Lima bulan menjalani penelitian di laboratorium membuatku menjadi sumpek,
bosan, jenuh, stress dan letih. Sepertinya tak ada kata yang tepat untuk
menggambarkan kondisiku.
Enam hari dalam seminggu, pagi hingga petang duduk di
laboratorium memilah milah, mengelompokkan dan mengidentifikasi sampel
penelitian. Hanya ditemani mikroskop, alkohol, alat alat laboratorium dan
setumpuk buku acuan. Siapa yang betah? Tapi mau bilang apa, untuk menyelesaikan
studiku, penelitian ini memang harus kujalani.dannbsp;
Saat semua kegiatan itu
tuntas, rasanya lega sekali. Berakhir sudah kegiatan monoton yang harus
kujalani. Terbayang masa istirahat yang telah kususun untuk menyegarkan
pikiran. Novel, majalah, belanja, kumpul dengan teman teman, pokoknya segala
hal yang menyenangkan telah tergambar di depan mata. Setelah itu barulah
kupikirkan memulai menganalisa data dan menulis skripsi.
Tapi siapa sangka
semua angan angan itu buyar saat menghadap dosen pembimbing, untuk melaporkan
bahwa penelitianku telah selesai.”Susun dataitolak mentah mentah dan dipaksa
harus mengulang dalam tempo satu malam saja. Hasil penulisanku dicoret tak
karuan. Seolah semua yang kutulis tak ada yang benar.
Pembahasan yang susah
payah kususun seakan tak berarti apa apa ketika kami diskusikan. Bukan hanya
isi skripsi saja yang diprotes, tata cara penulisanku pun mendapat sorotan
tajam. Pemakaian tanda baca sampai spasi dipermasalahkan. Bila beliau
mengkritik secara baik baik mungkin aku bisa berlapang dada menerimanya.
Tapi
ia bersikap seolah olah aku ini orang paling bodoh di dunia. Beliau sering
berkata: “Anak TK pun pasti lebih pintar dari kamu,”. Aku jadi putus asa dan
berpikir untuk menghentikan dulu pembuatan skripsiku. Toh, aku tidak
menargetkan untuk ikut wisuda mendatang.
Tapi saat niat itu kusampaikan, dosen
pembimbingku amat murka. Begitu marahnya, hingga dilemparkannya skripsi yang
baru kuserahkan ke depan pintu. Sejenak aku terkesima, tak percaya pada apa
yang kulihat.
Sakit hati dan sedih membuat air mataku tak bisa dibendung lagi.
Seumur heliau saat aku menyampaikan hasil kerjaku semalaman. Tibalah hari saat
aku harus menempuh ujian sarjana, persis pada batas akhir waktu yang
ditentukan.
Ujianku berjalan alot dan seru. Yang diuji memang bukan hanya
penulisan dan isi skripsi, tetapi juga mentalku. Belakangan baru kusadari sikap
kasar yang ditunjukkan dosen pembimbingku selama ini adalah latihan untuk
menghadapi ujian akhir. Aku yang terlambat menyadarinya.
Dengan nilai akademik
yang patut dibanggakan, aku mendapat predikat terbaik program studi saat
diwisuda. Proses penyelesaian skripsiku berjalan singkat dan lancar karena tim
evaluasi menilai skripsiku sudah memenuhi kaidah peraturan universitas.
Ijazah
dan transkrip nilai yang kuperoleh itu menjadi modal dasar yang membuatku
mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi S 2.
Terimakasih Pak, atas segala
arahan, bimbingan dan tuntunanmu buatku selama ini. Tak bisa kubayar dengan
apapun jasa yang telah kau berikan.
========================================
Pengirim : Loly
========================================