It is not easy for Pramoedya to be a writer in his own country.
For thar reason the Latin phrase : ” Verba amini proferre et vitam imedere vero…” might be applied to him.
He who expresses himself freely risks his soul for truth.
Joesoef Isak.
Hotelku penuh backpacker yang berkelana keliling dunia.
Siapa tahu bisa jumpa tempat, hidup dan dirinya dalam satu alamat.
Backpacker hanya membawa apa yang perlu.
Sisanya, idea, ilham dan good luck di jalanan.
Seandainya hidup adalah perjalanan, kita semua adalah anak jalanan atau backpacker.
Hidup di dunia ibarat singgah buat ngopi, ngrokok atau menggulung joint ganja dan jatuh cinta.
Malam hari dari kamar depan kudengar ombak dan angin laut, daun kelapa berdesir.
Usai makan malam di tepi jalan yang murah meriah, aku duduk menikmati rum dan coca sambil membaca bukunya Pramoedya yang baru kubeli.
The mutes soliloquy.
A memoir yang diterbitkan oleh Penguin Books, New York 10014 USA.
Terjemahan Willem Samuels.
Tiba tiba Kuta jadi teluk Kayeli, kota Namlea dan pulau Buru.
Pramoedya pernah dikurung atau masuk penjara Belanda, Jepang, rezim Sukarno, tangan besi Suharto.
Nampaknya ia keluar masuk penjara seperti keluar masuk sekolah.
Setiap di penjara ia punya waktu untuk belajar, merenung dan menulis.
Soalnya di penjara kau tak perlu cemas mikirkan sembako, perumahan, bayar listrik, mendaftarkan ini itu dan sejuta tetek bengek hidup di kota.
Setiap dilepas, ia bagaikan baru tamat dan dapat ijazah.
Aku heran, mengapa ia tak pernah kapok dan kembali hidup “normal” dan berhenti jadi penulis, berhenti jadi pejuang buat perjuangan rakyat kecil yang dicintainya.
Dalam bukunya (The mutes soliloquy.) ditulisnya daftar kawan kawannya yang mati di pulau Buru.
Ada nama, unit, ID, asal, tanggal lahir, tanggal mati, keluarga, agama, sebab kematian.
Semuanya didaftar agar mereka tak mati sia sia tanpa kabar tanpa orang berkenang.
Paling tidak itulah yang bisa diperbuatnya sebagai penghargaan pada kawan senasib.
Apa yang ditulisnya menyebabkan hati hancur berantakan
Aku jadi mengerti, alangkah susahnya jadi manusia yang namanya Indonesia ini.
Tak ada penulis Indonesia yang bukunya diterjemahakan di berbagai penjuru dunia dalam berbagai bahasa.
Walaupun di Indonesia dilarang terbit, di USA, Inggris dan Australia, buku bukunya terdapat di toko toko buku yang ternama.
Tak ada penulis Indonesia yang mendapat begitu banyak penghargaan dari berbagai negara.
Apa yang ditulis Pramoedya Ananta Toer bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja.
Ia bicara buat kemanusiaan, buat kita semua
Inilah kisah hidup, cinta dan air mata.
Semoga Pramoedya terus menulis dan nggak pernah kapok.
Tak pernah ada penyesalan dalam dirinya.
Ia telah menghidupi hidupnya berkali kali.
Tak pernah mati atau angkat kaki
Malam itu aku mimpi berlayar ke pulau Buru dan pergi jauh mengembara ke tempat tak bernama.
Simpangampek 2004
========================================
Pengirim : Lasma Siregar
========================================