Jiwa adalah harta termahal. Kesucian jiwa menyebabkan kejernihan diri, lahir
dan batin. Itulah kekyaan sejati. Banyak orang kaya harta, tapi mukanya
muram. Banyak orang yang miskin uang, tapi wajahnya berseri. Kebahagiaan
memang bukan ditentukan oleh harta, tapi oleh jiwa yang ada dalam diri.

Kebahagiaan yang datang dari luar kerapkali hampa, palsu. Orang yang
mengalami kondisi itu kerap kali ragu, syak, cemburu, putus harapan. Sangat
gembira jika dihujani rahmat, lupa bahwa hidup ini berputar putar. Sangat
kecewa jika ditimpa bahaya. Lupa bahwa kesenangan terletak di antara dua
kesusahan dan kesusahan terletak di antara dua kesenangan. Ia juga lupa
dalam senang itu tersimpan kesusahan dan dalam kesusahan telah ada unsur
kesenangan.

Bertambah banyak kesenangan dan kebahagiaan yang datang dari luar diri,
bertambah miskinlah orang yang diperdayakannya. Ketika memperoleh pendapatan
kecil, keperluan untuk menjaga yang kecil itu, juga kecil. Setelah besar,
bernangsur besar juga keperluannya. Bertambah luas, bertambah luas pula
penjagaan yang diperlukan. Karena itu, banyak orang kaya secara lahir,
miskin pada hakikatnya, Di sini nyatalah arti kekayaan dan kemiskinan. Orang
yang paling kaya, ialah yang paling sedikit keperluannya. Dan orang yang
paling miskin ialah yang paling banyak keperluannya.

Kalau bahagia adalah barang yang datang dari luar, tak satupun makhluk yang
kaya. Semuanya miskin belaka. Yang kaya hanya Allah Tuhan Semesta alam.
Apakah kita silau melihat seorang penguasa dan pengawalnya yang banyak,
pendukungnya yang banyak, istananya yang megah, harta bendanya yang mewah?
Tertipukah kita dengan penjagaan yang dilakukan oleh para pendukung penguasa
itu? Tertipukah kita dengan mobil dan kendaraan yang bisa dipakai setiap
saat? Jangan tertipu.

Orang orang kaya itu meskipun berpangkat dan kaya harta, boleh jadi
menanggung kesengsaraan batin yang tiada terkira. Harta benda yang mahal
harganya itu meski berharga, lama lama dipandang sebagai pasir karena ia
sudah sering menggunakannya dan membosankan. Itulah sebabnya banyak orang
kaya yang mencari kebahagiaan hidup di pedesaan atau menyendiri. Bahkan ada
juga yang ingin lekas mati untuk menemui nikmat yang abadi.

Hidup kita hanyalah pertempuran dan perjuangan. Dinamakan manusia, adalah
karena ia tidak akan sunyi dari kelemahan dan kesalahan. Jika sejak lahir
sampai masuk kubur, kita suci, bebas dari salah dan alpa, tentu tidak layak
kita jadi manusia. Sebab yang seperti itu adalah tabiat malaikat. Kita,
manusia, pasti merasakan nikmatnya istirahat sesudah lelah bekerja. Kita
juga pasti meraasakan kelezatan menghadap Tuhan kelak di akhirat sehabis
bertempur dengan ranjau ranjau hidup sepanjang usia kita.

Orang yang takut menghadapi hidup, tidak akan berani menggosok dan
mensucikan batinnya. Ia juga tidak akan merasakan arti kelezatan dan
kebahagiaan hakiki. Tak ada kebahagiaan yang dicapai oleh seseorang yang
tidak menempuh berbagai kesulitan. Jika ada seorang pemuda mendapat kekayaan
karena warisan, ia tidak akan merasakan nikmatnya harta warisan itu
sebagaimana nikmat yang dirasakan ayahnya tatkala ia hidup dengan usaha
sendiri. Seorang pahlawan, mencapai titel pahlawan, dengan darah dan
senjata. Seorang pejabat, pemimpin negara dan sebagainya, nampaknya mereka
duduk di singgasana kemuliaan dengan senang. Padahal mereka mencapai posisi
itu dengan susah payah.

Begitulah. Kebahagiaan hakiki datang dari dalam diri, yakni kebahagiaan
batin. Mencapai kebahagiaan batin harus melalui kesungguhan untuk mensucikan
jiwa. Dan kesungguhan mensucikan jiwa itu sulit. Tapi hasil kenikmatan dan
kebahagiaan yang diperoleh, akan setara dengan sejauh mana tingkat
kesungguhan dan kesulitan yang kita lalui untuk memperoleh kebahagiaan itu.

========================================
Pengirim : Conan
========================================

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *