Panutan

Oct 9, 2003

Perubahan merupakan harapan dan cita cita bagi orang Indonesia yang intens dalam mengamati perkembangan bangsa ini. Di kalangan mahasiswa, pemikir, dan aktivis pergerakan, kata ini sering didengungkan sebagai penyemangat dinamika pergerakan. Sering sekali para pengamat ekonomi dan politik menyampaikan teori teori perubahan untuk negeri yang selalu dihadapkan pada masalah ini. Namun tetap saja bangsa ini tak berubah.

Kadang mang Papay merenungkan pernyataan para pemikir, aktivis pergerakan, tokoh partai politik tentang perubahan. Sejak masa era Soeharto, estafeta ke era Habibie, reformasi ke zaman Gus Dus, hingga kembali ke masa Megawati, adakah perubahan yang berarti yang dapat dirasakan oleh bangsa ini, terutama bagi kaum marginal? Ia tak pernah mendapatkan jawaban pasti tentang hal ini.

Masih ada dalam memorinya tentang bagaimana bergairahnya gerakan mahasiswa pada proses penjatuhan Soeharto. Saat itu kata REFORMASI bagaikan azimat yang dapat menggerakkan semua orang menuju perubahan. Namun hingga saat ini gerakan reformasi dari segala lapisan organisasi dan masyarakat hanyalah sebuah igauan. Para aktivis partai yang sebelumnya paling kencang meneriakkan perubahan ? reformasi ? pada akhirnya harus terjerumus ke dalam kubangan hitam peta kekuasaan. Mereka yang dulunya sangat anti dengan istilah haram ?money politik? pada saatnya mau tak mau ikut bermain dalam politik picik itu. Ini adalah sebuah kenyataan tentang kepribadian elit politik yang disadari atau tidak merupakan panutan bagi masyarakatnya.

Lalu akankah perubahan itu terwujud di Indonesia? Sahabat mang Papay ? biasa disapa Oeban ? pernah menyatakan waktu mereka makan siang di warung nasi, ?perubahan tak akan terjadi di Indonesia hingga ada satu tokoh yang benar benar dapat bersikap dan bertindak sebagai panutan?. Panutan dalam konsepnya adalah orang yang capable, jujur, mempunyai integritas dan concern akan nasib bangsa secara keseluruhan, bukan semangat kepartaian, fanatisme keagamaan yang sectarian, apalagi kelicikan untuk memanfaatkan kesempatan ketika sedang berada pada posisi strategis.

?Apa mungkin ada tokoh panutan di negeri ini?? tanya mang Papay sambil menghembuskan asap rokok dari mulutnya yang masih mengkilap karena minyak rendang.

?Kalau bicara mungkin, jawabannya, mungkin saja. Tapi masalahnya bukan itu. Masalah kita adalah adakah tokoh panutan bagi bangsa yang tak berkarakter ini ? sela Pokrit. Pokrit adalah seonggok daging tipis bertulang belakang yang juga teman ngobrol mang Papay. Ia paling senang bercengkrama dengan mang Papay walaupun mereka sering berbeda pendapat.

?Kenapa kamu bilang bangsa ini tak berkarakter??

?Kamu lihat saja realitas politik di sini. Tokoh tokoh politik gampang sekali berubah pendirian, berpindah loyalitas, dan yang paling mencolok adalah mereka lupa akan agenda perubahan yang pernah dipromosikan ketika masih belum kebagian jatah kekuasaan. Nih kamu baca koran Seorang elit politik yang dulunya membela satu partai kini bikin partai baru dan menjelek jelekkan partainya yang lama?. Pokrit meletakkan koran lecek di hadapan mang Papay.

?Mungkin dia bersikap seperti itu karena memang pimpinan partainya dianggap tak layak menjadi panutan, lalu ia merasa tertantang untuk melanjutkan perjuangan politiknya dan bertindak sebagai panutan bagi para pendukungnya? balas mang Papay sambil membaca headline koran lecek itu.

?Itu bukti bahwa bangsa ini belum punya tokoh panutan yang bisa diterima semua lapisan masyarakat. Tapi apa yang dikatakan Pokrit ada benarnya juga, kalau bangsa ini tidak mempunyai karakter. Tapi menurut kamu, karakter itu seperti apa, Krit?? Oeban ikut bicara.

?Bangsa yang mempunyai karakter adalah bangsa yang mempunyai semangat juang untuk membela kebenaran ? jawab Pokrit singkat.

?Jawaban kamu masih abstrak Karena kebenaran itu sendiri mempunyai makna yang berbeda bagi setiap partai? sela mang Papay.

?Yang kumaksud dengan kebenaran adalah seperti cita cita mahasiswa ketika pertama kali memperjuangkan reformasi dulu. Dimana tak ada lagi KKN, monopoli, pemusatan kekuasaan dan kekayaan, dan semua tradisi buruk kekuasaan Orde Baru.?

?Kalau menurut ku orang yang berkarakter adalah yang memiliki kekuatan hati untuk tetap berjalan pada aturan dan prinsip hidup yang benar, tidak mengkhianati prinsip tersebut dan berani melawan arus ketika aturan dan prinsip itu diselewengkan.? Mang Papay melipat koran lecek dan mengembalikannya ke muka Pokrit.

?Berarti apa yang saya katakan itu memang benar, bangsa ini tak punya panutan, jadi tak akan pernah berubah ? Oeban ngomong lagi.

?Dari tadi yang kamu bicarakan panutan terus Nggak ada ide lain apa?? Pokrit bosan dengan pernyataan Oeban.

?Ada sih?.?

?Apa coba? ? Pokrit memaksa.

?Bu Nutan, istrinya pa nutan?????

Mataharitimoer, 08 Oktober 2003

========================================
Pengirim : mataharitimoer
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *