Seseorang mati dijalanan ramai disebuah kota yang ramai dan tak ada yang lihat.
Ini kota sibuk, tak ada waktu untuk terlibat sesuatu yang bukan urusanmu.
Ia terbaring dijalur hijau diantara bunga bunga yang mekar.
2 bulan kemudian, seorang pengemudi taxi melihat apa yang nampaknya sisa sisa manusia yang sudah kering.
Kering dipanas kemarau yang keterlaluan.
Dipanggilnya polisi, yang akhirnya menemukan tulang tulang manusia.
Ia terbaring diantara semak berbunga di pusat belanja Kita ku kota Osaka.
Menurut surat kabar”Mainichi Shimbun” dalam sehari ada sekitar sejuta orang yang datang dan pergi.
Bayangkanlah sejuta orang dalam 24 jam datang dan pergi disana
Tak satu pun yang berhenti dan datang melihat apa yang terjadi.
Semuanya sibuk belanja dan menikmati hidup
Mungkin tubuh yang terbaring itu dikira orang mabuk?
Siapa tahu ia tiduran?
Atau siapa tahu ia seorang gelandangan yang istirahat disitu?
Berbagai kemungkinan dan alasan, mengapa harus menunggu 2 bulan baru ada yang melapor.
Inilah hidup di kota besar seperti Berlin, LA, Tokyo atau Osaka
Kita mungkin berada diantara jutaan orang, tapi kita sendiri dan kesepian.
Banyak orang Papua yang sendiri di hutan atau dengan beberapa keluarga tapi selalu merasa ramai.
Kalau sehari tak jumpa orang akan bertanya:”Kemana saja? Lama tidak bertemu ”
Tapi di Kita ku di Osaka, seorang mati dijalur hijau yang penuh berbunga diantara sejuta orang sehari yang lalu lalang, tak ada yang tahu.
Hanya seorang pengemudi taxi diantara berjuta orang, 2 bulan kemudian, yang perduli
Dimanakah hati kita sebagai manusia?
Dimana kemanusiaan kita?
Apakah Tuhan masih ada dalam hidup kita atau bagaimana?
Masyarakat macam apakah yang akan kita punya dimasa yang akan datang?
Jawabnya selalu saja tertiup di angin lalu.
Tapi mesti ada sesuatu yang tak terlihat dan tak teraba yang terasa dan menggetarkan jiwamu.
Kau temukan jawabannya dalam lubuk hatimu yang terluka.
Melbourne 2004.
========================================
Pengirim : Lasma Siregar
========================================