�Meng� �
Gadis itu menoleh mencari cari asal suara yang memanggil namanya. Tapi rupanya yang memanggil bersembunyi, karena tidak terlihat ada orang memanggil di sekitarnya.
�Komeng.. �
Sialan nih orang. Ia memutar lagi lehernya 90 derajat ke kiri dan ke kanan. Sekali ini lebih perlahan, sambil mengamati anak anak. Di antara rumpun bougenvile yang ditanam di sudut halaman sekolah, segerombolan anak kelas II sedang duduk bercanda. Diantaranya beberapa berdiri. Tapi pasti bukan salah satu dari mereka. Ia tidak kenal satupun di antara anak anak itu. Kayaknya itu anak IPS. Deretan kelas IPS sebenarnya terletak di gedung seberang. Bangunan sekolahnya memang terbagi menjadi dua gedung dengan halaman di tengahnya. Gedung barat untuk kelas kelas IPA, dan gedung timur untuk kelas kelas IPS. Kelas kelas I yang belum masuk penjurusan, terletak di tingkat dasar gedung anak IPS. Di gedungnya anak IPA, bagian bawah diisi kantor ruang guru dan administrasi. Dua lantai atas di tiap gedung dijadikan kelas untuk kelas II dan kelas III masing masing jurusan.
�Koo meng bocorr.. �
B.. rengsek Hampir makian itu terlontar dari mulutnya. Ia bisa memastikan suara itu bukan dari lantai dua atau tiga. Pasti dari halaman ini. Tapi dari mana ? Lapangan basket yang kosong di halaman tengah sekolahnya tidak terlalu besar, dan lapangan basket itu menyita sebagian besar halaman tengah. Hanya ada taman sudut sekolah tempat rumpun bougenvile tadi, dan.. Mungkin dari kantin? Di depan kantin, seperti biasa banyak anak anak bergerombol. Tapi terlalu jauh. Kantin ada di ujung seberang halaman tempatnya berdiri. Jadi pasti disekitar sini. Bangunan kelas sekolahnya tertutup jendela jendela besar diletakkan di dinding luar. Sembunyi di balik pintu kelas ? Mungkin. Tapi cuma ada tiga kelas di tiap bangunan, tidak mungkin tidak ketahuan dari arah mana sumber suara si b..rengsek itu. Sekolahnya memang hanya terdiri dari sembilan kelas. Kelas I, II dan II masing masing hanya satu kelas. Itulah mengapa sekolah ini menjadi sekolah pilihan di wilayahnya. Sedikit sekali murid yang bisa terpilih masuk, dan yang keluar pasti punya prestasi bagus untuk menembus Universitas universitas terbaik.
�Kuping embeeerr.. �
Sialan Makin resek nih. Tapi herannya kenapa tidak ada yang bereaksi satupun mendengar teriakan mengejek begitu keras? Sembunyi di mana sih? Apakah sekolahnya punya ruang ruang rahasia seperti puri sekolah Harry Potter? Tidak mungkin. Satu satunya ruang rahasia yang sering dijadikan markas anak anak bengal disekolahnya adalah gudang di sebelah kantin. Tempat merokok paling ideal karena kecil kemungkinan asap dan baunya tercium guru guru, dan kalaupun ada guru yang mau coba coba menangkap basah, anak anak yang banyak berkumpul di sekitar kantin jadi alarm sekaligus tempat berbaur yang paling efektif. Ada juga satu WC kecil di sebelahnya. Walau di tiap tingkat ada WC cewek dan cowok lengkap, tapi WC yang hanya dua ruangan 2×1 meter sebelah kantin jadi salah satu tempat favorit buat anak anak tertentu. WC pembantaian kata anak anak. Kalau ada anak yang dianggap belagu � biasanya sih anak kelas satu � di saat saat istirahat seperti ini, atau waktu pulang sekolah, anak itu bakal ditarik ke sana.
�Komeeeeng. Kuping Ember Budek �
Astagfirullah al adziim. Jangan marah.. jangan marah.. Sekali lagi ia menyapu sekelilingnya. menyelidiki satu persatu dari mana suara itu kemungkinan berasal. Kesel banget rasanya, waktu tidak ada satupun anak di sekitarnya menunjukkan tanda tanda yang menyerupai tingkah orang sedang iseng dengan dirinya. Tak ada yang tersenyum, tak ada yang tertawa lebar. Sebetulnya memang jarang juga ia melihat wajah yang tersenyum. Seingatnya sejak tiga bulan yang lalu ia masuk ke sekolah ini, yang pernah tersenyum padanya boleh dibilang bisa dihitung dengan jari. Mungkin saat minggu pertama, satu minggu yang biasanya menjadi masa perkenalan dengan sesama teman dan lingkungan sekolahnya, ada satu dua yang menjabat tangannya sambil tersenyum. Tapi reputasi sekolah ini sebagai sekolah top ternyata memang tercermin dari pelajaran yang diberikan. Hanya sekitar minggu pertama murid baru seperti dirinya bisa merasa santai. Selanjutnya sekian banyak tugas tugas, ulangan harian, paper, dan pekerjaan rumah yang membebaninya setiap hari. Sampai sekarang masih ada juga rasa menyesal melihat beban pelajaran yang sangat berat. Berbeda dengan sekolah di kotanya dulu. Walaupun bobot pelajaran cukup berat, dan terbukti lulusan SMA nya dulu juga banyak yang masuk universitas yang baik, tapi pelajarannya tidak seberat ini.
�Heh.. kuping panci �.
Kupingnya benar benar menjadi merah. Bukan hanya kuping, rona merah menjalar ke mukanya. Tidak, tidak boleh menangis. Akan semakin senang yang menggodanya kalau ia menangis. Mungkin lebih baik ia berteriak saja memaki. Tapi malu juga rasanya, karena anak anak di sekitarnya tampak belum memperhatikan. Mungkin mereka belum menyadario dirinya sedang diejek habis habisan. Kalau ia berteriak, pasti lebih jadi pusat perhatian. Menggali kuburan sendiri namanya. Kuburan. Atau suara itu berasal dari bawah? Mungkinkah ada mahluk kecil seperti di cerita cerita tentang peri, elf atau mahluk mahluk ajaib lain? Ah, kalaupun ada mengapa harus mengejek. Tidak cocok dengan film film yang ditontonnya. Peri peri semacam itu biasanya membantu seseorang yang sedang kesusahan, dan bukannya malah mengejek. Ia sering berharap peri peri itu ada. Mungkin bisa membantu dirinya mengerjakan tugas tugas yang menggunung, mungkin bisa membisikkan jawaban jawaban yang benar saat menghadapi ulangan, membantu mencari dan menggunting berita koran untuk diklipping. Atau asyik juga kalau bisa mencarikannya seorang sahabat, atau bahkan pacar? Ah, kalaupun ada, yang pertama dimintanya adalah mengusir kekasih ibunya yang baru. Yang membuat ayahnya menceraikan ibu, dan membuatnya terpaksa pindah ke kota ini. Ia mengusir khayalan khayalan dari benaknya. Bukan saatnya sekarang berpikir tentang peri peri kecil yang sering mengisi lamunan lamunannya. Sekarang saatnya bertindak pada si b..rengsek yang iseng banget mengejek ejek dirinya.
�Tatum �
Ia menoleh, yang memanggil bu Windu. Ia agak terkejut melihat Ibunya tampak berjalan bersama bu Windu, wali kelasnya.
�Ya bu..�
�Ada apa Tatum? Kok, mukamu merah begitu?�
�Eng.. anu bu.. �
Sejenak ia ragu ragu menjawab. Tapi mungkin ada baiknya dikatakan saja.
�Ada yang memanggil manggil saya bu..�
Wali kelasnya berpandangan dengan Ibunya.
�Memanggil manggil lagi..Tatum.?�
�Ya bu.. tapi kali ini mengejek ejek saya. Saya dipanggil Komeng, kuping bocor, kuping ember.., bahkan� � kata katanya tertahan, bu Windu membalikkan badan agak membelakanginya. Ibunya pun demikian. Wali kelasnya berbisik, tapi ia masih bisa mendengarnya.
�Bu.. seperti saya katakan. Tatum mungkin agak terganggu jiwanya. Ia sering begini bu.. termenung dan marah marah, merasa ada yang memanggil atau mengejeknya. Akibatnya ia tidak bisa berteman sama sekali dengan teman temannya. Itulah mengapa saya ingin berbicara tentang kondisi Tatum di rumah. Anak yang stress kebanyakan karena pengaruh lingkungan bu. Mungkin di rumah ia tertekan, dan lebih tertekan lagi dengan pelajaran di sekolah ini yang berat.�
�Komeeeengg� �
Ia tersenyum. Ia tahu sekarang.
Suara itu dari belakang kepalanya sendiri.
Bogor,
Denny Baonk Monoarfa
========================================
Pengirim : dennybaonkmonoarfa
========================================