Senang sekali bila saat itu aku bisa menjualnya dengan harga yang aku tawarkan, ah hari ini memang cukup sial bagiku. Anak kecil itu menawar hanya Rp. 2500, , Ibu ibu gemuk berpakaian serba mengetat agak keriput, hanya berani lebih tinggi sedikit dibanding anak kecil tadi, laki laki yang ber jas abu abu dasi merah itu malah lebih rendah lagi bahkan dibawah anak kecil tadi.
Kalau aku berikan, yang aku dapatkan nanti apa? Sedangkan anakku yang paling bungsu minta dibelikan mainan robot robotan yang entah harganya aku tak tahu, mungkin diatas harga daganganku ini. Terutama kondisi persediaan makanan di rumah yang mulai menyusut atau bisa dibilang hampir habis. Anak sulungku sekarang beranjak naik kelas 3 SMP, praktis aku harus menyiapkan uang SPP nya, yang kedua minta seragam baru untuk sekolahnya yang sekarang dikelas 5 SD tentunya denngan SPP pula, dan yang terakhir yang paling bungsu tadi minta mainan itu.
Untunglah istriku yang paling cantik itu nggak cerewet seperti kaleng bekas, dialah yang selalu memberiku semangat dikala aku terpuruk, dia tetap sabar dalam keadaan keluarga susah ataupun senang. Senang bukan berarti serba cukup, tetapi seadanya dan susah ketika daganganku tak ada yang laku, persediaan makanan habis sedangkan kebutuhan meningkat.
Dia selalu sabar menjalaninya, malah aku yang kadang mengeluh bahkan hampir putus asa.
Pernah suatu hari ada peristiwa yang sangat mengerikan bagiku sebab ini menyangkut kehidupanku dan juga keluargaku. Usman yang berjualan bakso di ujung jalan sana tak berdaya ketika gerobak baksonya diangkut keatas truk, pedagang lainnya sibuk membereskan dagangannya dengan sigap dan sangat cepat.
Hal itu praktis membuat aku ikut ikutan membereskan daganganku dan pergi dari tempat itu. Penggusuran itu memang sudah diperingatkan Pemda setempat, namun karena kami para pedagang kaki lima yang tak punya lahan untuk berjualan maka kami tidak menghiraukan peringatan tersebut. Akhirnya hari inilah penggusuran itu digencarkan. Aku meratap kepada langit, bagaimana aku dapat mengatakan hal ini pada istri dan ketiga anakku. Hari itu belum juga ada habisnya tangisan ini, kemana harus melangkah aku tak tahu, ke rumahkah? Atau kemanakah?.
Rasanya terlalu berat kaki ini melangkah pulang. Tapi kalau aku tidak pulang pasti anak dan istriku bertanya tanya dimana keberadaanku. Dengan penuh kepedihan, kugendongkan barang dagangan itu dan melangkah pulang sekitar jam 10 malam. Ternyata benar, semuanya telah menunggu aku, mengharapkan aku kembali dengan penuh harapan baru.
Bagaimana aku harus menjawab semua pertanyaan anak anakku nantinya yang mengharapkan uang jajan, mainan dan sebagainya. Istriku oh iya istriku pasti bertanya kemana saja aku ini, padahal biasanya aku selalu pulang jam 6 sore. Tapi apa yang terjadi, istriku mengetahui gelagatku, dia langsung meraih dan memapahku kedalam rumah. Oh istriku yang tetap cantik, tak ada jeranya kau mencintaiku yang selalu hidup susah. Dia menanyakan apa yang sebenarnya terjadi?.
Aku menjawab seadanya dengan jujur walau menyakitkan. Dia menerimanya dengan tegar terus menghiburku. Oh Tuhan dimanakah letak kejenuhannya yang setiap hari selalu mendengarkan keluhanku.
Esok harinya aku berusaha mencari tempat dimana bisa disinggahi untuk berjualan. Aku cari info dari teman teman senasibku sambil menelusuri jalan tak ada hentinya. Semangat dan ketegaran yang diberikan istriku lah yang kujadikan modal utama melanjutkan perjalanan hidup ini. Akhirnya kudapatkan tempat, sebuah pinggir jalan depan kampus yang banyak dilewati orang orang berkendaraan ataupun pejalan kaki.Kebetulan sekali masih banyak lahan yang bisa ditempati.
Alhamdulillah di tempat ini aku bisa menghirup udara segar pekerjaanku sebagai pedagang kaki lima. Tiga bulan lamanya aku sudah menyinggahi tempat ini untuk menjajakkan daganganku.
Wah.., apa yang kulihat hari ini?, Usman si penjual bakso itu yang sekarang berjualan di ujung jalan sana kembali lemas. Wajahnya menunjukan ketidak berdayaannya seperti dulu, sama persis. Rupanya peristiwa itu terulang kembali, Usman tak bisa berbuat apa apa ketika gerogak baksonya kembali diangkut keatas truk.
Penggusuran ini terulang kembali, rupanya Pemda setempat sudah habis kesabarannya untuk menunggu kami pergi dari tempat ini. Lokasi ini memang ilegal untuk dijadikan tempat berjualan, hingga Pemda mengeluarkan peringatan untuk segera meninggalkan tempat ini. Kami yang tergabung dalam suatu wadah pedagang kaki lima sebenarnya bersedia mematuhi peringatan tersebut asalkan nantinya disediakan lokasi dimana kami dapat melanjutkan pekerjaan ini. Selama permohonan kami tidak diindahkan oleh pihak yang bersangkutan maka kamipun tidak akan mematuhi peringatan itu.
Dan akhirnya, penggusuran terjadi hari ini. Rasanya aku sudah tak bernyali lagi melihat peristiwa seperti ini. Pardi penjual mainan anak sibuk sekali membereskan dagangannya lalu pergi, Tatang yang dagangannya diobrak abrik, hanya menyaksikan dengan lemas, Kasimin yang baru seminggu berjualan di sebelah utara itu terlayu melihat kejadian ini. Aku berulang kali meratapi nasibku dan masa depan keluargaku, mengalami peristiwa ini lagi artinya harus pulang dengan keluhan yang sama seperti dulu.
Apakah istriku masih punya waktu untuk mendengarkan keluhanku ini? Apakah istriku masih setegar yang dulu? Apakah aku masih bisa diterima olehnya? Apakah dia masih bersedia membukakan pintu untukku? Apakah anak anak bisa memahami keadaanku yang serba susah ini? Apakah mereka masih menerimaku?, Ya Tuhan�������������..
Yogyakarta, 10 Juli 2004
========================================
Pengirim : sastro
========================================