Tim debutan baru, Bandung Art deco sepertinya tidak punya lawan. Dalam 10 pertandingan di babak penyisihan, mereka hanya mengalami satu kali kekalahan dari Gresik Phonska. Di pertandingan final kemarin, bertemu dengan Phonska, pertandingan berjalan kurang menarik. Permainan berjalan kurang seimbang.
Skor telak akhirnya untuk Art deco, 3 0. Publik memang sudah menduga, the real final di bagian putri sebenarnya sudah terjadi di semifinal Jumat [18/4] lalu, ketika Artdeco menumbangkan juara tahun lalu, Jakarta Monas dengan skor 3 1.

Kemenangan Li Wen dkk atas Sentya dkk ini sekaligus menunjukkan bahwa kemenangan Phonska atas Art deco ketika bertanding di depan publik Gresik pada putaran pertama lalu, patut dipertanyakan kembali.

Dari sisi skill, pemain pemain Phonska lebih merata. Spike spike yang dilancarkan juga cukup tajam. Sentya Angelita, Purwitasari, Maya dan Santi dikenal punya spike yang bagus. Namun sayang, faktor mental dan antisipasi setiap serangan dari Art deco yang selalu bertumpu pada Li Wen dan He Shan kurang dipahami. Ini beda dengan Jakarta Monas, yang sedikit banyak mampu membuat frustasi Li Wen dkk di pertandingan semifinal, karena spike spike mereka mampu diblok oleh Siti Nurjanah dkk. Paling tidak, hal itu bisa dilihat di set 1, ketika Monas mampu mencuri set dalam pertandingan tersebut.

Kekalahan Phonska juga terjadi karena para pemain sering melakukan kesalahan sendiri yang sebenarnya tak perlu terjadi. Sentya misalnya, berulangkali spikenya nyangkut di net dan receivenya kurang begitu bagus. Begitupun Kiki Maria, umpan umpannya kurang begitu akurat. Sering terlalu keluar, sehingga sulit dijangkau oleh spiker spiker Phonska. Blok blok terhadap spike Li Wen dan He Shan juga kurang efektif.

Faktor lain, pelatih Phonska juga kurang komunikatif. Bila diamati, pelatih Phonska adalah pelatih yang lebih banyak duduk daripada berdiri untuk melakukan briefing kepada tim asuhannya. Beda misalnya dengan yang dilakukan oleh Syamsul Jaiz, pelatih Art deco yang selalu tampak berdiri di pinggir lapangan, sambil memberikan instruksi kepada para pemainnya selama pertandingan berlangsung.

Sementara di sisi yang lain, kemenangan yang diraih Art deco, tak bisa dilewatkan dari peran sentral Li Wen dan He Shan, dua pemain asal Cina yang begitu merajai even ProLiga tahun ini. Dua pemain itu juga yang kemungkinan besar akan menyabet dua gelar untuk pemain, yakni “Pemain Terbaik” untuk He Shan dan “Top Skorer” untuk Li Wen.

Kedua pemain ini menjadi andalan bagi Art deco dalam menumbangkan setiap lawan lawan yang dihadapi. Umpan umpan manis dari Veronika hampir 90 % selalu mengarah pada kedua pemain tersebut. Li Wen dan He Shan boleh dikatakan menjadi roh permainan bagi Art deco. Jika ingin mengalahkan Art deco, strateginya harus bisa mematikan kedua pemain tersebut. Namun sayang, level pemain lokal masih satu atau beberapa tingkat dari kedua pemain Cina tersebut, sehingga keduanya bisa merajai dalam setiap pertandingan.

Peran Syamsul Jaiz, pelatih Art deco yang asal Lamongan itu juga sangat penting. Mengingat Syamsul adalah mantan pemain yang dibesarkan Petrokimia [Phonska] dan pernah menjadi pilar Timnas di era 90 an. Jadi, dia sangat hapal betul permainan Petrokimia Gresik Phonska.

Peran sentral dua pemain Cina, punya pelatih yang bagus, plus didukung oleh permainan pemain lokal yang memiliki tim work sangat bagus, menjadi faktor penting dan kunci sukses Artde co menjadi juara tahun ini.
Selamat buat Bandung Art deco

tulisan ini dibuat setelah partai final ProLiga 2003. Pernah dikirim ke Tabloid GO, tapi ndak dimuat karena alasan terlalu panjang : )
©aGus John al Lamongany, Pcr 21/4/03

========================================
Pengirim : Gus John
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *