Lahir sebagai anak lelaki tunggal dalam keluarga berada, memang enak. Apa
pun yang aku minta selalu dikabulkan. Maklum, kedua orang tuaku pekerja ulet
yang berhasil. Ayahku jual beli mobil, sedang ibu, sukses dalam jual beli
perhiasan.
Dua orang pembantu rumah tangga, siap melakukan perintahku. Bahkan,
untuk mengerjakan PR sekolah pun, aku bisa menyuruh seseorang. Maka tak ada
secuil tugas pun yang menjadi tanggung jawabku. Namun semua itu tinggal
kenangan.
Lima tahun lalu, setelah aku lulus SMA, usaha ayahku bangkrut. Lebih
tepatnya, digulung Polisi. Usut punya usut, rupanya ayahku terlalu gegabah
dalam berbisnis. Ayah disinyalir sebagai penadah mobil curian. Masih beruntung,
ayah punya tabungan yang bisa menyelamatkan dia dari jeruji penjara.
Dengan
jalan damai ayah bisa bebas dari ancaman hukum. Tetapi, apalah bedanya ? Sejak
terlibat kasus yang memalukan itu, tak ada lagi yang bisa dikerjakan ayahku.
Apapun yang beliau perbuat, selalu dicurigai orang. Padahal, sebelum itu, tidak
terhitung jumlah orangngan jalan pintas dalam mencari uang.
Bersama beberapa
teman, aku menemukan lahan sebagai preman. Hampir setiap hari, sambil
berpura pura main gitar, kami memalak anak anak sekolah yang melintas di depan
rumahku. Lalu, jika malam hari tiba, kami mencuri barang barang tetangga yang
laku dijual.
Semakin hari, semakin dalam aku terperosok ke dunia hitam.
Kurasakan, para tetangga mulai mencurigaiku, tetapi enggan menuduh, karena tak
pernah ada barang bukti. Maka aku tak pernah sungkan, menambah dosa tiap hari..
Sampailah pada hari yang memaksaku ingat kepada Allah.
Hari yang tak akan
pernah aku lupakan, juga oleh kebanyakan orang di tanah air tercinta ini.
Kerusuhan tanggal 14 Mei 1998 meletus. Huru hara terjadi di mana mana, termasuk
di kota kecil tempatku lahir dan dibesarkan. Penjarahan adalah yang paling
menarik minatku.
Inilah kesempatanku untuk menumpuk keuntungan tanpa modal. Aku
harus membawa pulang barang sebanyak mungkin. Aku tahu persis isi Supermarket
yang tidak jauh dari rumahku.Tetapi, rencana tinggal oleh jawaban Pak Kumis,
kalau Allah tak menghendaki, tak mengasihi dan tak menyayangiku.
Maka berkat
kasih sayang Allah jualah kemudian aku mendapatkan pekerjaan yang aku tekuni
sampai sekarang. Alhamdulillah, aku merasa bangga menjadi Satpam di sebuah
perusahaan milik salah seorang kenalan ayahku.
Oleh: (Cecep Bekasi)
========================================
Pengirim : Loly
========================================