Belum pukul enam pagi. Endah kecil beranjak dari tempat tidurnya. Pikirannya terpusat pada ayam di kandang orang tuanya. Sisa kantuknya sekejap lenyap ditelan ingatannya pada keluarga baru ayam kampung. Kemarin sore Endah memergokinya di kandang belakang, ketika ayahnya sedang memasukkannya ke dalam kurungan.
Endah menuju ruang makan, ke arah gerobok makan. Dia hapal sekali, bahwa hampir setiap malam ada sisa nasi. Kira kira separuh piring. Maka diambilnya segenggam. Lalu menuju ke belakang rumah melalui teras belakang yang menghadap halaman belakang yang memang bersih. Di sana suasananya asri. Rumput manila rata terhampar laksana karpet hijau digelar. Pepohonan berukuran kecil dan sedang pun begitu teratur dan terawat.
Di sana pula dibangun beberapa kandang yang selalu bersih, mewadahi unggas unggas kesukaan ayah dan kakak angkatnya. Lalu dibatasi lagi dengan bentangan jaring kawat, 12x6x3 m3. Mereka tidak mempunyai tukang kebun, melainkan digarap oleh seorang kakak angkat. Perawatan hariannya dilakukan bersama.
Di dalam kandang tersebut terdiri dari beberapa jenis unggas. Ada ayam bekisar dalam kurungan khusus. Dua pasang ayam kate dibiarkan bebas berkeliaran. Sepasang ayam kalkun di dalam kandang luar. Sepasang ayam bangkok berada di dalam kandangnya. Tiga pasang ayam kampung dilepaskan dalam kandang yang luas itu, juga bebek jawa dan angsa. Sementara burung perkutut, burung punai, burung tiyung kuning, burung kutilang, burung cucakrawa, dan beberapa burung lainnya berada dalam kandang masing masing. Bisa dibayangkan, alangkah ramai suara para unggas bila fajar mulai membuka diri.
Endah mulai menikmati kegiatan barunya itu. Di mata Endah, anak anak ayam terlihat sangat cantik. Bulu bulunya masih halus, warnanya elok. Imut, lucu, menggemaskan. Kebiasaan mereka masih berada di sekeliling induknya. Kemudian mereka bersembunyi dalam dekapan induknya. Aman sekali.
Anak anak ayam yang senantiasa dalam dekapan hangat induknya. Anak anak yang disayangi, bukan ditelantarkan atau dibuang. Bukan dibiarkan atau diperintahkan mencari makan sendiri dan membawa makan untuk sang induk. Bahkan ada anak anak ayam yang sudah sebesar induknya namun tetap berkumpul dengan induknya.
Endah tidak tahu kondisi anak anak ayam milik orang lain di luar sana. Di luar sana, anak anak ayam sudah harus berpisah dari induknya sewaktu induknya keburu kawin lagi, bertelur lagi, mengeram lagi dan punya anak anak baru lagi. Namanya juga binatang, pengen kawin ya kawin aja. Soal nasib anak anak yang ditinggal kawin lagi pun tidak dirisaukan induknya. Dan hebatnya, anak anak ayam terlantar itu bertumbuh dewasa tanpa perawatan khusus di panti asuhan.
�Kur Kur Kur � panggil Endah perlahan sembari menaburkan beberapa butiran nasi yang digenggamnya.
Sang induk ayam bangkit dengan ketinggian tubuh tidak terlalu jauh dari ketinggian anak anaknya. Lalu memperkenalkan atau mengajari anak anaknya makan. Anak anak ayam itu pun makan seperti yang diajarkan induknya, namun dengan hati hati sekali. Beberapa masih belum bernafsu untuk makan.
Alangkah lucunya. Endah tersenyum.
Melihat perlakuan Endah, beberapa ayam mendekati. Mungkin iri. Mungkin juga ge er, mengira sudah jam makan mereka. Mereka segera bergabung, menikmati sarapan pagi tanpa susah susah menunggu panggilan rutin atau mengais ngais di pinggir pinggir pagar. Endah jatuh iba. Diberinya juga sisa sisa nasi yang digenggamnya.
Kesukaan baru tersebut membuat Endah setiap hari mengunjungi kandang ayam. Tidak hanya setiap pagi. Tetapi juga siang hari, setiap pulang sekolah. Dan dia akan kembali menemui keluarga baru ayam itu.
Sebelum tiba di kandang, Endah akan mencari beras. Dia mengendap endap menuju karung beras. Sebab, dia takut kalau ketahuan ibunya. Dia takut dimarahi. Sebab beras untuk dimasak dan dimakan manusia, bukan untuk ayam. Begitu kira kira alasan ibunya.
Diambilnya sebanyak setengah gayung. Diberinya makan lagi. Ayam ayam lain, yang semula berada di luar kandang, menjadi ge er. Mereka mengira Endah akan memberi makan untuk mereka. Atau mungkin iri. Mereka berbondong bondong mendekati Endah. Mereka ingin mendapatkan makanan cuma cuma. Tapi karena peratian Endah hanya pada keluarga ayam, dia hanya memberi makan sedikit pada ayam lainnya.
Keesokan paginya Endah melakukan hal serupa. Memberi makan keluarga ayam itu. Begitu seterusnya. Dan rupanya ada satu anak ayam yang menarik hatinya.
�Kur Kur Kur � panggilnya kepada anak ayam yang menarik hatinya itu.
Sang induk ayam beserta anak anaknya langsung datang. Lalu Endah mendekati anak ayam yang cantik itu. Dia hendak menangkap dan menggendongnya. Dan, hap Endah berhasil menangkap anak ayam kesukaannya.
Tetapi sang induk tidak menerima perlakuan itu. Matanya menjadi galak. Bulu bulu induknya berdiri. Tubuhnya dimekarkan melalui sayap yang agak mengembang. Tanda bahwa induk ayam sedang marah; menganggap campur tangan asing sebagai tindakan berbahaya bagi kelangsungan hidup anak anaknya. Biasanya sang induk akan berusaha keras dengan segala daya dan upaya untuk mengusir pengganggu anaknya. Amarahnya meledak ledak.
Dia mendatangi Endah. Lantas, tuk Tangan Endah dipatuknya berkali kali.
Dengan sekuat tenaga, Endah menahan sakit dan tidak menjerit. Karena dia takut dimarahi oleh ayahnya, yang setiap hari merawat ayam ayam di kandang. Dia takut kalau dituduh hendak mengganggu ayam ayam ayahnya. Endah tidak mau dipersalahkan hanya gara gara ingin mendekati seekor anak ayam.
�Kur Kur Kur � panggil perlahan, sembari menabur sisa sisa nasi.
Endah terus membujuki sang induk dengan makanan. Namun sang induk tidak mau termakan bujukan. Kemarahannya belum reda. Anak anaknya masih panik, ketakutan, bubar dan berteriak memanggil induknya. Ramai sekali.
�Ciap Ciap Ciap � teriak anak anaknya.
Teriakan itu didengar oleh perasaan Endah. Seolah sebuah jeritan ketakutan, kepanikan, kegusaran dan kepiluan. Endah kasihan. Dilepasnya lagi anak ayam itu. Lalu, redalah amukan induknya. Sang induk dan anak anaknya bersatu kembali.
Endah tidak berhenti mendekati anak ayam yang disukainya itu. Pendekatan dan bujukan terus dilakukan. Hasilnya, beberapa hari berikutnya dia sudah memiliki anak ayam itu.
Anak ayam kesayangannya. Setiap dia memberi makan, tak lupa anak ayam kesayangannya selalu diambil dan dielusnya. Induk ayam tidak marah lagi. Dia tetap menikmati makanan dengan tidak terganggu. Anak ayam itu menjadi jinak sekali. Kemudian Endah memberinya nama �Kur kur�.
Endah mengambil Kur kur dari kandangnya. Dia melihat dekat dekat ke anak ayam itu. Timbul keinginannya untuk bisa berkomunikasi dengan ayam.
�Halo, Kur kur, kamu suka, ya, jadi anak ayam?� tanya Endah sambil mengangkat anak ayam itu dan dihadapkannya ke mukanya.
Tapi anak ayam tetap diam. Endah malah memandangnya dengan perasaan iri. Ya, dia iri setelah membandingkan keseharian antara dirinya dengan anak ayam itu. Anak ayam itu bisa bebas, hidup hanya makan, bermain dan berkumpul dalam dekapan induknya. Tidak usah susah susah sekolah, tidak repot repot mengerjakan PR. Tidak ada yang memarahi. Enak sekali mereka, pikir Endah.
�Kamu masih lapar, ya, Kur?�
Anak ayam itu tetap bergeming. Pandangan matanya dianggap oleh Endah sebagai jawaban atau pengertian dari anak ayam tersebut.
�Kur kur makan dulu nih,� katanya sembari mengulurkan telapak tangannya yang sudah menampung butiran beras. Tak lupa Endah menyiapkan air bening untuk minumannya.
Kur kur makan dengan asyiknya. Sesekali minum, karena disuap oleh Endah. Menyenangkan bagi Endah, apalagi sambil cerita mengenai apa yang dialaminya sewaktu di sekolah. Sementara di sebelah Endah, dalam kurungan kecil, si induk menatap Endah. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh induk ayam itu.
Setiap hari reaksi si Kur kur cuma begitu melulu. Hal ini mulai membuat Endah tidak puas. Pandangan bukan lagi sebuah jawaban. Anggukan kepala pun tak pernah ada sebagaimana suatu tanggapan santun atau ungkapan menghargai dirinya. Perkataan adalah tanggapan yang lebih nyata.
�Ayo dong, cerita apa kek, Kur,� bujuknya.
Dia ingin anak ayam itu bicara, atau kalau perlu bercerita tentang pengalamannya sebagai anak ayam. Namun, Endah terus bersabar. Tapi, Kur kur diam saja. Matanya melihat ke mana mana. Mungkin juga tidak tahu bagaimana harus bicara dengan Endah.
�Ya, sudah, jangan takut, pasti kelak kamu bisa bercerita padaku.�
Seringkali ayah dan kakak angkatnya memergoki Endah sedang berbicara dengan ayam. Endah juga menirukan bunyi anak ayam, �ciap ciap �, jika dia mau makan. Melihat kelakuan Endah, seisi rumahnya tidak merasa aneh. Biasa saja. Mereka maklum, karena Endah sangat akrab dengan ayam ayam itu, kecuali ayam kalkun.
Pada suatu kesempatan pelajaran Bahasa Indonesia, masing masing anak disuruh maju ke muka ruang kelas oleh Bu Guru untuk mengungkapkan cita cita mereka. Hampir semua mengatakan �ingin berguna bagi nusa dan bangsa�. Sebagian lainnya menyebutkan secara khusus, misalnya menjadi dokter, guru, pedagang di pasar, sopir angkutan umum, montir, kondektur angkutan dan lain lain.
�Saya ingin menjadi anak ayam,� kata Endah secara keras dan lantang, ketika dia mendapat giliran mengatakan cita citanya.
babarsarijogja, Juni 2002
========================================
Pengirim : agts wahyono
========================================