Sunyoto, lahir dari remang kemlaratan. Juga
dari dunia gelap, bukan dalam kandungan gulita, tapi
di lalat lalat yang jinak di kerumunan bangkai terbuang dan di
aroma hangus dan teriak tak bergema. Maka tawa,
kala tiba kehadiranmu. Jika tangis,
kala di jalan hidup tak ubah lagi. Takdir telah
membibir sebelum lahir.
Akumu, kau kurban syahfat laki laki. Orgasme berlalu, adamu
berlalu, tak tahu oleh siapa sesakmu. Katamu,
doa tak mengubah nasib. Karnamu nasib
tak ubahnya kutuk. Kenapa juga lahir di
sela paha, tempat banyak birahi lelaki terpuasi setelah membeli.
Kenapa juga waktu itu tak kau kutuki hidup. Hanya untuk
Merajut nasib ?
Nasib tidak kau beli, namun
hadirmu telah terbeli di atas ranjang,
tempat pekik nafsu sang “Binatang“ merajang
cipta kehidupan tanpa tuntunan
kepul kepul, debul di tumpul
selalu saja begitu. Rumah tak beratap,
di pagi buta pamong praja memporak poranda. Atas nama apa ?
nasib Coba saja jika lahir di celah paha istri penguasa.
Ranjang tak bau pesing, karna ranjang bukan untuk kencing.
Hidup tergadai di atas ranjang, seharga
celah paha, dalam sejam terbang.
Paha terlentang, “Binatang“ garang menerjang.
Ranjang meradang, paha merenggang.
Sssssssttt
Ternyata “Binatang“ penguasa yang garang.
Wittlich, 280904
========================================
Pengirim : Gendhotwukir
========================================