Perlahan lahan Nadine menyeruput sisa tehnya, menikmati setiap teguk dengan seksama. Dengan diam diam Odi memperhatikan pemandangan itu, seperti halnya dengan diam diam disembunyikannya Nadine dihatinya.
Odi menghirup rokoknya dalam dalam dan membetulkan letak kacamata hitamnya. Diperhatikannya Nadine sekali lagi. Gadis manis itu memang selalu berhasil membuatnya terkagum kagum. Ada jerawat satu tumbuh di dekat hidungnya, membuat Nadine kelihatan semakin menarik dalam pandangan Odi.
�Ada apa?� tanya Nadine saat disadarinya ia sedang dipandangi.

�Ah, nggak � jawab Odi berbohong. Ia lalu mengalihkan pandangannya di tempat lain.
Ganti Nadine yang memandanginya. Nadine merasa ada sesuatu yang disembunyikan Odi darinya, namun sepasang mata teduh yang bersembunyi di balik kacamata hitam itu tidak menjelaskan apa apa padanya. Nadine menarik nafas panjang dan dalam, menghembuskannya lalu menyeruput sisa tehnya.
Hanya sebentar saja Odi sanggup mengalihkan pandangannya di tempat lain, selebihnya ia kembali memandangi Nadine. Odi tertawa kecil saat dilihatnya angin sedang mengacak acak rambut si Nadine. Tiba tiba dirasakannya ada sesuatu yang berdesir desir di hatinya sesuatu yang menyusupi relung relung terdalam jiwa.
�Kenapa sih, senyum senyum sendiri?� tanya Nadine heran.

Odi menggeleng cepat, �Nggak, udah abisin aja minumnya � kata Odi sambil membuang rokoknya, kemudian menginjaknya dengan ujung sepatu.
Nadine bengong, memandanginya dengan heran. �Odi, kamu kenapa sih? Bilang dong Tanya Nadine sedikit memaksa.
�Aku? Memangnya aku kenapa?� tanya Odi, pura pura tak mengerti.
�Ya� nggak pa pa sih, cuma agak aneh aja � jawab Nadine sambil mengendikkan bahunya.
Odi cemberut. �Aneh? Aku aneh katamu?� tanya Odi kecut. Tak disangka, gadis anggun yang dipujanya itu menanggapnya aneh.
Nadine terkejut saat disadarinya Odi tersinggung. Ia sungguh tak bermaksud membuat Odi marah. Ia hanya ingin tahu saja.
�Aduh, jangan marah gitu dong Di Aku kan cuma��
�Nggak tuh. Emang nyatanya gitu.� Potong Odi cepat.
�Maksudku��
�Ah, aku emang aneh kok, Nad. Buktinya nggak ada yang mau sama aku. Lain sama kamu, banyak yang ngantri.� Sindir Odi sambil tertawa getir.
Nadine yang tidak tahu apa apa malah ikut tertawa bersamanya.
�Nggak juga � bela Nadine.
�Nggak apanya? Buktinya kamu telah membuat hati banyak cowok terluka.� Kata Odi. Nada bicaranya mendadak serius.
Nadine terpaku, tak tahu harus bilang apa. �Masa sih?� tanyanya kemudian, setelah berhasil mengatasi galau yang tiba tiba menyergapnya.
�Iya Nad, kalo nggak salah, nggak satupun dari mereka yang kamu mau kan? Lalu apa kerjamu selama ini?�
Nadine terdiam, dipandanginya Odi dengan gamang. �Menolak � jawab Nadine pendek, setelah melewati perenungan yang cukup lama tentang apa yang baru saja ditanyakan Odi.
�Ah, ya, tentu saja.� Kata Odi datar.
Lalu kau sendiri, apa kerjamu selama ini?� tanya Nadine tiba tiba.
Odi tertawa kecil, menyembunyikan kegetiran di hatinya. �menunggu�� ungkapnya lirih.
�Menunggu? Menunggu siapa?� tanya Nadine, masih dengan nada herannya.
Odi terkejut, tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkannya. �nggak tahu, nunggu bidadari yang turun dari langit kali.� Jawab Odi asal saja.
�Ngaco � Nadine melengos. �Yang dekat saja banyak, ngapain nungguin yang jauh?� ucap Nadine.
�Memang banyak, tapi nggak ada yang mau tuh sama aku.� Sahut Odi sambil berdiri dan meraih tasnya.
�Oh ya?� desah Nadine pendek. Ditariknya kedua sudut bibirnya hingga terbentuk sebuah senyuman.
�Odi menoleh ke arah Nadine dan berkata, �Kamu juga nggak mau kan Nad?� tanya Odi sambil melangkah pergi, meninggalkan Nadine sendiri bersama debar jantungnya. Lagi lagi gamang.
�Mau�� ungkap Nadine lirih. Tentu saja ketika jarak diantara mereka telah bermeter meter jauhnya dan tentu saja pernyataan Nadine itu tidak terdengar lagi Oleh Odi.
Nadine terdiam, sepasang matanya mengiringi kepergian Odi dengan kehampaan yang tiba tiba menderanya dan membiarkan saja angin mengacak acak rambutnya sekali lagi.

�Kalo suka bilang aja Nggak usah diumpet umpetin � kata Syafin pada Odi.
�Sudah, aku sudah bilang padanya.� Kata Odi pada sahabatnya itu.
�Masa? Bilang kalau kau suka padanya?� tanya Syafin tak percaya.
�Ya, melalui mataku.� Ucap Odi mantap.
Syafin langsung tertawa ngakak. �Bilang dengan mata? Mana dia tahu � Kata Syafin sambil tetap cekikikan.
�Habis gimana dong?� tanya Odi bloon.
�Ya ngomong Di, pakai mulut, bukan pakai mata. Punya mulut nggak?� Syafin jengkel melihat kebloonan Odi.
�Mulut sih punya, keberanian yang nggak punya.� Kata Odi kecut. Ia ingat betapa ia pernah beberapa kali ingin mengungkapkan cinta dengan mulutnya itu, tapi tak pernah bisa. Jantungnya selalu saja seperti berhenti berdetak saat hendak memulainya.
�Hoii�cinta kan butuh keberanian, Bung.� Kata Syafin sambil menepuk nepuk punggung si Odi.
�Iya sih, tapi nggak semuanya harus diungkapkan kan?� Odi membela diri.
�Emang nggak tapi kalau bahasa mata nggak cukup, ya pakai kata kata Di. Cinta tanpa pernyataan itu ibarat keinginanmu untuk menggenggam sang bayu. Meskipun ia ada didekatmu dan kau bisa merasakan kehadirannya, tapi kamu nggak mungkin bisa menggapainya. Kamu tahu kenapa? Karena ia akan segera berlalu.� ucap Syafin sok beribarat ibarat.
Odi terdiam, memikirkan kata kata sahabatnya itu dan mencoba meresapinya dalam dalam. Nadine Kenapa hidupnya sekarang hanya tentang Nadine? Odi sendiripun heran. Ia benar benar tak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya. Ia bingung. Sangat bingung. Dengan kekuatan yang mana ia harus menghadapi senyum manis si Nadine? Ah, apa benar cinta butuh pernyataan? Seandainya saja tidak. Seandainya bahasa mata saja sudah cukup, pasti hidup ini terasa lebih indah. Pasti
�Hai, kok bengong?� tanya Syafin.
Odi tersenyum, meskipun tidak tulus. �Eh, caranya ngomong gimana?� tanya Odi dengan tampang bingungnya.
�Ya, dibuka mulutnya, bego Bilang apa yang ada dihatimu Tuh Nadine kesini.� Kata Syafin saat dilihatnya Nadine sedang menghampiri mereka berdua.
�Sekarang?� tanya Odi, masih dengan tampang bingungnya.
Syafin melotot sambil mengepalkan tinjunya. �kapan lagi?� bentaknya dengan nada jengkel.
Odi terdiam saat disadarinya langkah Nadine semakin dekat. Jantungnya terasa semakin keras berdetak. Mungkin sebentar lagi berhenti. Aduh, bagaimana ini?
�Hai, Nadine�� sapa Syafin dengan seulas senyum yang kelewat mewah, lalu ia melambaikan tangannya tinggi tinggi sambil memberi isyarat pada Odi dan segera melangkah pergi.
�Kenapa dia?� tanya Nadine heran melihat sikap Syafin yang kelewat over acting.
�Tahu tuh, lagi kumat kali � jawab Odi sekenanya. Lalu mereka tertawa bersama sama.
Nadine melanjutkan langkahnya dan segera mengambil duduk dibangkunya. Odi mengikutinya dari belakang kemudian duduk di atas meja, dekat bangku si Nadine. Seperti biasa, ia masih suka memandangi Nadine.
�Kenapa?� tanya Nadine. Dipandangi seperti itu, Nadine merasa jengah juga.
�Aku mau ngomong.� Kata Odi dengan susah payah. Ia mencoba untuk tak menghiraukan debar jantungnya. Pun, berusaha mengatur kembali hela nafasnya.
�Apa?� tanya Nadine heran. Ditatapnya mata Odi dalam dalam.
Serta merta Odi gemetaran. Suaranya tertahan di ujung tenggorokan. �nggak jadi aja � akhirnya Cuma itu kata yang berhasil diucapkannya.
�Yah, kok nggak jadi? Bilangin dong Udah terlanjur penasaran nih � Nadine ngotot ingin tahu.
�Entar aja deh, ya?� tawar Odi.
�Sekarang aja kenapa? Ayolah, kita kan teman.� Rajuk Nadine.
Odi sedikit kecewa mendengar kata terakhir itu. �Teman? Ah ya, tentu saja kita teman.�
Odi diam sejenak, mengambil nafas dalam dalam, lalu ia melanjutkan kalimatnya. �Nad, sebenarnya sudah berkali kali kukatakan pada diriku bahwa aku cukup bahagia menjadi temanmu, tapi nggak pernah bisa�� Odi menghentikan kalimatnya lagi, mencoba menenangkan diri barang sejenak. Namun Nadine keburu menyahut.
�Kenapa? Apa karena aku jelek, jerawatan, bawel, nyebelin, gitu?� semprot Nadine sewot.
�Bukan begitu, Nad��
�Brakkk � Nadine membanting bukunya ke muka Odi dengan marah.
Odi tertunduk pasrah.
Nadine yang tersinggung akhirnya berlari keluar sambil bersungut, sedangkan Odi hanya bisa memandang kepergiannya dengan hampa.
�Bukan begitu Nad, aku tidak cukup bahagia menjadi temanmu karena aku menyayangimu � kata Odi lesu. Tentu saja ketika jarak diantara mereka telah demikian jauhnya. Dan pernyataan Odi itu hanya didengar oleh angin yang kebetulan lewat.
Dalam kehampaan, diraba hatinya, perih.

April �04
Untukmu

) Penulis adalah Cerpenis Pemula yang sedang menempuh Studi di UMM

========================================
Pengirim : Nuri Rismawati
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *