Sisik sisik matahari telah silih berganti mencumbui ubun ubun seorang anak kecil bertubuh kurus kering yang selalu duduk di bibir sebuah kolam berdiameter sepuluh meter. Semir sepatu yang isinya masih penuh dan tas rombeng berbintik jamur nyari merata itu ditaruhnya begitu saja di bawah bibir kolam yang kering. Matanya mengambang pada permukaan air kolam. Seringkali ia menelan air liurnya. Pada bidang permukaan air kolam itu tercetak eksterior berikut suasana pesta para pengunjung sebuah restoran mewah berlantai tiga nan terkenal yang terletak di seberang jalan selebar lima belas meter dari kolam itu.
Ketika matahari terinjak kaki langit barat dan bulan pucat sebesar uang logam seratus rupiah berlabuh di permukaan air kolam serta disemarakkan oleh lampu lampu indah dari lansekap restoran, anak kecil itu berjingkat jingkat menuju kolam. Bayangan anak anak tengah makan dengan lahap di depan aneka sajian atau keluar restoran sembari mengunyah steak kentang atau menjilat jilat es krim begitu lekat menari nari di kepalanya. Perlahan lahan ia naik ke bibir kolam, lalu turun dan mencelupkan kaki ke permukaan kolam. Lantas ia menyelamkan dirinya menuju gerbang restoran, plasa, teras, pintu utama dan seterusnya. Dalam restoran itu akhirnya ia makan sekenyang kenyangnya.
Fajar mekar mengabarkan temuan mayat anak kecil terapung di kolam kota itu dengan perut sudah membuncit berisi air kolam. Sementara orang orang beserta anak anak mereka masih selalu datang untuk menikmati hidangan sambil tertawa riang di restoran itu.
babarsariyogya, september 2002Kolam
Sisik sisik matahari telah silih berganti mencumbui ubun ubun seorang anak kecil bertubuh kurus kering yang selalu duduk di bibir sebuah kolam berdiameter sepuluh meter. Semir sepatu yang isinya masih penuh dan tas rombeng berbintik jamur nyari merata itu ditaruhnya begitu saja di bawah bibir kolam yang kering. Matanya mengambang pada permukaan air kolam. Seringkali ia menelan air liurnya. Pada bidang permukaan air kolam itu tercetak eksterior berikut suasana pesta para pengunjung sebuah restoran mewah berlantai tiga nan terkenal yang terletak di seberang jalan selebar lima belas meter dari kolam itu.
Ketika matahari terinjak kaki langit barat dan bulan pucat sebesar uang logam seratus rupiah berlabuh di permukaan air kolam serta disemarakkan oleh lampu lampu indah dari lansekap restoran, anak kecil itu berjingkat jingkat menuju kolam. Bayangan anak anak tengah makan dengan lahap di depan aneka sajian atau keluar restoran sembari mengunyah steak kentang atau menjilat jilat es krim begitu lekat menari nari di kepalanya. Perlahan lahan ia naik ke bibir kolam, lalu turun dan mencelupkan kaki ke permukaan kolam. Lantas ia menyelamkan dirinya menuju gerbang restoran, plasa, teras, pintu utama dan seterusnya. Dalam restoran itu akhirnya ia makan sekenyang kenyangnya.
Fajar mekar mengabarkan temuan mayat anak kecil terapung di kolam kota itu dengan perut sudah membuncit berisi air kolam. Sementara orang orang beserta anak anak mereka masih selalu datang untuk menikmati hidangan sambil tertawa riang di restoran itu.
babarsariyogya, september 2002
========================================
Pengirim : Agustinus Onoy Wahyono
========================================