ada saat pertama kali si semut bertemu dgn gajah, semut langsung jatuh
cinta, betapa tidak, gajah yg demikian gagah, besar dan kuatnya benar2
kelihatan hebat sekali dimata si semut. Kebalikannya gajah pun demikian,
ia
merasa semut itu kecil mungil, tangkas, rajin dan cantik inilah dia wanita
dambaannya yg belum pernah ia ketemukan sebelumnya. Mereka benar2 saling
mencintai satu dgn yg lain berdasarkan kelebihan2 mereka dari sudut
pandangan matanya masing2.
Walaupun banyak yg menentarng perkawinan mereka, karena perbedaan yg
sedemikian menyoloknya, tetapi mereka tetap memaksakan keinginan mereka
untuk menikah satu dgn yg lain dgn pemikiran kasih akan bisa mengatasi
segala macam problem, disamping itu seperti juga pepatah cinta itu buta.
Karena mereka yakin bahwa kasih sayang mereka itu tulus, maka
pernikahannyapun dilaksankan dan diberkati dirumah ibadah dgn janji dan
sumpah untuk sehidup semati.
Tetapi setelah mereka menikah baru mata mereka terbuka, bahwa banyak
sekali
problem yg tidak mungkin akan bisa teratasi, karena perbedaan yg
sedemikian
drastisnya. Mulai dari sex s/d komunikasi maupun hubungan dgn keluarga.
Gajah tidak boleh datang menemui keluarga semut, karena badannya ke
gedean,
semut tidak bisa dtg ketempat gajah, karena tidak kelihatan. Begitu juga
dlm
hubungan sex.
Mungkin masalah ini masih bisa teratasi kalau mereka masih bisa
berkomunikasi satu dgn yg lain. Kalau gajah berbicara, semut merasa
suaranya
kekerasan, sedangkan kalau semut bicara tidak bisa dimengeri oleh gajah
karena suaranya terlalu lembut. Disamping itu problemnyapun berlainan,
problem gajah berbeda dgn problem semut, oleh sebab itu gajah merasa si
semut tidak mau mengerti dan memahami problemnya demikian juga
kebalikannya.
Akhirnya mereka hidup dgn saling membohongi satu dgn yg lain, mereka hidup
penuh dgn ke pura2an, hanya demi keluarga, demi anak, demi status, demi
lingkungan dan demi agama.
Sekarang tanyalah sama diri kita sendiri berapa banyak perkawinan di
sekitar
kita, bahkan mungkin yg sedang di alami oleh diri kita pribadi, seperti
halnya gajah dan semut.
Si istri dahulu mengawini suaminya karena ia kaya, hebat, beken dll nya,
walaupun mungkin adanya perbedaan agama, umur, suku maupun status bahkan
mungkin impotent. Kebalikannya suami dahulu mengawini istri, karena ia
cantik jelita, rajin, sayang suami, penuh pengorbanan dll nya, tetapi
kenyataannya, istri tidak memiliki pendidikan seperti yg diharapkan oleh
suaminya, tidak bisa memberikan anak, agamanya berbeda, keluarga istri
tidak
mau menerima atau kebalikannya, kebudayaan maupun bangsa pun berbeda
sekali.
Suami tidak bisa memenuhi kebutuhan sex sang istri.
Tentu dgn mudah kita bisa mengucapkan perkataan demi rasa kasih, mereka
harus bisa saling mengalah satu dgn yg lain, ini mudah di ucapkan tetapi
sukar dilaksanakan. Apakah saya harus pindah agama demi istri saya? Apakah
saya harus merubah kebiasaan hidup saya dari orang Asia menjadi orang
bule?
Apakah saya harus memaksakan keluarga saya untuk bisa menerima istri/suami
saya? Apakah saya bisa memaksakan suami untuk jadi kaya, muda dan ganteng
lagi? Apakah perasaan kasih itu bisa dipaksakan atau dirubah demi rasa
kesian ataupun demi tuntutan agama?
Perasaan kasih adalah satu perasaan yg keluar dari hati dan perasaan kita.
Ini tidak bisa dipaksakan hanya demi agama, demi orang lain, demi anak,
demi
lingkungan maupun demi status. Walaupun agama menuntut saya tidak boleh
cerai, tetapi agama tidak bisa memaksa dan menuntut saya untuk mengasihi
seseorang.
Yg menjadi pertanyaan saya kepada rekan2 maupun para pembaca semua, apa yg
harus dilakukan oleh si gajah dan semut Apakah sebaiknya gajah memiliki
(WIL) wanita idaman lainnya hanya demi mempertahankan perkawinannya?
Apakah
semut harus ber pura2 main sandiwara terus, memainkan peran sebagai
seorang
istri yg baik, walaupun sudah tidak ada rasa kasih di dlm hatinya?
Agama bisa menuntut agar kita menjalani kehidupan sesuai dgn pilihan kita,
tetapi apakah agama bisa menuntut gajah dan semut untuk hidup dlm penuh
kebohongan dan ke pura2an hanya untuk mempertahankan perkawinan dgn motto
yg penting tidak cerai karena ini melanggar hukum agama? Mana yg lebih
berdosa hidup penuh dgn ke pura2an dan penuh dgn kebohongan maupun
kemunafikan, ataukah cerai dan pisah secara baik2?
Walaupun hidup seperti di dlm neraka tanpa ada kebahagiaan dan rasa kasih,
tetapi karena demi anak, demi keluarga, demi status dan demi agama, kita
paksakan untuk hidup dlm penuh kebohongan dan kepura2an maupun
kemunafikan.
Apakah boleh saya berterus terang mengkapkan kepada istri saya bahwa saya
sudah tidak menyayanginya lagi? Apakah boleh saya mengucapkan kepadanya
secara terus terang, bahwa sudah tidak ada lagi rasa kasih di dlm diri
ini?
Bahwa kita melakukan hubungan sex bukannya berdasarkan rasa kasih lagi,
melainkan karena hanya kebutuhan biologis saja, atau karena merasa
diwajibkan untuk melayaninya.
Berapa banyak wanita yg mempertahankan perkawinannya walaupun sudah tidak
ada lagi rasa kasih, karena takut di tinggal oleh suami. Harta tidak
mereka
miliki, pendidikan maupun pekerjaan mereka tidak punya, sedangkan anak2
masih kecil????
Apakah saya harus menerima dan bersabar terus menerus kalau istri/suami
lacur tiap hari, hanya demi status perkawinan?
Agama banyak sekali memberikan peraturan dan larangan ini dan itu, tetapi
tidak memberikan jalan keluarnya, terkecuali jawaban standard ialah
berdoalah dan memohon kepada Sang Pencipta. Apakah Sang Pencipta mau
merubah
gajah jadi semut atau kebalikannya?
malang, 031204 memang sudah nasib
========================================
Pengirim : loper
========================================
sebuah pencerahan yang benar-benar mencerahkan
Teruslah berkarya karena Kerja Keras adalah energi kita