Pelan pelan Surya membuka kelopak matanya.
“Sudah sadar.�
Surya menoleh ke arah suara tadi. dilihatnya seorang laki laki sedang tersenyum
ke arahnya. Senyum yang entah bermakna apa. Betapa tidak ada pikiran seperti
itu di benak Surya, laki laki yang hanya berjarak kurang dari dua meter darinya
itu memakai pakaian aneh ala peran peran penjelajah luar angkasa plus sisiran
yang aneh pula ala sisiran tahun 60 an; rapi, klimis dan mengkilat. [Perpaduan
yang aneh bukan? ].
Umurnya mungkin dua puluh lima tahun. Berpakaian serba perak hingga ke sepatu
dan dengan sebuah alat yang menempel di antara telinganya, seperti earphone.
[Kan seperti film film petualangan luar angkasa. ]
Kemudian matanya memperhatikan seluruh sudut ruangan.
Semuanya terasa asing.
“Ini di mana?�
“Kamu berada di tempat saya, Port Verses,� jawab laki laki itu.
Port Verses? Surya bangkit dari pembaringan. Sekali lagi matanya memperhatikan
keadaan sekeliling, dan sekali lagi ia tidak bisa mempercayai apa yang
dilihatnya; seluruh benda yang di ruangan ini sangat berbeda, bahkan seumur
hidupnya ia baru melihat hal ini.
Surya baru sadar ada sesuatu yang menempel di kepalanya. “Apa ini?’ katanya
mencoba untuk melepaskannya.
“Jangan dilepaskan Itu akan membantu penyembuhannya.�
Surya memandangi laki laki itu. Kejutan apalagi yang harus diterimanya setelah
ini, bathinnya.
“Anda kami temukan terdampar di spot 80 menit empat hari yang lalu,� kata
laki laki itu menjelaskan.
Spot 80 menit, tanya Surya dalam hatinya. “Ini di mana?�
“Maaf, kami tidak bisa menemukan di mana kendaraan Anda. Tapi, sepertinya
Anda bukan dari planet ini?� laki laki itu malah bertanya, dan bukannya
menjawab pertanyaan Surya.
“Ini bumi kan?� timpal Surya.
“Bumi?� laki laki itu balas bertanya dengan kening yang berkerut.
“Ya, bumi,� tegas Surya.
“Bumi yang mana?�
Mulut Surya menganga. Ini yang primitif saya atau ni orang, masak bumi saja
nggak tahu.
“Bumi. Pusat galaksi dinamakan matahari, planet pertama setelah matahari
Merkurius, terus Venus dan yang ketiga adalah bumi atawa earth, ardhi.�
“Oh, planet ketiga setelah matahari dalam susunan tata surya galaksi
Bimaksakti.�
“Tidak ada yang lain lagi bukan?�
Laki laki itu tersenyum. Perlahan diambil sebuah benda yang terkait di pinggang
pakaian laki laki itu, bentuk dan besarnya seperti e book. Herdis hanya
memperhatikan saja bagaimana laki laki itu menekan nekan benda di tengannya.
Setelah itu dari benda tadi ke luar cahaya berwarna warni dan dalam hitungan
detik sudah membentuk susunan.
“Itu galaksi Bimasakti,� seru Surya dengan perasaan yang masih diliputi
rasa keheranan dengan benda benda virtual di depannya.
“Benar,� ujar laki laki tadi. “Tadi bilang berasal dari bumi?�
lanjutnya.
Surya mengangguk.
“Aneh,� kata laki laki itu.
“Apanya yang aneh, bukankah sekarang kita berada di bumi?�
“Bukan, ini bukan bumi.�
Surya tak bisa mengucap satu patah kata pun mendengar penjelasan itu.
“Saat ini Anda berada di planet Asr, dua ratus ribu tahun cahaya jaraknya
dari bumi.� Laki laki itu menunjukkan bulatan biru di pinggir tatanan galaksi.
Pelan pelan Surya menghitung jajaran planet itu dari matahari. Ada yang ganjil
di sana. “Mustahil, susunan planet dari matahari kan hanya sembilan.
Sedangkan….,� ucapnya terputus penuh dengan ketidak yakinan.
“Dulu memang orang mempercayai susunan galaksi Bimasaksi hanya ada sembilan
planet dengan satu matahari. Tapi, nyatanya kami berada di planet ke 15 setelah
planet pluto sekarang.�
Surya sepertinya ingin tidak mempercayai penjelasan laki laki yang ada di
depannya itu. Tapi, ia sendiri melihat ekspresi dan intonasi laki laki itu
tidak sekalipun yang memberatkan kecurigaannya itu. Tapi apa benar saat ini ia
jauh dari bumi?
“Oh ya, nama saya Alpha,� suara laki laki yang ternyata bernama Alpha itu
membuyarkan lamunan Surya.
“Saya Surya. Surya Hariwijaya,� katanya seraya menjabat tangan Alpha.
“Sekarang tahun berapa, Al?�
“Tahun 6022,� jawab Alpha singkat.
Mulut Surya menganga (tak tahu untuk yang keberapa kalinya). Tahun 6022,
katanya di hati tak percaya. Sekali lagi ia melihat sekeliling, ternyata
suasana ruangan ini sangat berbeda sekali. Dan impuls impuls di otaknya
mengiripkan satu kata: memang mirip film film science fiction tentang kehidupan
di luar angkasa.
“Surya berada di kamar saya,� kata Alpha seperti mengetahui apa yang ada di
pikirannya.
Tangan Surya meraba raba seluruh pakaian seperti mencari sesuatu, “Kacamata,
kacamataku di mana?�
ujarnya.
Alpha menunjukkan jarinya. Surya pun mengikuti arah telunjuk tersebut dan
didapati bahwa kacamata minus duanya itu berada di atas tempat tidurnya tadi.
“Surya tak perlu memakainya lagi.� Mata Surya memandang lekat lekat Alpha.
Keningnya berkerut. “Sebelum Surya dibawa kemari kami telah melakukan
pengkondisian ulang, termasuk memperbaiki kornea mata Surya,� jelas Alpha.
Tangan Surya masih menggenggam gagang kacamatanya. Ia melihat lihat. Tidak ada
yang kurang, semuanya nampak lebih jelas dan jernih. “Al, sepengetahuanku
planet yang sedang dijajaki untuk di diami adalah Planet Mars,� katanya
seraya meletakkan kembali kacamatanya.
“Ya, tapi itu hanya bertahan sekitar tiga ratus tahun saja,� Alpha menarik
nafas, “Kondisi iklim di Mars terlalu bahaya dan alur alur yang dulu ilmuwan
perkirakan sebagai alur sungai ternyata merupakan retakan gempa. Di Mars hampir
setiap minggu ada saja gempa, jelas Alpha.
Surya hanya menyimak.
“Sedangkan Venus hampir mustahil kita bisa tinggal di sana, banyak gas
beracun dan hujan natrium sulfat. Planet yang lain juga memiliki kekurangan,
dari hujan meteor sampai tidak mungkinnya lapisan atmosfer. Dan dengan
teknologi yang ada kami berusaha terus mencari planet yang cocok. Sampai saat
ini, Surya.�
“Jadi planet ini satu satunya tempat tinggal manusia?�
“Tidak, Surya. Planet Ars sebenarnya adalah planet observasi, artinya kami
yang ada di sini adalah tim observasi untuk melihat kemungkinan kemungkinan
apakah kita bisa hidup di sini.� Jari Alpha menunjuk sesuatu. “Vega,
Cassiopiea 431, dan Pisces adalah planet yang juga sedang kami teliti.�
“Kamu ilmuwan, Al?�
“Ya, saya wakil kepala observasi di sini. Tepatnya saya ahli dalam rekayasa
biologi�
Surya berdecak kagum. Ia sedang berbicara dengan wakil kepala observasi yang
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di planet ini. Ya, satu
planet ini keputusannya salah satunya ada di tangan orang di depannya ini.
“Surya sendiri statusnya?�
“Maksudmu pekerjaan?�
“Ya, pekerjaan.�
“Saya hanya bekerja paruh waktu sebagai teknisi komputer. Lagipula saya kan
masih kuliah di jurusan teknik kimia.� Surya mengusap wajahnya.
“Hebat anda, Surya,� puji Alpha.“Itu dulu.� Di hati Surya ia yakin
kehebatan Alpha jauh, bahkan teramat, di atasnya. “Lalu bagaimana dengan
bumi?� tanyanya mengembalikan topik pembicaraan.
“Di bumi sudah tidak ada manusia lagi yang hidup di sana. Atmosfir bumi sudah
punah, akibatnya es di kutub utara dan selatan mencair sehingga volume air
semakin bertambah dan akhirnya menenggelamkan bumi.� Alpha menekan nekan
sesuatu, dan layar tiga dimensi yang tadi menyusun tatanan tata surya berganti
tampilan.
“Ini bumi saat sekarang, Al?� Surya hanya melihat air di sana, tiada
daratan. Alpha mengangguk.
“Tiada daratan,� jelas Alpha lagi.
“E…kita bisa melihat ke dasar lautan, Al?�
“Bisa,� katanya, “Apa yang ingin Surya lihat?�
Mata Surya jelas memancar harapan, “Tempatku dulu di bumi.�
[Jelas. Pancaran harapan merupakan sebuah keinginan murni yang kita miliki
bukan? Siapapun pernah merasa rindu untuk mengulang kembali perputaran waktu
sehingga bisa menikmati keindahan dan keceriaan masa kanak kanak, atau sekadar
berjalan jalan di tempat kita dibesarkan.
Atau saat dibelai oleh ibu.
Kenapa harus malu mengakuinya, walau umur kita sudah beranjak tua. Akuilah
bahwa belaiannya begitu menentramkan hati, menciptakan rasa perlindungan dan
mengalirkan kasih sayang yang tak terbalaskan hingga kapanpun. Belaian itu
tulus, tanpa maksud apa apa]
========================================
Pengirim : rul nasrullah
========================================