan sehari hari saya hanyalah mendakwahkan islam sebenar benarnya islam.� �Oh�, jadi anda kelompok para teroris yang sekarang ini tenggah marak digembar gemborkan?� �Teroris? Bukannya yang sebenarnya para teroris itu orang orang barat?� �Saya pikir omongan anda hanya omongan yang tak ada artinya, lebih baik ikuti saja omongan saya, hiduplah sewajarnya,bukankah kalau kita baik pada sesama orang itu sudah cukup?� Diam sejenak menunggu reaksi dari Hanif, tetapi tak ada reaksi �Itu syarat dari saya, itu terserah anda; tetap terima tawaran saya atau�em�tinggalkan putri saya dan silahka keluar dari rumah ini� dengan menunjuk kearah pintu keluar. Hanif mengambil alih pembicaraan tanpa harus menunggu yang lain untuk berbicara �Sebelumnya terima kasih karena saya telah diperbolehkan duduk disini.� Tanpa mengurangi rasa hormat. �Setahu saya, dengan merujuk beberapa dalil yang kuat akan menghasilkan pemahaman yang telah saya kemukakan seperti tadi. Hanif segera bangun dari tempat duduknya dan bersalaman dengan Abah Dinda. �Terima kasih, Assalamu�alaikum.� Hanif tak pernah menggerutu akan tindakan seperti itu karena dia sadar bahwa dakwah adalah wajib bagi setiap orang yang mengaku muslim atas dirinya.Hanif meniggalkan ruang tamu yang telah dihampirinya untuk menuju kehalaman luas tempat dimana sebuah sepeda motor butut telah menenti kedatangannya. Dengan segera motor tersebut telah melaju dengan cepat dan hilang dari pandangan. Dinda hanya mampu memandangi kepergian sang kekasih hati, tanpa terasa sebuah butiran bening meluncur deras melewati pipi kanannya.Waktu sudah menunjukkan jam dua belas kurang sepuluh menit. Hanif segera membelokkan motornya menuju sebuah gang untuk singgah di sebuah rumah yang paling indah yang selalu membuat hatinya tenteram bila berada di dalamnya. Ya�, masjid at Taqwa disitu Hanif menghabiskan waktu sesudah pulang dari mengajar; untuk memberi ceramah pada anak � anak sekitar tanpa harus mendapatkan imbalan. Satu bulan telah berlalu, tapi dalam diri Dinda dan Hanif tak pernah ada kata musuh karen

a masing � masing sadar musuh mereka yang sebenarnya adakah barat bukan saudara mereka sendiri, mereka tetap berkirm surat atau SMS juga tetap saling mengingatkan dalam urusan Qiyamullail dan masalah yang terjadi yang menimpa saudara mereka.Suatu sore ketika Hanif sedang asik berceramah di Masjid at Taqwa tanpa ia sadari ada seseorang yang sedang memperhatikan tingkah lakunya, orang tersebut segera mengendap � endap mencari tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Hanif. Tertangkap olehnya suatu perkataan yang mengejutkan sekali �orang Islam sekarang ini kebanyakan tidak paham dengan keislamannya, yang mereka pahami adalah bahwa Islam hanyalah agama ritual saja sholat, puasa, zakat, haji, Islam sekarang hanya terlihat di pojok � pojok masjid saja. Bila sudah beranjak meninggalkan masjid mereka tidak pernah menemukan Islam kembali, Islam tidak lagi menjadi aturan bagi kehidupan, bahkan lebih parahnya orang yang paham dengan hal ini seolah � olah memalingkan wajahnya, dan seolah � olah tidak tahu menahu. Banyak dari mereka yang termakan oleh propaganda barat, mereka bermusuhan hanya gara � gara perkara khilafiah yang memang ditanamkan pada tengah � tengah agama mereka. Mereka tidak sadar bahwa mereka sedang di adu domba oleh orang � orang kafir agar mereka tidak kembali bersatu demi memperjuangkan Islam. Islam sebagai aturan hidup. Seketika pembicaraan Hanif terhenti karena dihadapannya sudah berdiri orang yang amat sangat ia kenal. Hanif pun mengakhiri ceramahnya dengan segera. �Em�, baiklah kita sampai disini besok kita sambung lagi insya Allah, karena saya kedatangan seorang tamu.� �Assalamu�alaikum warohmatullahi wabarokatuh� terdengar jawaban salam yang serentak dari anak � anak halaqoh binaan Hanif. Dengan segera Hanif bangun dari tempat duduknya dan menyalami orang tersebut. �wa�alikumussalam, bapak mencari saya?� yang ditanya bukanya menjawab malah langsung merangkul Hanif. Orang itu adalah Pak Syaifullah, abah Dinda �Saya mau minta maaf atas kesalahan saya bulan kemarin saya khilaf� masih dalam rangkulannya Pak Syaifullah menangis sesungukan bagi anak kecil ketika bertemu dengan orang tuanya yang telah hilang bertahun � tahun sekarang kembali lagi. �ya Allah�, Pak. Saya tidak pernah menyalahkan bapak �Nak Ha�nif� suara Pak Syaiful agak terbata � bata karena isakan tangis yang belum terhenti. �untuk menebus kesalahan saya.� Terdengar menggantung . �Maukah nak Hanif menikah dengan putri saya? mengenai biaya biar saya yang menanggungnya tugas nak Hanif hanyalah berdakwah dan berdakwah untuk kebutuhan sehari � hari biarlah saya yang penuhi semuanya, jangan pernah pikirkan kesejahteraan keluarga anda saya yang akan menanggungnya.� Tak terasa butiran � butiran bening segera meluncur dari kedua bola mata Hanif karena mendengar dan menemukan orang yang mau dan mampu untuk di ajak dalam berdakwah di dalam hati kecilnya berbisik lirih � ya Allah�., Alhamdulillah.�

========================================
Pengirim : alif nur rohman
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *