Ku buka lagi..lembaran lembaran harian yang sering menemani sepinya hari, dan hidup.sekedar pelepas..rasa kangen, rindu dan kadang lebih sering rasa kecewa yang semakin hari menghimpit didada..karena pencaharian
Frankfurt Jakarta 2004 Udara dingin di bulan Februari begitu kejam, jaket kulit yg membungus tubuhku terasa masih belum cukup. Jam
menunjukkan pkl 09.00 pagi, suasana di Bandara Frankfurt international sudah mulai ramai, maklum pemberangkatan Internasional pertama ke seluruh jurusan di mulai pkl 09.30 pagi. Hmmm … Pulang,
kata itu yg selama ini selalu menghantui pikiranku, selama lebih satu tahun di rantau orang inilah saatnya segala daya, segala usaha dan segala juang menemui kliamksnya karena berkumpul dan menyatu menjadi sebuah kata …: Gagal
Pulang dan Gagal … kata itu terdengar manis menyayat telinga. Dan kegagalanku kali ini begitu sempurna karena kepulanganku kali ini terdorong oleh suatu persitiwa yg mungkin kata orang adalah suatu yg mustahil. Tapi bagiku inilah mungkin perstiwa yg tak mungkin aku lupakan, Yah …visa…
Mamah … hmmm …Nama itu begitu terpatri dalam hidupku selama ini, Nama itu begitu melekat dalam hatiku , Dan nama itu selalu kusebut selalu manakala aku sedang rindu. Belai kasih yang nggak pernah dapet di tukar dengan segalanya, Manja saat kecil yang kini mungkin sudah
harus di ganti dengan Kata Pengabdian, mencari kebahagian untuknya…, tapi…. bukankah yang namanya ” Bahagia” itu mahal harganya ?
Jam menunjukkan pukul 10.00 tepat, Aku antre memasuki ruang pemeriksaan tiket dan pasport untuk menuju ke pesawat Taiwan Airline.
Tanpa kesulitan berarti aku memasuki tangga pesawat dan siap mengudara. Di dalam pesawat, Aku tak bisa tenang, pikiranku melayang
membayangkan seperti apa suasananya nanti. Membayangkan seperti apa raut muka Mamah yg selalu membayangi hidupku, seperti apa Mamah.. ?
Apa yg akan aku ucapkan manakala pertama jumpa dia ? “pa khabar Mamah..?”… “Hai Mamah, saya pulang.. “, “, Maafkan saya Mamah..”
Atau baiknya aku diam…..
Hmmm … ide yg cemerlang, baiknya aku tetap diam dan Segera pergi menghilang.., toh bukanya sudah biasa aku menghilang dari keramaian,
mungkin bisa dikatankan ini Namanya suatu keahlian… Aku kan datang dan kembali menghilang ..,”Jogja.. ” Aku tersenyum penuh kemenangan membayangkan ide cemerlang itu. Entah karena pikiranku sudah kosong, capek atau mungkin kelelahaan aku tertidur di pesawat.
Jogya, Menurut orang kota pelajar dan kota seni, tak berlebihan memang julukan tersebut, disana sini kulihat pelajar dan mahasiswa seliweran, dan tak ketinggalan seniman jalanan sedang beraksi
menghibur penonton yg sepertinya takut takut melihatnya, maklum jogya sekarang kata orang sudah banyak berubah. Jogya sekarang bukan lagi
murni dihuni oleh para seniman jalanan yg hanya sekedar membantu meringankan biaya kuliah atau sekedar mencari makan.
Tapi Jogya sekarang, disamping dihuni mahasiswa dan seniman, juga sekarang dihuni oleh para preman. Jogya, bukaku juga tempat yang aman
untuk menghilang, selain aku nggak punya saudara atau kenalan…, setidaknya masih bisa bertahan hidup dengan modal otak yang masih
melekat di kepala..
Kamar kecil yang kusewa nggak terlalu mahal.., karena selain letaknya jauh dari pusat kota, ya.. Kali urang dekat UII, cukup banyak penduduk desa yang menawarkan kost dengan harga miring bagi
Mahasiswa, Walau statusku bukan lagi Mahasiswa, berganti jadi pengantar koran, atau seniman jalan, setidaknya masih mampu bertahan hidup.
Siapa sudi orang berpaling kepadaku? Setahun lebih di rantau orang dan pulang membawa kegagalan, Tak perlu aku ceritakan lagi karena
hanya akan menambah predikatku sebagai orang yg gagal, gagal yang teramat sempurna tentunya.
Tak terasa menitik pula air mata ini Mam.. Saya tahu semua kecewa, tapi…biarkanlah saya menghilang dan menjadikan cerita ini sebagai
impian masa lalu yang harus kukubur dalam dalam…
Maafkan saya Mam…..
========================================
Pengirim : Ali Irawan
========================================