Pengalaman ini terjadi ketika usiaku memasuki sweet seventeen, dimana aku
berada pada usia yang penuh dengan sanjungan, khususnya dari lawan jenisku.
Alhamdulillah, aku memang dikaruniai wajah yang cantik, tubuh yang
proporsional, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek.
Pendek kata,
persyaratan menjadi gadis ideal telah ada padaku. Selain itu, masih ditambah
dengan otak yang cerdas. Sayangnya, pada waktu itu aku belum punya kesadaran
untuk berterimakasih kepada yang memberi anugerah tersebut, yakni Allah SWT.
Mentang mentang cantik, banyak yang memuji, lantas aku lupa diri, alias
sombong.Kesombongan inilah yang kemudian membuatku dijauhi teman teman,
tetangga, lawan jenis bahkan saudara. Semula, aku masih masa bodoh dengan
reaksi mereka.
Memangnya aku minta makan sama mereka ? Buatku, yang penting
orangtuaku tetap menyayangiku, habis perkara. Tetapi, setelah aku menyandang
titel dokter, aku mulai merasa gelisah.Kegelisahanku ini dipicu oleh beberapa
komentar orang, bahwa memiliki wajah yang cantik, taat itu, memberiku resep
mendekatkan diri kepada Allah.
Antara lain, aku harus menjalankan shalat lima
waktu, shalat malam, puasa Senen Kamis dan sebagainya. Itu pula yang dia
lakukan sewaktu dia hampir DO dari kuliah tempo hari.
“Tapi, semua itu tidak
ada artinya kalau kamu tidak membuang semua sikap sikap jelekmu,” tambah Mirna
lagi.Di depan Mirna, aku memang tidak bisa berkutik. Sahabatku satu satunya ini
memang sulit didebat. Sebagai psikolog, dia sudah tahu setiap kelemahanku.
Dia
tak pernah meleset bila membidikku agar tak berdaya. Apalagi, sewaktu dia
bilang, “Sebagai sahabat, aku cuma bisa menawarkan kebaikan. Selebihnya
terserah kamu. Mau kamu melajang seumur hidup, aku tidak rugi.
“Tidak mudah
mengikuti saran Mirna. Shalat lima waktu, bagiku sangatlah berat. Apalagi
shalat malam dan puasa. Benar benar ujian maha berat bagiku.
Begitulah yang aku
rasakan pada awal aku mencoba. Setelah mulai berjalan, sepertinya aku dituntun
oleh Allah yang maha pengasih. Sebagai dokter umum, berbagai karakter
manusiaPerkembangan selanjutnya, aku mulai merasakan faedah shalat lima waktu,
shalat malam dan puasa.
Dengan shalat, aku bisa lebih mengenal keburukanku,
dengan puasa aku lebih bisa menghargai orang orang yang sosial ekonominya di
bawahku. Maka dengan menghargai orang lain, akupun mendapatkan penghargaan dari
orang lain.Akupun mulai terketuk untuk beramal lewat ilmuku.
Para pasien yang
aku tahu persis memang tidak mampu, aku gratiskan. Sebagaimana kata Mirna,
bahwa beramal tidak berarti mengurangi penghasilan kita. Justru semakin sering
aku beramal, semakin hari, pasienku semakin banyak.
Salah satu dari mereka,
telah dikirim Tuhan sebagai jodohku. Ya, suamiku adalah bekas pasienku yang
kini telah menghadiahi aku seorang anak yang baik. “Alhamdulillah, terimakasih
ya Allah, Engkau telah mengabulkan permohonanku, sesuai keinginanku.”dannbsp;
Oleh: (Etty Jawa Barat)
========================================
Pengirim : Loly
========================================