�Tolong ceritakan tentang sisi lain keseharian seorang mahasiswa perantauan. Cerita pendek saja.�
�Sebelum kukabulkan, simpanlah dulu buku antologi cerpennya Seno Gumira itu.�
�Oh iya, maaf.�
Rembulan dirundung mendung. Gerimis masih menangis sejak senja kelabu tadi. Munaf melirik jam dinding di kamarnya. Pukul 21.47 WIB. Belum sampai jam sepuluh malam, hanya satu dua kendaraan bermotor yang melintas. Tidak seperti malam malam lampau. Sudah dua minggu ini pula kawan kawannya tidak datang untuk sekadar singgah, melumat malam dalam perbincangan tak berguna, ajakan berlatih atau bertanding sepakbola, terbahak bahak dan menyumpal udara kamarnya dengan asap rokok sampai menjelang subuh memanggil mereka pulang.
Aaaarkh, desahnya sambil mengulet di sandaran kursi kayunya.
Munaf meletakkan lembar ketikan guna mengakhiri kegiatan memeriksa kembali proposal skripsinya. Lalu ia merapikan kertas kertas di meja belajarnya. Sebentar itu bangkit untuk meletakkan beberapa buku tebal di rak buku. Ekor matanya sempat melirik sebuah kitab suci berdebu yang juga teronggok di rak itu. Dulu, setiap hari ia membacanya.
Kemudian ia menghidupkan tape recorder nya. Segera terdengar dendangnya dengan nada lembut.
iAku mengagungkan Engkau
Aku memuja muji Engkau
Layaklah kusembah Engkau
Hanya Engkau, cuma Engkau/i
Lantas ia melanjutkan kegiatannya dengan merapikan benda benda di mejanya sembari bersiul lirih mengikuti irama lagu dari tape recorder nya. Tentu saja ia hafal irama lagu tersebut, sebab selama bertahun tahun ia aktif dalam bidang kerohanian. Ia lebih hafal lagu lagu semacam itu daripada lagu �Sephia� nya Shella on 7, �Arjuna Mencari Cinta� nya Dewa 19 apalagi lagu lagu heavymetal nya Metallica.
Di sela sela aktivitasnya Munaf berencana besok, sebelum singgah ke persewaan pengetikan komputer, ia akan berangkat ke kampus dulu untuk berkonsultasi proposal skripsi dengan dosen pembimbingnya. Ia berharap besok dosen pembimbingnya langsung menyetujui dan tidak menuntut yang serba susah. Sebab, berdasarkan cerita cerita dari pengalaman kawan kawannya, menggarap skripsi itu pun sangat tergantung pada dosen pembimbing. Bukan saja masalah tuntutan macam macam, melainkan juga masalah jadwal pertemuan dengan dosen pembimbing, serta masalah kondisi fisik maupun psikis dosen pembimbing. Dalam hati ia berdoa, semoga dosen pembimbingnya tidak rewel.
Munaf menghela nafas lepas lepas. Diraihnya mug di mejanya. Ditenggaknya sisa kopi yang telah dikunjungi beberapa ekor semut. Glek Glek Glek Suaranya kencang seolah tengah menelan kegalauan. Matanya beralih ke sebuah kalender duduk di depannya.
Munaf sangat menginginkan semester ini ia bisa menyelesaikan masa kuliah yang sudah lebih dari enam tahun untuk sebuah gelar S 1 nya. Apalagi ayahnya yang mengidap penyakit darah tinggi itu sudah pensiun, ibunya hanya berwiraswasta dengan menggarap kue kue pesanan, kedua kakaknya telah berkeluarga, dan kedua adiknya juga sedang memasuki masa penulisan skripsi. Munaf percaya bahwa Tuhan pasti sudi menolongnya, dan akan mengabulkan harapannya serta harapan kedua orangtuanya.
Usai menata meja belajar dan membereskan berkas berkasnya, Munaf menoleh ke ranjang. Ia tersenyum kala melihat seorang gadis berkaos singlet warna merah menyala dan bercelana pendek sekali tengah berbaring telentang sambil memijat tuts tuts telepon selulernya. Gadis yang sebelumnya adalah rekannya satu kelompok sewaktu KKN dan kini jadi kekasihnya itu sudah lebih dari empat malam menginap di kamar kos Munaf.
Di luar sana rembulan telah tenggelam. Gerimis mengiris malam.
�Cuma segitu cerita pendeknya? Apakah yang kemudian dia lakukan bersama kekasihnya? Bagaimana dengan skripsinya? Apakah dia sudah tidak taat pada Tuhannya?�
�Itu, kan, cerita pendek?�
bumiimaji, 2003 2004
========================================
Pengirim : Agustinus Onoy Wahyono
========================================