Kami akan berkumpul di sebuah mushalla. Aku dan Rijal berangkat bersama ke sana. Kehadiranku di sana karena memenuhi undangan dari seorang teman, Budi. Dia punya rencana agar memasuki tahun baru, ada baiknya dimulai dengan kegiatan yang bermanfaat lahir batih, yaitu I?tikaf. ?aku ingin setiap diri kita ini mampu membentuk kepribadian dengan nilai spiritual Islam.? Katanya ketika menelponku. ?Dengan begitu, akan tumbuh rasa kebersamaan dan persaudaraan yang ikhlas dan bermakna? tambahnya lagi, dengan intonasi yang secara implisit memaksa aku untuk memenuhi undangannya.
Aku dan Rijal janjikan di terminal Kampung Melayu. ?Bagaimana ya format acaranya nanti? tanya Rijal begitu ia menemuiku di kolong jembatan terminal.
?Tak tahulah, aku datang sekedar memenuhi undangan Budi. Tak ada harapan apapun tentang acara ini. Apalagi merencanakan format acaranya?.
?Lagi sepi gagasan, nih? Biasanya kalau ada reuni, kamu yang dipercaya memformat acara? ? Kendaraan datang, kamipun naik menuju tempat undangan.
Pukul 23.00 wib kami mulai I?tikaf yang dipandu oleh seorang ustadz muda dari salah satu pondok pesantren di Sukabumi. Panduannya begitu mudah diikuti. Rasanya seperti baru pertama kali ini aku membaca al qur?an, berdzikir, dan berdoa kepada Allah bersama teman teman lama. Aku benar benar merasakan atmosfir baru di kalangan teman temanku ini. Padahal biasanya dulu, kami hanya memikirkan target duniawi. Pernah juga sih, merencanakan kegiatan spiritual. Tapi, ya, baru saat ini saja terlaksana.
I?tikaf selesai pukul 00.15 wib, hari pertama di tahun baru. Setelah itu kami berunding tentang follow up reuni ini, supaya bisa bertemu kembali dalam kegiatan yang hampir sama dengan yang baru saja selesai dilaksanakan. Harapan teman teman, bisa terjali kerjasama yang benar untuk mewujudkan visi bersama.
Visi bersama? Apa tepat dibilang visi bersama? Sebab yang aku rasakan setiap orang hampir memiliki harapan dan pandangan yang berbeda tentang masa depan, terutama masa depan Islam. Aku sendiri mungkin berbeda dengan mereka. Yang aku impikan selama ini adalah bukan masa depan Islam sebagaimana maksud mereka. Pikiranku terformat untuk memikirkan masa depan manusia di planet ini.
Pandanganku ini didasarkan atas pemahaman dan pengalaman tersendiri. Setiap orang memiliki pemahaman dan pengalaman sendiri, bisa sama dan juga cenderung berbeda. Kenapa aku lebih mementingkan masa depan kemanusiaan ketimbang masa depan Islam?
Buatku, masalah yang ada di dunia ini, yang paling utama dan sering menjadi penyulut masalah masalah lainnya adalah masalah kemanusiaan. Memang ada masalah di dunia ini yang berlatar belakang keagamaan, tapi menurutku, sesungguhnya semua itu kembali kepada manusianya sendiri. Jadi menurutku, masalah utama penduduk bumi ini adalah masalah mereka sendiri : masalah kemanusiaan.
Menurutku lagi, agama tidak pantas dijadikan sebagai visi. Sebagaimana visi orang orang Islam Pergerakan, yaitu ?menegakkan Islam di Muka Bumi?. Tepatkan visi tersebut? Bagaimana gambaran ril tegaknya Islam di planet ini? Dalam istilah lain yang sering aku dengar adalah ?membumikan kekuasaan Tuhan?. Tapi aku merasa semua itu hanya slogan kosong yang mudah menguap entah kemana. Seperti kentut, tak jelas berakhir dimana.
Dalam pandanganku, tegak atau tidaknya agama tergantung dari komitmen manusia yang memeluk agama tersebut. Apalagi agama Islam. Yang kutahu, agama ini sudah sempurna. Hanya pemeluknya saja yang tidak bersungguh sungguh dan ikhlas dalam menjalankan ajarannya. Jadi semua itu berpulang pada masalah komitmen manusia pemeluk agama tersebut.
Sering aku bertanya sendiri, apa benar orang orang yang menyatakan visinya adalah menegakkan agama Allah di muka bumi itu sungguh sungguh mengerti tentang kemestian Ilahi tentang Islam itu sendiri. Dan keraguanku yang lain adalah apakah orang orang tersebut benar benar ikhlas, tanpa pamrih, tanpa self interest, dan tidak mengecewakan di kemudian hari? Tidakkah mereka hanya menyelubungi motif pribadinya dengan jubah Islam padahal yang mereka cari adalah kekuasaan dan kekayaan, bukan amanat kekhalifahan?
Hal itu bisa dilihat pada fenomena pergerakan dan organisasi keagamaan. Tidak jarang kita temukan tokoh tokoh keagamaan yang bersikap otoriter dan sewenang wenang terhadap segala sesuatu ataupun seseorang yang sepemahaman dengan dirinya. Bahkan tidak jarang terjadi, para tokoh tersebut tidak bisa menerima perbedaan pendapat di kalangannya sendiri, dengan anak buahnya sendiri, hingga menimbulkan konflik internal. Ini membuktikan bahwa mereka lebih mementingkan kekuasaan dirinya sendiri ketimbang menjalankan amanat kepemimpinan dengan aturan agamanya.
Sebagian teman teman menganggapku anti Islam karena berpandangan seperti ini. Aku nyatakan vonis mereka itu salah. Aku sama sekali tidak anti Islam. Aku hanya anti kepada orang orang yang memperjuangkan nafsunya dengan mengendarai Islam. Aku mual melihat orang orang yang menggebu gebu memperjuangkan agamanya namun ketika mendapatkan kesempatan memimpin ?walaupun sebatas memimpin organisasi kecil kecilan? sudah menunjukkan arogansi dan kesewenangan diri. Mereka hanya ingin didengar dan diikuti perintahnya namun tak bisa menerima kritik atau gagasan yang berbeda. Dengan yang seperti inilah aku terima dibilang anti.
?Kenapa masalah kemanusiaan menjadi visimu?? tanya Rijal.
Sesungguhnya yang berperan penting di antara ciptaan Tuhan adalah manusia. Manusialah yang menerima amanat Tuhan ketika mahluk lainnya tak sanggup menerimanya. Manusialah yang menjadi subyek sekaligus obyek dari penciptaan. Banyak masalah kemanusiaan yang harus ditegakkan. Di antaranya adalah keadilan, kesederajatan, kemerdekaan, dan persaudaraan.
Permasalah di planet ini ada karena keempat hak asasi manusia itu tidak terwujud. Karena itu selama keadilan, kesederajatan, kemerdekaan, dan persaudaraan itu tak terwujud dalam sebuah komunitas kecil saja, berarti komunitas kecil itu masih memiliki masalah kemanusiaan yang tak akan pernah selesai.
Jika kita flashback ke zaman Nabi Muhammad SAW, apakah ketika beliau berhasil memproklamasikan berdirinya negara Madinah al Munawarah atau ketika tegaknya negara Islam, perjuangan beliau berakhir? Kenyataannya beliau masih disibukkan dengan kemerdekaan asasi masyarakatnya yang kompleks. Beliau, SAW, berhadapan dengan kalangan Yahudi yang tidak percaya dengan kenabian Muhammad SAW. Beliaupun masih berhadapan dengan kaum munafik dan terlibat dalam beberapa peperangan melawan kaum kafir.
Lalu setelah Sang Nabi Penutup wafat dan kepemimpinan Islam yang begitu masyhur dan gemilang berada di tangan para sahabat dan keturunannya, apakah perjuangan Islam sudah selesai? Ternyata tidak. Selalu ada saja masalah kemanusiaan yang muncul. Bahkan mereka sempat terlibat dalam perang saudara. Hal ini membuktikan bahwa menegakkan agama dalam bentuk kedaulatan politik an sich bukanlah satu satunya visi perjuangan. Urusan manusia tidak selesai sampai di situ lalu berleha leha memanfaatkan kedaulatan politik itu untuk kepentingan pribadi, keluarga, kolega. Masalah kemanusiaanlah yang menjadi visi utama Islam. Sang Nabi sendiri menyatakan bahwa diutusnya beliau di planet ini untuk menyempurnakan akhlak. Dengan demikian, perjuangan menyempurnakan akhlak tidak akan pernah mencapai titik akhir sampai Allah menyatakan selesai. Itu berarti agenda utama yang harus diperhatikan oleh setiap orang, terutama mereka yang memimpin orang banyak, misalnya partai partai yang meminjam simbol agama.
Mataharitimoer, 4 Januari 2000.
========================================
Pengirim : mataharitimoer
========================================