Agustus. 2003
cuma kebekuan aja yang ada
kalo pun dia menangis, menangislah dia dalam diamnya.
tiupan angin sommer tidak lagi membawa kehangatan dalam senyumannya………….
……………Tiupan angin lembut memaikan….
rambut sebahunya memang sengaja dibiarkan tertiup, terkadang pandangannya terhalang oleh rambut ikalnya, kaca mata yang tertenger di hidungnya membuat tatapan dinginya semakin membeku, jeans belel tak bermerk tampak kusam, tas di pundak, dan secarik surat dalam genggaman tangan kecilnya. Lusuh..
Hemm……
Keramaian Kota Berlin tidak bisa merobohkan dinding keraguan yang tersusun dlm hatinya
Seperti hari hari kemarin, hari ini pun Dia berjalan tanpa tujuan, tanpa arah, tanpa harus bertanya kemana hendak dia Pergi. Langkah langkahnya tanpa terlihat tak pernah berhenti berjalan, walau hanya untuk sekedar menoleh kebelakang.
Kekokohan Gereja yang tersissa dlm keramaian kota Berlin tidak membawa sedikitpun ketenangan
Dalam keterasingan dia Diam………
Dalam kesendirian dia Diam……….
Dalam kebekuanpun dia DIam…….
Entah hal apa yang bisa merobohkan dinding keraguan yang tersusun semakin kokoh dlm hatinya.
Sebenarnya ini bukan hal yang aneh ataupun asing dari dirinya yang sering terbalut dlm keterasingan, kesendirian, dankecongkakan.
Hampir setahun dia diam dalam keraguan yang terus tersusun pasti dlm hatinya, atau hanya rasa takut yang tersusun…?? ??
Dlm Setahun itu pulalah dia harus belajar dalam kebekuan, belajar dalam ketenangan kota kecil, belajar dalam kesendirian, belajar tanpa dia sendiri tau mau kemana dia nanti berjalan.
Dalam keraguan itu pulalah dia bersyukur, tanpa harus bersusah payah, dia dapt lulu..
Dia Percaya akan kekuatan Doa, kemapuan akademisnya mungkin memang dibawah standar, Tapi dia percaya ini semua berkat Doa
Keindahan dan keramaian Alexanderplatz tidak membuat pula dia tersenyum, bibir mungilnya tertutup datar tanpa exspresi, pandangannya menembus jam jam yang terus berputar.
Hingga sinar mentari sommer mulai memudar, berganti perlahan terangnya lampu jalan. Tram.tram, dan S Bahn tanpa peduli meninggalkan penumpang yang telat, walau hanya dalam hitungan detik. Kesombongan kota besar…
Dinding langit tersusun begitu teratur dalam jejeran bintang, pantulan sinar yang jatuh ke danau Stendal, memantul memancarkan sinar sinar kecil
Langkahnya belum juga berhenti
entah sudah berapa senyuman yang dia korbankan, Tapi dinding keraguan itu masih tersusun kokoh
Tas di pundaknya tanpak tenang mengikuti langkah kakinya. Surat itu masih tergengam dalam tanganya, Tangan kecil yang dihiasi gelang Kayu.
Perlahan dia buka kembali surat itu, entah untuk yang keberapa kalinya “Zullasungbescheinigung zum Studium, fachbereich Medizin Technik. FH.Giessen Friedberg.”
Dinding keraguan itu semakin kokoh tersusun dalam hatinya.
Haruskah dia pergi untuk menerima surat itu..?, atau lebih baik dia diam dalam kota kecilnya, kota yang membawa ketenangan dalam kesendirian, kota yang menjanjikan jalan tenang.
“Bioteknologie, FH.Anhalt K�then”
Perlahan langit meneteskan titik titik hujan dalam ketengan malam kota Berlin. Perlahan kedamaian kota Berlin terlihat hadir membawa kesejukan, Perlahan penduduk kota Berlin meninggalkan jalan jalan, hanya beberapa gerombolan kecil pemuda yang terlihat di jalan.
Tapi…………….
Dia terus berjalan tanpa tujuan,tanpa arah, tanpa harus bertanya kemana hendak dia pergi, langkah langkahnya terlihat tak pernah berhenti berjalan, walau hanya untuk menoleh kebelakang
(ilham dalam keraguan kota Kecil)
Tram =
S Bahn (Schnell Bahn) = Kereta Cepat
Zullasungbescheinugung zum Studium = Surat undangan untuk kuliah
FH (Fachoschule) = Universitas
========================================
Pengirim : ALi Irawan
========================================