Hati adalah tempat bersemayamnya kebaikan dan kejahatan. Dia adalah penguasa
anggota tubuh dan pembawa diri, kemanapun kita akan melangkah, bagai nakhoda
kapal yang menentukan arah kemana kapal akan melaju. Di hati, ada suatu
kekuatan berlawanan yang saling tarik manarik dan saling menjatuhkan, yang
masing masing dari keduanya ingin mendominasi diri kita. Kedua kekuatan itu
adalah kekuatan Ilahi dan kekuatan Syaitan dimana kita sendirilah yang
menentukan pada kekuatan manakah hati kita akan dibuka.

Allah menganugerahi dalam diri manusia syahwat (suatu keinginan dan
kecenderungan) untuk menjadi salah satu acuan dalam hidupnya dan
menempatkannya dalam hati. Berbeda dengan malaikat yang tidak memiliki
syahwat, manusia dituntut untuk menjaga syahwatmya agar tetap pada posisi
yang sesuai dan tidak condong pada kekuatan syaitan. Demikian pula Allah
telah memberikan akal dan pengetahuan pada manusia agar bisa membedakan
antara kebaikan dan keburukan. Kemudian Allah juga telah menurunkan
wahyu Nya sebagai petunjuk bagi umat manusia menuju jalan yang benar. Telah
dijelaskan pula nilai nilai kebenaran atas nilai nilai kebatilan, kemudian
Allah memberikan kesempatan pada manusia untuk memilih.

“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam), sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat, karena itu barangsiapa yang
ingkar kepada syaitan dan beriman kepada Allah, maka sesunggguhnya dia telah
berpegang pada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
maha mendengar lagi maha mengetahui. ” (QS Al Baqarah : 256)

Namun mengapa manusia masih salah memilih jalan padahal Allah telah
memberikan petunjuk kebenaran Nya dan memberikan akal kemampuan untuk
membedakan kebaikan atas keburukan?

Dalam jiwa (nafs) terdapat hawa panas yang selalu menawarkan kesenangan,
keindahan dan kelezatan, tawaran ini merupakan hembusan godaan syaitan.
Manakala syahwat manusia dalam hati menyambut hangat tawaran tersebut maka
jiwa pun akan tunduk kepadanya dan secara otomatis anggota tubuh pun akan
patuh mengikuti tawaran tersebut. Inilah hawa nafsu. Apabila ia telah
menguasai hati keinginan keinginan batil akan sulit untuk dihilangkan karena
sang manusia telah memilih untuk memenangkan kekuatan syaitan atas kekuatan
Ilahi.

Mungkin sebagian dari kita tidak banyak yang mengetahui darimanakah hawa
nafsu itu berawal, sesungguhnya ia berawal dari “perut”, Nabi SAW bersabda:
“Orang mukmin makan dalam satu perut, sedangkan orang munafik makan dalam
tujuh perut” (HR Muttafaq Alaih), yang artinya syahwat (keinginan nafsu)
orang munafik itu tujuh kali lipat dari syahwat orang mukmin.

Umar bin Khattab ra mengatakan: “hendaklan kalian waspada pada perut yang
penuh makanan kerena sesungguhnya perut adalah hal yang memberatkan di dalam
kehidupan ini dan merupakan kebusukan setengah mati.” Abdullah Al Qusyairi,
seorang sufi mengatakan: “hikmah dan ilmu telah diletakkan dalam rasa lapar,
sementara maksiat dan kebodohan telah diletakkan dalam kekenyangan”, dalam
sebuah atsar (perkataan sahabat dan tabiin) disebutkan “perangilah hawa
nafsu kalian dengan lapar dan dahaga sebab yang demikian itu terdapat
balasan pahalanya”.

Yang dimaksud dengan lapar dan dahaga disini adalah bukan samata mata lapar
dan dahaga saja, melainkan lapar dan dahaga dengan diiringi keteguhan iman.
Betapa banyak orang yang lapar tetapi karena tidak diiringi iman di dalam
hatinya, maka rasa lapar ini dimanfaatkan oleh syaitan untuk menggoda
manusia, untuk berbuat kebatilan. Rasa lapar tanpa diiringi keteguhan iman
adalah kosong belaka. Sebab, iman adalan pengendali hati dan lapar adalah
penguat kendali hati. Lapar adalah suatu media yang digunakan Rasulullah dan
para sahabat untuk memdidik hati agar tunduk pada perintah Nya dan tidak
tunduk pada perintah hawa nafsu.

Diantara manfaat lapar yaitu, menjernihkan hati, menyalakan kebijakan dan
menajamkan penglihatan hati, seperti yang dikatakan Abu Yazid Al Busthomi,
seorang sufi “lapar adalah awan maka apabila seorang hamba lapar, keluarlah
hujan hikmah dari hatinya”. Kemudian diantara manfaat lapar yang paling
utama yaitu mematahkan keinginan nafsu terhadap semua bentuk maksiat dan
menguasai nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan. Aisyah ra mengatakan,
“bidah yang pertama kali terjadi sepeninggal Rasulullah adalah kenyang,
sesungguhnya manusia ketika kenyang perutnya akan menjadi liarlah nafsunya
dalam menghadapi dunia ini”.

Jika nafsu sudah terkekang dan keinginan keinginan nafsu untuk hidup
berlebihan dengan menumpuk numpuk harta sudah sirna, orang tidak lagi
berusaha mencari mata pencaharian haram dan berbuat kemaksiatan hanya
sekadar untuk memenuhi kebutuhan perutnya. Hal ini akan melahirkan
kesederhanaan dalam hidup dan memungkinkan seseorang untuk mengutamakan
orang lain dan bersedekah dengan makanan yang lebih kepada anak anak yatim
dan orang orang miskin.

Disamping itu, manfaat dari nafsu yang terkekang yaitu terkendalinya syahwat
yang selalu condong pada kesenangan yang berlebihan dan kemaksiatan.

Melihat betapa besar manfaat lapar sebagai penguat kendali hati untuk tidak
jatuh pada kubangan hitam kemaksiatan dan sebagai pembuka pintu ketajaman
hati, maka marikah kita jadikan bulan suci Ramadhan kali ini sebagai waktu
yang tepat untuk melatih diri (mujahadah nafs) mengasah sumber hikmah (hati)
yang tersembunyi dalam diri kita dengan lapar dan dahaga. Agar selalu
diingat, bahwa menahan lapar dan dahaga saja tanpa diiringi dengan ibadah
dah dzikrullah tidak akan mempunyai nilai dan kekuatan dalam mengubah diri
dan mensucikan hati. Karena puasa tanpa latihan jiwa hanyalah aktifitas
kosong dan tidak bermakna. Maka marilah kita resapi bersama sama makna puasa
ini agar kita senantiasa dapat merasakan hikmah dan manfaatnya bagi diri
kita khususnya dan bagi sosial umumnya. Wabillahi Taufiq wal Hidayah.

========================================
Pengirim : Conan
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *