Memahami manusia dengan berbagai atribut penilaian yang melekat pada
dirinya, memang menyenangkan. Tapi kadang menjengkelkan. Ya wataknya,
kepribadiannya, sifatnya, sikapnya, tingkah lakunya, proses hidupnya, dan
sebagainya.
Manusia dari kecil hingga menjadi besar. Harus melalui proses perjalanan
hidup yang berliku liku.
Dilahirkan, jadi bayi. Udah besar, masuk sekolah TK, SD. Dikhitan, masuk
dunia akhil balig. SMP, SMA, atau kemudian melanjutkan kuliah. Tujuan
sekolah, lulus ingin dapat pekerjaan. Setelah itu, menikah. Punya anak,
membesarkan anak, dan begitu seterusnya siklus hidup manusia di muka bumi
ini. Secara garis besarnya demikian.
Manusia yang telah dewasa semakin sarat dengan dinamika dan penuh proses
dialektika dalam kehidupannya:
Tidak punya pekerjaan, ingin bekerja.
Sudah punya pekerjaan, tidak serius bekerja.
Bekerja gaji sedikit, kurang. Murung, sakit sakitan, tak bergairah hidup.
Tampangnya kusam, masam, minder.
Gaji besar, bingung ngelolah uangnya. Larinya ke maksiat. Keluar masuk pub,
diskotik. Minum minuman, hingga berani main perempuan. Mentereng, keren,
beken, konsumtif, jadi manusia hedon Seolah olah hidup ini hanya dinilai
dengan materi semata. Padahal, slappppppp Itu semua bisa hilang dalam
sekejap, bila Tuhan menginginkan Karena sombong itu sesungguhnya hak
prerogatif Tuhan. Baju Tuhan.
Ketika masih sama sama hidup di jaman susah, akrab, mau kumpul bersama.
Ketika dapat posisi baik. Dapat jabatan promosi bagus di kantor, jadi
supervisor, jadi asisten manajer, sudah lupa sama teman. Sombong, ndak mau
gaul. Melihat dan kumpul sama teman miskin, ogah. Takut ketularan.
Dapat istri cantik, tambah sombong. Angkuh, suka meremehkan teman. Merubah
sifat dasar.
Ikut organisasi, sifatnya jadi eksklusif, menutup diri dari “orang luar”.
Terjebak ideologi puritan.
Mengembangkan istilah “kami” dan “mereka”.
Silaturahmi dengan teman jadi putus, terganggu.
Ya, inilah hidup. Penuh dengan jebakan, tapi kita tanpa pernah sadar akan
bahayanya lubang jebakan itu. Harta (materi, gaji, pendapatan, bisnis dsb),
tahta (posisi, jabatan, baik di kantor ataupun di masyarakat), dan wanita
(isteri, selingkuhan, simpenan, gundik, selir dan bolo bolonya) adalah
godaan hidup yang paling sempurna.
Duh, Gusti Pengeran Ingkang Maha Dumadi, ambillah harta saya jika saya punya
banyak harta, tapi menjadi lupa akan nasib teman teman saya.
Ya Gusti, lenyapkanlah jabatan saya, bila karena jabatan itu saya jadi malas
dan enggan bersilaturahmi dengan teman teman.
Ya Gusti, berilah hamba pendamping hidup yang bisa semakin mempererat
silaturahmi saya dengan teman teman.
Ya Gusti, jangan beri hamba seorang pendamping hidup yang kemudian membuat
hamba berubah menjadi angkuh dan sombong dan melupakan teman teman.
Duh, Gusti. Berilah hamba harta yang barokah.
Duh, Gusti. Bimbinglah akal nurani hamba sehingga selalu lurus dalam
jalan Mu.
Duh, Gusti…….
Pancoran, 20 11 03
(c) GJ
========================================
Pengirim : Gus John
========================================