Mengerti

Nov 9, 2004

Ia sering cerita tentang rupa ayahku. Ia bilang, ayahku seseorang berwajah tampan dan bertubuh atletis. Andai aku mengerti maksud ibuku itu. Karena aku tidak pernah melihat wujud ayahku. Beberapa orang mengatakan padaku, ayahku berada di Surga. Mereka mengatakan dengan nada lembut dan penuh perhatian. Lain halnya dengan mereka yang memakiku dan mengatakan ayahku ada di alam baka. Aku tidak tahu kenapa mereka begitu kasar padaku. Tapi sejujurnya aku tidak pernah mengerti maksudNya.

Banyak dari mereka berharap, kelak bila aku besar nanti, aku tidak mengikuti jejak ayahku. Mereka menatap sedih diriku dalam kegelapan. Aku pun tak mengerti kenapa mereka membuatku merasa seperti ini. Aku merasa tidak berarti dan tidak berguna. Sempat beberapa dari mereka mengusulkan untuk membuang diriku saja di tong sampah atau kolong jembatan. Tapi ibuku selalu menolak dan mengatakan, ia lebih memilih mati daripada menyerahkan diriku pada orang lain. Sering ia berkata demikian pada mereka yang mencengkram jari jemariku dengan keras. Tapi sesungguhnya aku tidak pernah mengerti maksudNya.

Di suatu malam yang sunyi aku terbangun oleh suara sendu ibu. Aku tak ubahnya memanggilnya dengan suara yang sama. Aku berteriak lebih keras agar ibuku mendengar. Tapi apakah ia pernah mengerti maksudku berteriak? Apakah ia pernah mengerti keinginanku. Ia berikan aku nutrisi dan gizi yang banyak. Dan ibuku sering berkata lembut, �Kalau kau besar nanti, aku ingin kamu memiliki tubuh yang kuat. Agar kamu bisa melindungi ibu. Tapi ibu tidak tahu apakah ibu butuh perlindunganmu kelak.�

Terkadang ibu sering mengatakan sesuatu yang tidak kumengerti. Bisakah aku mengerti. Banyak orang melihatku penuh gemas. Mencubitiku sampai ku menangis sambil berkata betapa lucunya diriku. Dan ibuku langsung melindungiku dari mereka, �Jangan kau ganggu dia � kata Ibu.

Dan aku didekapnya penuh kehangatan dan perlindungan Aku bahagia ketika berada dalam dekapan hangat ibuku. Begitu hangat dan nyaman. Setelah itu, ibu selalu memberiku apapun yang kuminta. Dan sejujurnya aku tidak tahu apa yang kuminta. Namun aku butuh dan menyukainya. Seperti biasa aku akan tertidur tak lama kemudian.

Kuterbangun saat kudengar ibuku berteriak teriak di kamarnya. Aku tak bisa melihat apa apa selain kegelapan. Karena ibuku selalu mematikan lampu saat aku tidur. Jeritan ibuku pun bukannya semakin pelan tetapi semakin keras.

Terkadang ia menjerit, �Iya…� lalu �Tidak…�, dan kemudian �Terus…� Jeritan ibuku membuat hatiku tak menentu. Kadang aku ingin menangis, dan aku memang menangis. Namun ibu tidak pernah mendengarkan tangisku. Tangisku kalah dengan tangisan ibuku.

Dan hampir tiap malam ia menangis seperti itu. Dan hampir tiap malam juga ia menjerit demikian.

Suasana sunyi, entah apa yang ibu lakukan di kamarnya. Aku tidak pernah akan tahu dan mengerti.

Bisakah aku mengerti?
Bisakah aku dimengerti?
Haruskan aku mengerti?
Mengapa aku tidak pernah mengerti maksudNya?

Kali ini aku mendengar jeritan keras seorang laki laki. �Arghhh…� jeritan itu hanya sekali. Dan jeritan itu panjang dan hanya sekali setiap malamnya. Jeritan itu selalu kudengar setelah ibuku selesai meronta ronta. Suara keras itu sangat mengangguku entah kenapa? Entah kenapa aku selalu gelisah setiap kali aku dengar suara laki laki yang berteriak di kamar ibuku. Hal itu selalu memicuku untuk menangis. Aku pun menangis tak kalah kerasnya. Dan biasanya ibuku langsung menyadari keberadaanku. Ia buka pintu kamarku dan menyalakan lampu. Setelah itu ia akan memelukku dengan hangat.

�Maaf… yaa sayang. Maaf… Maaf yaa sayang.�

Setelah itu aku selalu melihat lelaki tinggi besar, hitam dan menyeramkan melewati pintu kamarku. Tak lama kemudian aku pun tertidur lelap.
�
Kubuka mata dan kulihat awan putih yang terus bergerak. Kulayangkan pandanganku ke ibuku. Berharap Ibu menyadari kalau aku kepanasan dan butuh penutup untuk muka. Aku menangis. Ibu bangun dan langsung melindungiku dari panasnya matahari.

�Sabar yaa sayang… sebentar lagi kita sampai. Hari ini, kita akan ke rumah kakak Ibu. Mulai sekarang kita akan tinggal di rumahnya.�

Aku haus dan Ibu memberikan kasih sayangnya. Dan aku pun tertidur dengan penutup di mukaku.
�

Aku terbangun dan melihat langit langit yang tidak biasa. Warna suram lampu di atap membuatku bertanya tanya dimana aku berada. Terlebih lagi ketika aku menyadari ibuku tak ada. Aku menangis. Aku menjerit. Aku berteriak teriak. Berharap ibu menggendong dan menyelematkanku.

Seorang wanita berpayudara besar menggendongku. Ia membuka bajunya lalu menyodorkan putingnya untukku. Aku menghisapnya dan berhenti menangis. Aku pandangi wajahnya, dan ia memang mirip ibuku tapi… ia bukan ibuku. Ia memiliki mata yang mirip seperti ibuku. Ia memiliki senyum yang menenangkan hati seperti ibuku. �Ia sudah terbangun.� Kudengar suara lelaki dari arah belakangku.

Aku tak peduli. Aku terus menghisap air yang lezat dan bergizi ini.

�Kasihan sekali anak ini.�
�Iya.� Jawab wanita yang mirip dengan ibuku.
�Coba bayangkan kalau ia mengerti musibah yang ia alami.�
�Iya, kenapa nasib berlaku kejam padanya.�
�Bagaimana bila ia besar nanti? Apa yang kita akan katakan padanya. Apakah ia bisa mengerti.�

�Aku tak tahu ayah. Tapi anak ini, aku merasa ada sesuatu yang lebih di dalam dirinya. Aku yakin ia akan menjadi orang hebat nantinya.�

�Aku pun berpikir demikian. Ibunya pasti telah melemparnya dari pintu bus selagi ada kesempatan. Dan aku herannya, anak ini tidak apa apa.�

23 � Juni � 2004
Ferdian

========================================
Pengirim : andy_ferdiansyah@yahoo.com
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *