Suatu ketika, hiduplah seorang raja baru yang sangat berkuasa. Negrinya
luas, meliputi segenap gunung dan lembah. Rakyatnya banyak, hingga sampai ke
ujung pantai dan dalamnya hutan.
Sang Raja pun sangat perhatian dengan rakyatnya. Hingga, ia sering
berkeliling, dan melakukan pengecekan di setiap wilayah kekuasaannya. Ia
ingin lebih dekat dengan rakyatnya dan mengetahui apa yang dirasakan mereka.
Karena dia baru saja memerintah, sang Raja tak paham dengan semua tanah
kekuasaannya. Saat kembali ke istana setelah perjalanan itu, ia merasa
sangat lelah. Kakinya nyeri dan sakit, setelah melakukan perjalanan panjang.
Jalan yang ditempuhnya memang jauh dan berliku. Sebab, sang Raja enggan
untuk di tandu, dan memilih untuk berjalan kaki, bersama dengan pasukannya.
Sang Raja mengeluh dengan keadaannya ini. Sambil memegang kakinya yang
sakit, sang Raja berpikir bagaimana caranya agar ia tak perlu merasakan
nyeri ini setiap berjalan jauh. Ah, dia menemukan penyelesaian. “Kalau saja,
setiap jalan yang aku lewati dilapisi dengan kulit, dan permadani, tentu,
aku akan merasa nyaman.”, begitu gumamnya dalam hati. “Aku tentu tak akan
perlu merasakan sakit seperti ini.”
Akhirnya sang Raja memerintahkan prajuritnya untuk melapisi setiap jalan
yang di tempuhnya dengan kulit. Semua jalan, tanpa kecuali. Namun, sebelum
sang Prajurit bergegas untuk melaksanakan, penasehat Raja menyuruhnya untuk
berhenti. Sang Penasehat lalu berkata, “Duli Tuanku, tentu, rencana ini akan
memerlukan banyak sekali kulit dan permadani. Kita akan butuh banyak biaya,
dan akan mengurangi keuangan kerajaan.
Sang Raja tampak heran, dan berkata, “Lalu, apa pendapatmu tentang hal ini?
Penasehat Raja lalu menghampiri sang Raja, kemudian berujar, “Tuanku,
mengapa baginda harus mengeluarkan banyak biaya untuk hal ini? Kenapa
Baginda tidak memotong sedikit saja dari kulit itu dan melapisinya di kaki
Baginda?
Baginda terkejut. Namun, tak lama kemudian, Raja setuju dengan usul membuat
“sepatu” itu untuk dirinya. Akhirnya, Raja membatalkan niatnya untuk membuat
jalan dengan kulit. Ia dapat terus melakukan kunjungan ke rakyatnya, tanpa
takut lelah dan nyeri kesakitan.
Teman, ada pelajaran yang berharga dari cerita itu. Untuk membuat dunia
menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadangkala, kita harus mengubah cara
pandang kita, hati kita, dan diri kita sendiri, dan bukan dengan jalan
mengubah dunia itu.
Karena kita seringkali keliru dalam menafsirkan dunia. Dunia, dalam pikiran
kita, kadang hanyalah suatu bentuk personal. Dunia, kita artikan sebagai
milik kita sendiri, yang pemainnya adalah kita sendiri. Tak ada orang lain
yang terlibat disana, sebab, seringkali dalam pandangan kita, dunia, adalah
bayangan diri kita sendiri.
Dan teman, jalan yang di tempuh oleh sang Raja memang panjang dan berliku.
Ruas yang ditempuhnya memang terjal dan berbatu. Namun, haruskah ia melapisi
semuanya dengan permadani berbulu? Haruskah jalan jalan itu dibuat landai
dan tenang, dan menutupnya dengan kulit yang halus?
Ya, memang, jalan kehidupan yang kita tempuh masih terjal dan berbatu.
Manakah yang kita pilih, melapisi setiap jalan itu dengan permadani berbulu
agar kita tak pernah merasakan sakit, atau, melapisi hati kita dengan
sepatu, agar kita dapat bertahan melalui jalan jalan itu?
========================================
Pengirim : Conan
========================================