Dari Padepokan Tebet, terus ke Mampang Prapatan, Warung Buncit, Kebon Sirih, Cililitan, Kalibata, Matraman, Kramat Raya, Ciganjur, dan begitu seterusnya. Ngeluyur, memutari ibukota Jakarta, aku tak ada bosannya. Mungkin, aku ini makhluk yang tak pernah sadar, bahwa, bumi yang kuinjak ini penuh dengan lintasan sejarah. Bahwa, jalan yang selama ini kulewati pernah menjadi saksi bisu catatan sejarah masa lalu.

Nama Warung Buncit, menyisakan cerita adanya seorang Cina berperut buncit yang buka warung kelontong di sebuah jalan jaman dulu, yang kini bernama Jl. Mampang Prapatan dan diteruskan ke selatan dengan nama jalan Warung Jati Barat.
Kebon Sirih, dan nama nama daerah yang berawalan “kebon” menandakan kalau Jakarta ini dulunya ladang luas yang subur. Ada Kebon Bawang, Kebon Kacang, Kebon Jahe, Kebon Sirih, Kebon Jeruk, Kebon Jati, Kebon Jambu, Kebon Kosong, Kebon Manggis, Kebon Mawar, Kebon Melati, Kebon Pala, Kebon Pedati, Kebon Sayur, Kebon Sereh, Kebon Nanas, Kebon Nangka, Kebon Pisang, Kebon Mangga, Kebon Kelapa, Kebon Baru, dan sebagainya.

Matraman yang sekarang masuk wilayah Jakarta Timur, dulu berasal dari nama “Mataram”. Di tempat inilah dulu pasukan Mataram Sultan Agung berkemah ketika pernah dua kali melakukan penyerangan ke Batavia, yang waktu itu dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (1628 dan 1629).

Palmeriam (Matraman) dan Gudang Peluru (bhs. latin: Arsenal, Kp. Melayu) menyiratkan pernah terjadinya pertempuran antara pasukan Inggris (dipimpin Kolonel Gillespie) melawan Belanda yang waktu itu berinduk semang ke Perancis (Napoleon Bonaparte) di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Marsekal HW Daendels, yang dimenangkan oleh Inggris. Pertempuran ini terjadi di tahun 1811, sekaligus sebagai awal pendudukan Inggris di Jawa hingga tahun 1816.
Dan, masih banyak lagi sejarah jalan jalan dan nama daerah yang lain, di wilayah DKI ini. Terkadang, aku tak pernah sadar, seolah olah hanya mendiami dan mencari nafkah un sich di ibukota ini.

Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan anggota DPR (sumber: Kabelvision channel TV Swara) tanggal 3 Desember 2003 menjelaskan tentang rencananya untuk mereklamasi pantai utara Jakarta. Plus, melanjutkan program pembangunan banjir kanal timur yang selama ini terbengkalai.

Proyek pertama, dimaksudkan untuk membuat sebuah terminal terpadu yang terpusat di sekitar Tanjung Priok. Proyek ini nantinya diharapkan bisa
meliputi: ada terminal bus, ada pelabuhan dan ada stasiun kerata api untuk melayani kebutuhan transportasi di DKI. Sedangkan proyek kedua merupakan kelanjutan dari rencana Belanda tempo dulu untuk mencegah banjir yang melanda ibukota. Selama ini, baru ada banjir kanal barat yang dibuat dengan memotong arus kali Ciliwung di wilayah Tambak (depan Ps. Raya dan terminal
Manggarai) melewati Ps. Manggarai (Ps. Rumput), Landmark, Tanah Abang, Grogol, dan terus menuju ke Muara Angke (sesuai dengan peta Jakarta edisi 12/2001 2002, karya Gunther W. Holtorf)..

Sementara banjir kanal timur akan memotong arus Kali Cipinang dan Kali Sunter di sepanjang Jl. Jenderal Basuki Rahmat, terus ke Jl. Soekanto di Pondok Kopi dan kemungkinan besar akan menuju wilayah Cakung dan Cilincing (peta Jakarta edisi 12/2001 2002, karya Gunther W. Holtorf).

Hari lahirnya Jakarta, 22 Juni 1527 masih simpang siur. 22 Juni yang diperingati tiap tahun oleh masyakat ibukota, yang biasanya disambut meriah dengan mengadakan pesta meriah “Jakarta Affair” yang berlangsung selama sebulan penuh, masih menyisakan penggalan penggalan perdebatan antara dua pendapat pakar sejarah; Prof. Dr. Husein Djajadiningrat dengan Prof. Dr. R. Sukanto. Akhirnya dicari jalan tengah; profesor pertama menentukan tahunnya, sedangkan profesor kedua menentukan tanggal dan bulannya (Ketoprak Betawi, Intisari, Juni 2001). Begitulah.

Hm, siang ini kepalaku terasa penat Kenapa aku harus ikut larut dalam hiruk pikuk pencalonan seseorang menjadi presiden RI 2004? Padahal, moratorium politik sudah kulakukan sejak hampir setahun yang lalu. Capek Masih ada hal lain yang perlu dipikirkan. Tapi apa boleh buat. Bila tidak diladeni, aku khawatir itu akan mengecewakan teman teman. Perkara berhasil atau tidak, itu urusan belakang.

Di balik kepenatan itu, muncullah ide dari tema ini. Bahwa, berdirinya Jakarta tak bisa dilepaskan dari sejarah latar belakang masuknya imperialisme negara Barat ke Nusantara. Alur ceritanya, kurang lebih seperti
ini:

Portugis berhasil menguasai Selat Malaka di tahun 1511 M. Mereka datang dalam rangka mencari sumber penghasil rempah rempah di bumi Nusantara. Karena merasa kepentingan Demak terganggu dan Portugis berusaha melakukan monopoli perdagangan rempah rempah tersebut dalam bentuk teror ke pedagang lokal, maka Pati Unus, Raja kedua Demak (putra Raden Patah) melakukan 2 kali serangan ke Malaka, tapi gagal. Tahun 1518, Pati Unus meninggal dunia. Kemudian ia digantikan oleh Sultan Trenggono, adiknya. Berbeda dengan kakaknya, Trenggono lebih berkonsentrasi pada kekuatan darat bila dibandingkan dengan kekuatan armada laut. Cikal bakal pasukan Brigade Mobil (Brimob, pasukan berkuda saat ini) adalah warisan Demak era Trenggono.

Karena banyak yang kecewa dengan sikap dan fokus kebijakan pertahanan darat yang diciptakan oleh Trenggono, maka terjadilah aliansi kekuatan secara diam diam antara pasukan Tuban, Bugis, Aceh, dan Jepara. Tujuannya satu, menyerang Portugis yang bercokol di Malaka Namun, adanya aliansi itu bisa dibaca oleh Trenggono. Demak kemudian juga ikut gabung dalam ekspedisi tersebut. Panglimanya yang ditunjuk adalah Fatahillah (Feletehan). Dibuatlah kesepakatan bersama untuk mengusir Portugis dari Malaka.

Terjadilah pengkhianatan itu. Pasukan Tuban begitu tiba di Malaka menyaksikan sebuah kenyataan yang menyakitkan. Gabungan pasukan Aceh dan Bugis kocar kacir melawan meriam meriam Portugis sebelum melakukan pendaratan di tanah Malaka. Pasukan Demak yang ditunggu tunggu tidak hadir juga. Bantuan pasukan Tuban tak begitu berarti. Mereka dengan mudah dihalau oleh kekuatan Portugis dan akhirnya terdesak ke pedalaman Malaka. Karena semakin terdesak, dan untuk menghindarkan diri dari pengejaran tentara Portugis, mereka lambat laun beralih profesi dari tentara menjadi petani dan kemudian berbaur (kawin campur) dengan penduduk lokal. Inilah awal mula adanya nenak moyang orang Jawa yang berada di Malaka. Padahal, Portugis waktu itu sangat ketakutan dengan aliansi Jawa itu. Ketika mendengar akan diserang, mereka memindahkan benteng pertahanan yang berada di pinggir pantai menuju ke tempat yang agak masuk ke pedalaman.

Pasukan Demak dibawah pimpinan Fatahillah itu ternyata membelok ke Selat Sunda. Tidak ke Selat Malaka sesuai dengan kesepakatan awal. Mereka malah menyerang Banten, kemudian menyerang Sunda Kelapa (waktu itu masih di bawah pengaruh Pajajaran). Armada Portugis yang merasa unggul dan mampu menghalau aliansi Jawa mencoba masuk ke Laut Jawa. Mereka menuju ke Sunda Kelapa. Kedatangan mereka disambut oleh pasukan Fatahillah. Terjadilah pertempuran sengit. Portugis gagal menduduki Jawa. Menurut catatan sejarah, waktu itu, 22 Juni 1527, Fatahillah mampu menaklukkan Sunda Kelapa ke dalam kekuasaan Demak. Berdirilah Sunda Kelapa, yang kemudian memiliki nama lain: Jayakarta, Jacatra, berubah menjadi “Batavia” di era Belanda, lalu berganti menjadi Jakarta hingga kini.

Di mana letak korelasinya judul tema di atas bila dikaitkan dengan cerita yang masih bersifat asumsi dari saya tersebut?
Pertama, Demak jelas menjadi pengkhianat dalam kasus ini. Mereka memanfaatkan kosongnya Jawa justru untuk memperkuat posisi dan hegemoni Demak di tanah Jawa. Mereka berpura pura ikut aliansi, tapi kemudian menelikung dan menyerang Jawa di saat tentara Jawa konsentrasi menyerang Malaka.

Kedua, seandainya, Demak tidak mengkhianati aliansi Jawa Aceh Bugis dalam menyerang Portugis di Malaka itu, dan bila rencana penyerangan itu dilaksanakan dengan matang, bisa jadi Portugis terusir dari Malaka. Terusirnya Portugis dari Malaka itu penting, paling tidak bila dilihat dari perhitungan politis; memberikan pelajaran (sock teraphy/psiko historis) pada bangsa asing untuk tidak mencari masalah di bumi Nusantara. Penyerangan itu penting untuk menunjukkan bahwa kekuatan Nusantara bisa melakukan perlawanan yang gigih dan mampu mengusir bangsa asing yang lebih hebat persenjataannya sekalipun. Tapi sayang, aliansi itu ternoda oleh pengkhianatan Trenggono via Fatahillah.

Akibat dari gagalnya Portugis terusir di Malaka, maka cengkeraman mereka semakin kuat terhadap Maluku sebagai sumber penghasil rempah rempah. Kalaupun Portugis pergi dari Nusantara, itu bukan karena mereka tidak tertarik lagi dengan hasil kekayaan Nusantara, tapi terlebih karena digantikan oleh kekuatan yang lain. Maka, kemudian datanglah kekuatan Spanyol, Dan, ketika Portugis kekuatannya semakin menipis, mereka digantikan oleh datangnya Belanda ke Nusantara (1596, menurut catatan sejarah umumnya). Lalu datanglah Inggris tahun 1618. Belanda kabur ke Banda, Maluku. Tahun 1619, Belanda di bawah pimpinan JP. Coen berhasil merebut Jayakarta (Jakarta, sekarang) kembali. Dari Jakarta inilah, Belanda berkantor pusat. Mengatur kerajaan kerajaan di Nusantara hingga tahun 1945.

Ketiga, apapun dalihnya (membaca tulisan pakar budaya Betawi, Ridwan Saidi), berdasarkan dari asumsi saya di atas, maka berdirinya Jakarta merupakan awal lepasnya Nusantara. Awal Nusantara menjadi daerah jajahan yang dieksploitasi sumber alamnya oleh kekuatan asing (Barat). Kesalahan strategi, adanya pengkhianatan, belum adanya kesadaran berbangsa, lemahnya pemahaman geopolitik, dan elite politik yang terjebak pada intrik intrik lokal, menjadi penyebab bangsa kita menjadi negara yang selalu terbelakang. Selalu menjadi obyek daripada menjadi subyek. Selebihnya, wallaahualam bi ash showab.

ctt:
tema ini merupakan asumsi awal yang akan saya kembangkan menjadi sebuah tulisan yang serius dalam rangka menyambut HUT DKI Jakarta, 22 Juni 2004 mendatang. dari berbagai macam sumber bacaan.

Padepokan Tebet, 6 Jan 03
(c) GusJohn.
“……putih, putihlah seputih kapas, hai diriku yang hina…..”

========================================
Pengirim : Gus John
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *