Kearifan tradisional barangkali secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai �sekumpulan tata nilai yang dipegang dan dijalankan masyarakat tradisonal dengan mengacu pada nilai nilai hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidup, budaya setempat, dan nilai nilai yang berlaku di suatu masyarakat. Kearifan tradisional atau kearifan lokal adalah dipercayai sebagai salah satu jawaban atas krisis budaya, dan lingkungan hidup. Kearifan lokal terdapat diseluruh masyarakat Indonesia, dapat ditemui pada pola bercocoktanam, tataruang kampung, teknik arsitektur tradisional, racikan obat obatan, cerita rakyat, bahkan permainan rakyat.

Beberapa contoh kearifan tradisinal misalnya, pola bertani yang tidak akan meninggalkan ladang dalam keadaan terlantar (abandon area) di hutan hutan yang sudah dibuka, mesti ada peremajaan hutan, contoh tersebut terdapat di masyarakat Indonesia yang menerapkan sistem pertanian bergilir (shifting cultivation). Contoh lain adalah larangan menggunakan tuba untuk menangkap ikan di sungai, atau melalui permainan permainan tradisional yang menggunakan dibuat dari bahan bahan alami yang dimainkan secara beramai ramai.

Salah satu permainan tersebut adalah permainan gasing. Bermain gasing bukan sekedar menyentakkan tali yang dipuntir pada badan gasing (benda bulat kerucut) hingga berputar. Selain menimbulkan kesenangan bagi pemainnya, diakui memiliki nilai filosofi tentang keseimbangan kehidupan dunia, yang jika energi gerak memutarnya berhenti maka gasing, dunia akan jatuh.

Gasing diakui sebagai permainan tradisional dibanyak bangsa. Konon, para pendeta Budha dari Korea merasa tertarik dengan permainan ini, lalu membawanya dari tanah Sumatera sebagai cinderamata. Selanjutnya, mereka mengirimkan kepada kaisar Jepang sebagai hadiah. Perkembangan itu kemudian menjadi populer di Jepang, hingga jaman sekarang dan melahirkan inspirasi permainan bey blade.

Saking populernya Malaysia juga mengakui gasing adalah permainan tradisional mereka. Mereka tidak hanya mengakui, tapi juga mengembangkannya secara serius sebagai aset budaya. Sampai sampai membuat gelanggang (stadion) khusus untuk permainan mengadu gasing se Malaysia dalam kalender tahunan seni dan budaya1]. Hebat dan mengagumkan. Di Cina, sekumpulan penggemar permainan gasing malah sedang berencana meramaikan pembukaan Olimpiade Beijing tahun 20082].

Di Indonesia, sekalipun permainan ini banyak terdapat, tidak hanya di melayu, bahkan Jawa dan Bali pun mengenalnya dengan baik. Hanya agaknya negara tidak menaruh perhatian khusus terhadap aset budaya ini, hingga gasing perlahan lahan tenggelam. Ditambah dengan gerusan budaya global yang mengenalkan budaya dan permainan instan. Masyarakat masyarakat tradisional justru melakukannya dengan baik sekalipun timbul tenggelam. Masyarakat Melayu biasanya memainkan permainan ini jika kalender musim menunjukkan waktunya membakar huma, ladang baru. Masyarakat Bali, pada saat musim panen padi. Gasing di masyarakat tersebut tidak hanya menjadi permainan, tapi juga olahraga, dan prestise. Pemin gasing yang kalah akan jadi bahan selorohan sepanjang permainan yang ditonton oleh banyak orang.

Di dusun Prabumulih, 90 kilometer dari Palembang Sumatera Selatan, Permainan ini sudah mulai tidak ramai diujung dekade 70 an. Masyarakat petani hanya memainkannya di dusun dusun jauh atau di talang talang3] sekitar Prabumulih. Baru pada tahun 2003 (Agustus), Mulan Komunitas, sebuah perkumpulan yang peduli pada kearifan tradisional dan budaya lokal menginisiasi pagelaran Festival Gasing. Festival tersebut dilaksanakan dengan tujuan melakukan revitalisasi aset budaya lokal sebagai media perekat hubungan sosial masyarakat Prabumulih, diikuti ratusan pemain gasing dari berbagai dusun tersebut memperebutkan sebuah piala kayu yang bernama �Pehabong Uleh� yang diambil asal mula nama Prabumulih. Piala tersebut diukir oleh A. Kohar, seorang seniman yang tergabung dalam Majelis Seniman Sumatera Selatan. Piala yang dimaksudkan sebagai piala bergilir tersebut masih dipegang oleh Darto, Pemenang Festival Gasing Tradisional Prabumulih � Mulan Komunitas 2003.

Tahun ini festival tersebut menurut rencana akan dilaksanakan pada tanggal 4 � 5 September 2004. Pertandingan gasing akan digelar di lapangan tenis Dusun Prabumulih mulai pukul 10.00 Wib Sampai dengan selesai. Kali ini Mulan Komunitas bekerja sama dengan Masyarakat Kelurahan Prabumulih, Kota Prabumulih.

Ghanda Hernadez, ketua panitia pelaksana perhelatan ini, ketika lembaga pemerintahan (Lurah Prabumulih) menyambut baik kegiatan ini, mengatakan sudah sepatutnya memang negara cq. pemerintah mendukung upaya upaya pelestarian dan revitalisasi budaya lokal yang bernilai arif. Malah menurutnya bukan hanya di tingkat kelurahan yang harus mendorong inisiati inisiatif yang dilakukan oleh warga negara. Semestinya Pemerintah Daerah dalam hal ini walikota Prabumulih juga mengakui, melindungi, dan menumbuhkembangkan budaya lokal.

Oleh: Syam Asinar Radjam

1] lihat di http://www.melaka.gov.my
2] baca juga Impian Olympiade “Raja Gasing” Beijing di http://id.chinabroadcast.cn/1/2004/07/14/1@12543.htm
3] Talang adalah sekumpulan/pemukiman sementara masyarakat petani di sekitar wilayah pertanian mereka (huma/ladang/guguk/dll)

========================================
Pengirim : syam asinar radjam
========================================

By admin

2 thoughts on “Permainan Gasing; Warisan Kearifan Tradisional yang Patut Dipertahankan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *