Tahun ajaran baru, selalu mengingatkan saya pada banyak hal. Salah satunya, adalah sampul coklat. Ya, sampul buku dari kertas tipis berwarna coklat, yang selalu dipakai untuk sekolah, hingga saat ini. Benda itu, mengajarkan saya tentang kesederhanaan, dan juga kasih sayang. Benda itu juga menunjukkan kepada saya, bahwa kemuliaan tak selalu datang dari sesuatu yang serba mahal.

Dulu, saat saya kelas 2 SD, Pak guru meminta setiap anak untuk menyampul semua buku tugas dengan sampul coklat. “Agar lebih rapih, ” begitu kira kira ucapan beliau. Saya pun merasa wajib untuk menurutinya, apalagi saya ditunjuk menjadi
ketua kelas saat itu. Dan besok, buku tugas itu harus sudah dikumpulkan, lengkap dengan sampul coklat.

Namun sayang, saya agaknya tak dapat memenuhi perintah Pak Guru. Saat saya sampaikan kepada Ibu di rumah, Ibu berkata bahwa ia tak punya cukup uang untuk membeli sampul coklat. Saat itu, adik saya memang sedang sakit. Dan Ibu baru
saja membeli obat, sehingga tabungan Ibu belum cukup untuk membeli beberapa lembar sampul.

Dduh, saya bingung saat itu. Bimbang, antara takut dengan perintah Pak Guru, dan kasihan pada Ibu yang tak punya cukup uang.

“Uang Ibu sudah habis, tadi sudah buat beli obat,” begitu kira kira yang disampaikannya. Dduh, rasanya mau menangis saat itu. Namun, saya beruntung sekali mempunyai Ibu seperti beliau.

Tak kurang akalnya untuk membahagiakan
semua anak anaknya, walaupun dalam keadaan sesulit apapun.

Saya ingat, saat itu Ibu kemudian mengambil sejumlah kalender bekas yang ada di ruang belakang. Dipilihnya yang terbaik dan masih bersih. Ia lalu mengunting beberapa lembar, dan menyusunnya menjadi sebuah sampul buku dengan posisi terbalik. “Sampul yang ini lebih bagus,” katanya. Kemudian, diguntingnya
kembali kalender kalender bekas itu, dan dirangkainya menjadi susunan sampul.

Dduh, saya ingat kembali masa masa itu. Saya masih ingat saat Ibu mengunting gunting, memotong motong dan melipat lipat kalender itu dan menjadikannya sampul buku. Tangannya tampak berkelok kelok mengikuti alur
kertas kalender, membentuk garis garis panjang. Ia selalu ingin memberikan yang
terbaik buat saya.Sambil bercerita macam macam, Ibu juga tak lupa memberikan hiasan lipatan di ujung ujung buku, agar sampul buku buat saya ini
lebih manis dan tak kalah dengan milik anak anak lainnya.

Saya juga masih ingat, saat Ibu juga menjerang air berisi sagu untuk membuat
lem, sambil mengendong adik yang sakit. Ya, kami membuat lem sagu, sebab selotip yang mahal bukanlah alat yang biasa kami punya.dannbsp; Saya juga membantu Ibu mengelem buku buku itu, hingga membuat tangan tangan kami tebal
dan sedikit kepanasan. Ya, saya masih ingat saat itu…saat Ibu meniupi
jari jemari saya yang kepanasan saat mengoles lem itu di sampul buku.

Hari sudah malam saat kami selesai membuat sampul kalender itu. Di depan saya,
kini tertumpuk beberapa buku yang tampak lebih tebal dengan sampul bagian
belakang kalender yang berwarna putih.dannbsp; Esok, saya akan membawa buku buku
tugas itu. Walaupun berbeda, namun saya bangga dengan sampul sampul buku itu.

Ternyata, sampul kalender saya lebih bagus dan berkilap. Saat terkena cahaya,
akan tampak sinar yang memantul, membuat buku buku itu berkilau.

Memang, Pak Guru tampak kaget dengan buku buku yang saya miliki. Sebab, saya
adalah satu satunya anak yang tak mempunyai buku bersampul coklat.. Namun,
setelah mendengarkan penjelasan dari saya, beliau bisa mengerti. Saya menjadi
anak yang istimewa, dan ini berkat sampul kalender dari Ibu.

Teman, seorang Ibu, adalah layaknya malaikat pelindung buat anak anaknya. Dan
Ibu saya, lebih dari itu. Ibu buat saya adalah seperti papan tulis seluas
samudera, tempat saya memahami, mendengarkan, dan menyimak pelajaran pelajaran
hidup. Ibu buat saya adalah seperti air terjun yang mencurahkan hikmah hikmah,
dan menyiramkan nasihat nasihat yang tak terucapkan.

Pada Ibu lah saya berharap tentang kasih sayang antara manusia, dan cinta kasih
yang tak pernah putus. Pada Ibu lah saya menemukan telaga cinta, tempat saya
bebas menghirup beningnya kasih dan jernihnya sayang. Pada Ibu lah saya belajar
tentang kesederhanaan dan kemuliaan walaupun hanya lewat sampul kalender
buatannya.

Saya berharap, bisa menjadi anaknya yang bersinar, berkilap, dan berkilau
seperti sampul kalender buatannya. Saya juga berharap bisa menjadi anak yang
berbeda, istimewa, dan terpilih, walaupun dengan keterbatasan materi yang saya
punya. Sebab, bukankah kemuliaan tak melulu dilihat dari luarnya saja?

Terima kasih kepada Ibu, yang telah memberikan saya kesempatan untuk memahami
bahwa setiap Ibu akan selalu berusaha membahagiakan anak anaknya. Setiap Ibu,
akan melakukan segalanya agar sang anak bisa tersenyum, gembira dan bahagia
dengan apa yang dilakukannya. Terima kasih Ibu,…juga atas sampul kalender
itu. (ahmarun nisa milis pandawa)

========================================
Pengirim : Ahmarun Nisa
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *