Dimalam didepan rumah seseorang
Aku tatap luas pelataran
Di situlah aku pijakan kaki kaki
Setiap pagi setiap sore
Bahkan malam ini.
Kubuang kegelisahanku di sana
Kulayangkan surat cinta pada gelap
Kulamunkan kehampaanku
Dalam setiap jengkal kehidupan
Pelataran itu hanya menampungnya.
Di saat itu aku kejar sosok gadis
Yang berjalan sendiri di keheningan
Dengan langkah pelan tapi dia cantik
Dan terkejar ternyata dia memang cantik
Rambutnya yang panjang di kepang
Tubuh seksi terbungkus kaos ketat
Laksana bidadari dalam keheningan
Kuiringi langkahnya yang santai
Hingga sampai di depan bangunan indah
Yang ternyata itu rumahnya.
Sosok tubuh kekar yang sebelumnya aku kenal
Keluar dari dalam rumah
Menyapaku menyilahkanku masuk ke dalam
Aku hanya tersipu kerena sangat segan
Kerena bapak dia seorang tentara
Yang berpangkat sersan kepala
Aku takut di dor kerena menggoda anaknya.
Di depan rumahnya aku becanda berdua
Hingga angin malam seka tubuhnya
Dan tubuhku yang dinginnya terasa membacok tulang.
Akhirnya dia mengajak aku masuk kedalam
Aku tak bisa menolak permintaannya
Kerena aku sayang dia.
Isi rumahnya sudah terlelap semua tinggal kita berdua
Yang masih melototkan mata.
Untuk mengisi malam yang sepi
Dia mengajak aku main catur namun kutak mau
Akhirnya aku mau bermain dengannya
Kerena taruhan yang dia berikan menggoda jiwa
Bila dia kalah aku mencium dia
Bila aku kalah dia mencium aku
Dan dia kalah akhirnya ku cium dia
Dan itu sekaligus ciuman pertamaku untuknya
Aku tak tahu siapa yang rugi dalam permainan ini.
Ketika suatu hari di desaku ramai oleh maling
Yang sudah tertangkap dan di kumpulkan
Di dalam gedung balai desa yang ada di pojok sana
Aku terkejut ketika mendapat panggilan
Kerena aku ikut tertuduh jadi pencuri
Ternyata temanku tertangkap mencuri ayam
Dan aku ingat ketika malam itu aku ikut makan
Demi Tuhan aku tak tahu kalau ayam itu ayam colongan.
Aku di cerca banyak pertanyaan oleh bapaknya
Yang jadi seorang tentara pangkat sersan kepala
Dan sekaligus jadi kepala desa
Aku sungguh malu berhadapan dengan bapaknya
Apalagi ketika aku di tanya
Siapa yang menghabiskan buku di perpustakaan
Aku jawab jujur aku yang menghabiskannya
Semua itu aku ambil buat bikin petasan.
Di luar sana dia hanya bisa menatapku di adili
Apalagi yang mengadili adalah bapaknya
Dengan wajah sayu dia menatapku tajam
Ketika aku di kandangi di sisi para pencuri
Seakan dia bertanya kenapa kamu lakukan itu
Tapi semua bisa beres tanpa harus sampai ke pengadilan
Kerena bapak dia masih memandangku.
Aku seakan menaruh dendam saat itu
Sehingga aku ikut berperan mereformasi bapaknya
Ketika bapaknya jadi kepala desa tak jujur di kursinya
Sekali lagi dia hanya menatapku tajam dari luar sana
Yang menjerit berorasi turunkan dia.
Dengan mata berkaca dia pergi berlari kecil
Menuju rumahnya dan di sana dia pasti menangis
Ketika dia membenciku hanya kerena ikut mereformasi
Aku ada sedikit menyesal kerena aku sayang dia
Tapi sayangku padanya tak bisa di terimanya
Sehingga menyapaku pun dia sudah enggan
Aku bantingkan tubuhku di atas debu mendesis
Seakan gila semalam tak bisa tidur
Hampir saja aku akrab pada putauw dan sejenisnya
Dan air warna teh berasa kencing kuda
Aku tidak gila hanya kerena dia
Tapi aku sayang dia
Dimanakah kebenaran itu kadang aku bertanya
Merubah seorang yang salah kehilangan seorang pacar
Tapi kejantananku meminta maaf atas semuanya
Pada bapaknya dan sekaligus kepada anaknya
Kerena kenapa aku meski di kandangi di liat orang sedesa.
========================================
Pengirim : Kotarom Minami
========================================