Banyak hal telah kita ketahui dan kadang hal itu tidak bisa dipahami orang
lain sementara kita harus tetap bungkam, menjaga perasaan mereka. Dilema. Kita
juga harus siap dikatakan ‘gila’ karena pengetahuan tentang hal itu. Tapi
apa salah kita ? Apakah telinga kita yang mendengar harus dipotong, otak kita
yang merealisasikan harus dipecahkan dan hati kita yang memaknai harus
dicangkok ?
Kita lemah diremuk hidup. Mengandalkan kematian yang selalu menjadi misteri.
Atau kebaikan Tuhan yang sering kita manipulasi dengan Maha Pengasih dan
Penyayang. Sementara itu tidak pantas menyalahkan siapapun selain diri kita.
Bagaimana dengan norma ? Nurani kita pernah berkata bahwa sesuatu itu tak perlu
terjadi. Kita sangat mengerti bahwa nurani bebas dari kejahatan. Tapi kita baru
sadar bahwa nafsu adalah cacatnya jiwa. Dan kita pun mulai menyalahkan
keberadaan diri.
Dibalik penderitaan sering kita berusaha menggantungkan hidup di langit langit
jiwa yang sebenarnya semu. Mengharap pengertian. Berusaha terlibat dalam
euforia. Tapi ketika kita mencoba kembali pulang, rumah kita sudah hilang.
Berapa lama kita harus mencarinya ?
Sering juga kita terlibat dengan keberadaan orang lain, berusaha untuk menjadi
satu atau berpura pura menjadi satu. Tiada henti mengikuti langkah mereka. Tapi
kita sering terjebak dibalik kesetiaan. Apa yang telah terjadi saat kita dan
mereka berada dalam perbedaan yang sebelumnya telah direalisasikan sebagai
kelebihan ?
Menurut kita kesendirian adalah yang terbaik. Momen untuk memuji diri karena
kelebihan yang kita miliki atau mengutuk setiap perbuatan yang menentang
nurani. Tapi mengapa sering berakhir dengan kekecewaan kepada hidup ?
Jiwa ‘gila’ kita selalu terbang mencari sesuatu yang membingungkan. Sering
juga tertangkap awan basah yang meluluhlantakkan semangat dan pengorbanan. Hati
kita kadang bertanya, ‘Mengapa aku harus hidup ?’
Sekarang kita terduduk mencoba menata kembali puing puing kekuatan. Kadang
bersandar pada nasib. Kita sudah sering terbangun di malam hari dan mengais di
pagi hari. Berharap ada yang bisa membawa kita kepada makna hakiki hidup.
Pekerjaan kita masih banyak. Kita harus bisa membedug jalan kehidupan dan
kematian, bukan dengan langkah yang hening.
========================================
Pengirim : dyas
========================================