Karena ingin menyenangkan hati istri saya yang hendak keluar dengan seorang
sahabatnya, saya menawarkan diri untuk menjaga Ramanda, anak perempuan kami
yang berumur tiga tahun.
Saya lantas sibuk mengerjakan sesuatu, sementara
Ramanda tampaknya sedang asyik sendiri di kamar lain. Tidak ada masalah,
begitulah pikir saya. Namun kemudian suasana terasa tenang sekali.
Terlalu tenang Saya berseru, “Apa yang sedang kau lakukan, Ramanda?” Tidak ada
jawaban. Saya ulangi pertanyaan saya dan terdengar jawabannya, “Ah… tidak
sedang apa apa.”
Tidak berbuat apa apa? Sedang berbuat apa anak itu?
Saya meninggalkan meja tempat saya bekerja, lari masuk ke ruang duduk. Saya masih sempat melihat Ramanda bergegas masuk ke kamar tidur.
Saya mengejarnya. Ia lari, masuk ke kamar mandi. Salah langkah, karena dari situ ia tidak bisa ke mana mana lagi. Saya suruh ia berpaling. Ramanda tidak mau.
Dengan suara galak, sekali lagi saya menyuruhnya berpaling.
Ramanda memutar tubuhnya lambat lambat, menghadap ke arah saya. Tampak dalam
genggamannya sisa lipstik yang baru dibeli istri saya. Dan seluruh muka anak
itu penuh dengan warna merah menyala (tentu saja kecuali bibirnya)
Sementara ia memandang saya dengan tatapan mata ketakutan dan bibir gemetar, terngiang di telinga saya suara suara yang diteriakkan kepada saya semasa masih kecil dulu, “Bisa bisanya kamu… Kamu mestinya sudah tahu bahwa… Sudah
berapa kali ayah katakan padamu… Itu nakal namanya…” Saya tinggal memilih saja dampratan mana yang hendak saya pergunakan untuk Ramanda agar ia tahu bahwa yang dilakukannya itu merupakan kenakalan.
Tetapi sebelum sempat saya sempat mendamprat, saya melihat baju kaus lengan panjang yang dipakainya. Istri saya yang memakaikannya, baru sejam yang lalu. Pada bagian dada kaus itu
tertera tulisan berhuruf besar besar: IM A PERFECT LITTLE ANGEL Aku malaikat
cilik yang sempurna.
Suatu ungkapan untuk menyatakan perilaku manis tanpa cela. Kupandang kembali matanya yang basah karena air mata. Aku tidak lagi melihat
anak nakal yang tidak mau menurut. Aku kini melihat malaikat cilik yang tak ternilai harganya, penuh spontanitas yang nyaris saja kulenyapkan dari dirinya andaikan aku tadi mendampratnya.
“Kau kelihatan cantik sekali, sayang Sini, ayah foto, biar ibu bisa melihat betapa hebatnya wajahmu.” Saya memotretnya sambil bersyukur
bahwa saya tidak kehilangan peluang untuk memperoleh penegasan kembali betapa
sempurnanya malaikat cilik yang dikaruniakan Nya kepadaku.
(rekan kantor.com)
========================================
Pengirim : Conan
========================================