Semilir angin bulan ini seakan menambah rasa perih hati yang kian mendalam. Akan cinta dusta dan nista. �Entar dulu jangan pergi ngapain sih?� suara suara di sekitarku seakan berat untuk kujawab. Aku tak tahu harus kemana membuang diri dan rasa hati. Akankah kutinggalkan diriku di dunia yang fana ini, atau�akankah kusalahkan cinta? Bagai diri yang menjelma kesekian rasa. Oh dunia engkau sungguh fana kurasa.Mata yang telah menggelayut resah kian mendesah karena dosa dosa yang tak terkira. Hitam kian merana menyelimuti diri kesekian kali. Rasa hilang kian tenggelam menekuri jiwa dalam kalbu. Kuayunkan kedua kaki mungilku mengikuti rasa hati walau arah tak menentu kemana kaki harus melangkah. Diam membisu tanpa bayangMU disisiku. Langkahku baru berhenti ketika mata kakiku terbelalak, menjerit ketakutan karena terbentur batu nisan. Kusandarkan jiwa diantara rerumputan dan semak semak ilalang yang kian menjulang menutupi belantara tanah gersang. Kutengadahkan muka menatap langit jingga yang kian merona menampilkan keelokan rupa dan cahyanya. Kutekuri baris demi baris, huruf demi huruf, kurangkai menjadi kata dan kueja dengan makna. �Abdillah Arsy� desisku laksana ular berbisa menampilkan gigi gigi seringgainya. Senyum sinis pun tersembul dari balik bibirku. �Hidup hanyalah materi dan akan kembali lagi menjadi materi.� �Agama hanyalah canduu � pekikku sekuat tenaga, menembus semak semak yang bergoyang goyang seakan mengikuti alunan musik yang sedang didendangkan. Itulah yang selama ini aku ketahui. Tapi�. Setiap kali jiwaku mengembara kearah sana selalu saja seakan ada yang hilang dalam jiwa dan kalbuku.Kepercayaanku kepada Tuhan telah hilang laksana makanan yang dihidangkan kepada orang orang kelaparan, terkoyak tercabik tak tentu arah. Terenggut jiwa, teriris hati laksana tinta merah yang kehilanggan warnanya. �Benarkah Tuhan itu ada?� itulah pertanyaan pertanyaan yang sering muncul dalam hati dan pikiranku. �Bagaimana mungkin orang dapat mempercayai sesuatu yang tak tampak dan tak terasa?� �Dasar orang orang tolol � � dalam buku buku teori Karl Marx agama adalah candu.� �Tapi�, mengapa banyak orang yang mengagung agungkannya?� Tepukan sebuah tangan ke pundakku seketika melontarkan semua bayang dan angan angan dalam diri yang kemudian berserakan tercecer berhamburan tak tentu arah. �Kenapa engkau risau anak muda?� kupalingkan mukaku seketika untuk mengetahui siapa gerangan yang sedang berbicara denganku. Tak kusangka disana, tepat dibelakangku, kudapati kesejukan rona muka dan jiwa yang terpancar seakan meneguhkan kewibawaan pada dirinya. �Aku tak tahu pak tua, apakah yang sedang kurasakan ini sebuah cinta ataukah nista? � aku diam beberapa saat, kemudian kulanjutkan lagi perkataanku. �Hidup tak menentu terjerembab oleh ganasnya waktu.� tak terasa buliran bening telah mengalir di kedua pipiku. Baru kali ini kukeluarkan air mataku untuk hal yang aku sendiri tak tahu pasti. �Aku telah bosan hidup di dunia ini pak tua� segala kenikmatan hura hura dunia telah kurengkuh, tapi�tak ada yang dapat membahagiakan hati dan jiwaku.� �Kalau boleh tahu, apa masalah yang selalu menghantuimu sebenarnya anak muda?� Kulihat tangannya mempersilahkan diriku untuk menjawab pertanyaannya. �Inti dari semua masalah yang sedang kuhadapi cuma ada satu pak tua.� Kegelisahan merambah ke dalam tubuhku untuk kesekian kali antara menceritrakan masalah ataukah memendamnya dalam dalam hingga maut yang akan mencegatku? �Apa itu anak muda?� senyumnya yang khas seketika menentramkan jiwaku yang sedang galau dan risau dirundung berbagai masalah. �Apakah anda percaya pada Tuhan?, benarkah Tuhan itu ada?� kuutarakan juga akhirnya perasaan yang begitu mengganjal akhir akhir ini. �Anak muda sesuatu yang tidak tampak bukanlah berarti tidak ada, cobalah kamu lihat itu.� diacungkan jari telunjuknya tepat kearah batu nisan yang dimaksud. Kuputar tubuh ringkihku guna mengikuti arah jari telunjuknya. Aku semakin bingung apa gerangan tujuan pak tua menyuruhku untuk melihat batu nisan itu, kupikir tak ada yang istimewa pada batu itu. �Lihatlah baik baik, amati dan resapi � lagi lagi suara orang itu membuyarkan lamunanku. �Apa yang istimewa pak tua?� kuberanikan diri untuk bertanya kepadanya. �Apakah batu nisan itu berasal dari sebuah materi yang terbentuk begitu saja karena kejadian alam tanpa ada orang yang membuatnya?� tanya pak tua itu kepadaku yang seolah menohok jantungku. Apakah kamu tahu dan melihat siapa pembuatnya?, kalau kamu anak muda, tak melihat siapa gerangan pembuatnya dapatkah kamu percaya bahwa batu nisan itu ada yang membuatnya?, bukankah sipembuat tidak tampak olehmu?� Aku berfikir sejenak dan membenarkan perkataannya. �Tapi pak tua�� perkataanku terdengar mengantung dan dengan cepat disanggahnya. �Ketahuilah anak muda, semua yang ada di dunia ini butuh akan pencipta, Dialah Allah yang wajib adanya, tidak beranak dan diperanakkan. lihatlah dari hal yang remeh remeh ini semua butuh yang namanya pencipta, apalagi yang besar besar sudah barang tentu juga butuh seorang pencipta yang sungguh maha hebat.” Masih kudengarkan dengan seksama perkataan orang yang ada di sampingku dari tadi. “Nisan, meja, kursi takkan muncul dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakannya.� �Aku inggin bertanya kepadamu sekali lagi anak muda, apakah kamu percaya bahwa di dunia ini ada yang namanya frequensi radio?� kulihat matanya tajam menatapku, seolah olah dengan sangat menantikan sebuah jawaban dariku. Frequensi radio adalah sesuatu yang pernah kupelajari saat masih kuliah dulu, dan aku sangat percaya akan hal itu �Saya sangat perpercaya akan adanya keberadaan frequensi itu pak tua.� �Bagaimana kamu dapat percaya?, bukankah semuanya itu kamu sendiri tidak dapat melihatnya, merasakannya dan membaunya?� �Saya dapat percaya semua itu dengan adanya radio pak tua, dengan kita membunyikan radio tersebut maka dapat diyakini bahwa frequensi itu memang benar benar ada.� �Bukankah semua itu sama dengan dunia ini, tanpa bisa kita merasakannya ataupun melihatnya kita akan tetap yakin bahwa Tuhan itu ada dengan sendirinya dan kita dapat tahu dengan melihat adanya dunia ini.� Sambil mengacungkan tangannya menunjuk pada sesuatu yang ada disekitarnya. �Kesempatanmu masih banyak anak muda pergunakanlah waktumu untuk hal hal kebajikan, kamu masih beruntung jika dibandingkan dengan orang yang terbujur kaku didalam kuburan yang bernisan itu.�sambil mengacungkan jari telunjuknya kearah makam tersebut. Akupun dengan serta merta mengarahkan pandanganku kenisan tersebut, dan ketika kubalikkan pandanaganku kembali keposisi semula, pak tua yang dari tadi menuntunku untuk mengetahui keberadaan Tuhan mendadak hilang bagai ditelan bumi.Kutatap langit jingga sebelah barat, telah merangkak semakin gelap. �Kini aku tahu�Tuhan� Engkau pasti ada � kuayun langkahku dengan cepat menyusuri belantara ilalang yang kian meninggi. �Tunggu aku Tuhan � teriakku sekuat tenaga memecah kesunyian saat itu. tanpa kusadari kakiku telah terperosok kedalam jurang yang sangat curam. Tak ada yang sanggup aku perbuat saat ini. Tapi mendadak tubuhku sangat ringan bagaikan sebuah kapas yang terbang di angkasa. �Aku ingin jumpa denganmu Tuhan, beri aku kesempatan.� Bisikku lirih. Sebuah benturan keras telah merenggut kesadaranku. Dan ketika mataku mulai dapat kubuka perlahan lahan, kudapati tubuhku terbaring diatas ranting pohon yang menjulang dari dasar jurang. “Terimakasih Tuhan, Engkau mau memberikan kepadaku sebuah kesempatan.” Tapi� ketika aku inggin berusaha bangkit mendadak terdengar suara suara aneh dari batang pohon yang sedang kupijak. Ternyata batang kecil yang mennyangga berat badanku sudah mulai tak kuat lagi. Tiba tiba�.
========================================
Pengirim : gema kudus
========================================